Sukses

Rizky Billar Patut Dapat Sanksi Sosial, Selain Hukuman Penjara 5 Tahun

Rizky Billar resmi ditetapkan sebagai tersangka KDRT terhadap Lesti Kejora dengan ancaman 5 tahun penjara

Liputan6.com, Jakarta - Suami penyanyi Lesti Kejora, Rizky Billar, telah dinyatakan sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan terancam hukuman lima tahun penjara.

Penetapan Rizky Billar tersangka KDRT dijatuhkan tepat seusai dirinya menjalani pemeriksaan pada Rabu (12/10) setelah sempat mangkir.

Billar dijerat Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.

Pasal tersebut mengatur bentuk-bentuk KDRT, di antaranya kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekerasan seksual, dan kekerasan terhadap penelantaran anak yang semuanya ada pertanggungjawabannya di mata hukum. 

"Ancaman hukum lima tahun penjara dan denda Rp 15 juta," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Endra Zulpan saat konferensi pers, Jumat (30/9/2022).

Sementara itu, apabila menyebabkan korban luka berat, ancaman hukuman adalah 10 tahun. Sedangkan, apabila menyebabkan korban sampai meninggal dunia, ancaman pun menjadi 15 tahun.

Zulpan pun menyesalkan KDRT yang dialami oleh penyanyi jebolan Dangdut Academy itu. 

"Kami simpati korban. Kita akan melakukan penegakan hukum sesuai fakta yang ada," ujar dia.

Kasus KDRT yang dialami Lesti Kejora oleh Rizky Billar memantik kesadaran publik untuk melek terhadap KDRT, serta bagaimana melawannya sebagai salah satu kekerasan berbasis gender. 

Sebenarnya, banyak kasus KDRT di Indonesia yang tak tersorot kamera. Hingga November 2020, Komnas Perempuan telah menerima 2.036 pengaduan, dengan pengaduan terbanyak, yaitu 1.190 kasus adalah KDRT.

 

2 dari 5 halaman

Mayoritas Korban KDRT Adalah Perempuan

Mayoritas korban KDRT yang dilaporkan korbannya adalah perempuan atau seorang istri dengan tersangka pasangan atau suami sendiri.

Komnas Perempuan juga menegaskan bahwa KDRT terhadap istri merupakan bagian dari kekerasan terhadap perempuan berbasis gender.

KDRT terhadap istri ini berakar dari ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. 

Angka tersebut adalah angka yang melapor, masih banyak kasus yang tidak terlapor dan tidak terlihat. 

Walaupun sudah ada Undang-Undang yang mengatur dan memerangi KDRT sekaligus melindungi korbannya, KDRT masih tetap terjadi dan masih banyak korban yang takut untuk melapor. 

Padahal, selain sanksi hukum, kini dunia juga menormalkan pelaku KDRT mendapatkan sanksi sosial karena dampak yang diberikan kepada korban cukup besar.

 

3 dari 5 halaman

Dampak dari KDRT

Selain menyebabkan trauma, KDRT berdampak pada otak dan perilaku korbannya. Korban juga berpotensi mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD), termasuk hyperarousal.

Gangguan tersebut juga kerap kali dikaitkan banyak orang dengan trauma setelah perang. Tetapi, siapa pun yang pernah mengalami trauma, dapat menunjukkan gejala PTSD. 

Penelitian dari US Department of Veterans Affairs menunjukkan bahwa wanita cenderung mengalami trauma yang berbeda dari pria.

Lebih banyak wanita yang menjadi korban kekerasan atau pelecehan, sisa hidupnya akan berubah. 

Bessel van der Kolk, seorang psikiatri, peneliti, dan penulis di Inggris Amerika, mengutip Family Justice Centre mengatakan bahwa orang yang mengalami trauma sering kali mengalami kesulitan untuk bercerita. 

"Tubuh mereka seperti diteror, mengalami kemarahan dan ketidakberdayaan, serta ada dorongan untuk melarikan diri dan melawan, tetapi perasaannya tidak bisa diartikulasikan," ujar Bessel. 

"Meskipun trauma adalah masa lalu, otak emosional terus menghasilkan sensasi yang menyebabkan penderita merasa takut dan tidak berdaya," tambahnya. 

Jika tidak diobati, PTSD dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental jangka panjang, termasuk masalah manajemen emosi, depresi, dan kesepian yang intens.

PTSD yang tidak diobati juga dapat meningkatkan kemungkinan berkembangnya beberapa penyakit termasuk jantung, tekanan darah tinggi, dan diabetes tipe 2. 

 

4 dari 5 halaman

Sanksi Sosial Juga Harus Didapat Pelaku KDRT

Trauma yang besar pada korban membuat banyak masyarakat merasa selain sanksi hukum, sanksi sosial juga dirasa layak diberikan kepada para pelaku kekerasan seperti Rizky Billar. 

Sanksi sosial tumbuh dari kesadaran masyarakat akan suatu isu dan kerap menjadi regulasi yang lebih fleksibel terhadap perilaku masyarakat, khususnya terhadap masyarakat yang menyimpang dari norma.

Dalam kasus kekerasan, proses hukumnya cukup pelik dan salah satu jalan cepat yang biasanya diambil khususnya oleh masyarakat adalah dengan memberikan sanksi sosial terhadap pelaku yang menyimpang.

Dengan adanya sanksi sosial, kesadaran dalam masyarakat akan terus tumbuh dan perlindungan sesama-manusia akan tercipta khususnya terhadap kasus-kasus sejenis. 

Perbincangan terkait KDRT yang dilakukan Rizky Billar membuat kesadaran publik akan kasus kekerasan meningkat hingga para pengguna Twitter menyarankan seluruh masyarakat hingga siaran televisi nasional memberikan sanksi sosial kepada Billar. 

Salah satu sanksi yang sudah didapat billar adalah dipecatnya Billar dari salah satu stasiun televisi nasional pasca pelaporan kasus KDRT ke Lesti. 

 

5 dari 5 halaman

Korban KDRT Jangan Takut Melapor

Setiap orang di bumi, tidak pantas melakukan kekerasan dan mendapatkan tindakan kekerasan apapun dengan alasan apapun, khususnya KDRT. 

Pasal 5 Undang-Undang KDRT menyatakan bahwa :

"Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara; (a) kekerasan fisik; (b) kekerasan psikis; (c) kekerasan seksual; atau (d) penelantaran rumah tangga. 

Selain itu, Undang-Undang khusus terkait KDRT juga sudah dibuat oleh pemerintah dan sudah dijamin perlindungan korban oleh UU PKDRT. 

Maka, setiap korban pasti memiliki kekuatan secara hukum untuk melaporkan KDRT yang dilakukan oleh pasangannya ke Polres setempat. 

Selain itu, jika dalam proses pelaporan, korban memerlukan pendampingan secara hukum, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) siap memberikan layanan pendampingan secara khusus terhadap perempuan korban kekerasan. 

Komnas Perempuan juga mendorong masyarakat agar tidak menyalahkan korban dan mendukung korban untuk memutus rantai kekerasan yang ada. 

Belajar dari kasus Billar dan Lesti, kita harus berani mengungkap kekerasan yang dialami oleh kita sendiri maupun orang sekitar, dan harus lebih sadar terhadap perilaku apa saja yang sekiranya menyimpang dari norma yang ada.Â