Liputan6.com, Jakarta - Kabar tidak terduga datang dari pasangan Lesti Kejora dan Rizky Billar. Setelah ramai melaporkan kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, mereka kembali menyita perhatian publik, Kamis 13 Oktober 2022.Â
Bagaimana tidak, rupanya Lesti Kejora mencabut laporan KDRT yang dilakukan oleh pemain Gas Kuy itu.
Baca Juga
Hal tersebut disampaikan oleh pihak pengacara Rizky Billar yakni Surya Darma. Pedangdut kelahiran 5 Agustus 1999 itu telah sepakat berdamai dengan sang suami, Rizky Billar.
Advertisement
"Iya mereka sudah berdamai. Sudah dicabut (laporannya), tadi surat pencabutannya di depan saya ditandatangani," ujar Surya, Jumat (14/10/2022).
"Suratnya sudah dikasihkan langsung, surat fisiknya sudah ada di atas, sudah tanda tangan," ia menyambung.
Kabar ini menjadi perbincangan, dan menimbulkan pertanyaan mengapa Lesti mencabut laporannya itu beberapa jam setelah Billar diumumkan sebagai tersangka KDRT oleh polisi.
Pasalnya, Lesti sempat melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan Billar seperti dibanting dan dicekik.
Perubahan keputusan Lesti itu menjadi sebuah tanda tanya besar. Pihak Rizky Billar juga menceritakan suasana pertemuan antara kedua pasutri yang dikaruniai satu anak itu.
"Kondisinya baik, namanya suami istri sudah lama enggak ketemu, sudah pastilah (berpelukan)," ungkap Surya.
Terdapat suatu kondisi psikologis yang dinamakan Sindrom Stockholm atau Stockholm Syndrome.
Mengutip Klikdokter, Jumat (14/10/2022), Sindrom Stockholm atau Stockholm Syndrome ini merupakan salah satu kondisi psikologis ketika korban penculikan atau kejahatan lainnya jatuh cinta kepada orang yang menculik atau melakukan kejahatan padanya. Berikut penjelasannya:
Apakah Lesti Kena Sindrom Stockholm?
Ada pun kondisi Sindrom Stockholm ini muncul pertama kali di Stockholm, Swedia. Pada 1973, saat terjadi penyanderaan di Bank Swedia Kreditbanken. Dua pria bersenjata menahan empat orang pegawai bank sebagai sandera selama enam hari.
Pihak keamanan setempat melakukan penyelamatan kepada para pegawai itu. Namun, uniknya empat orang yang disandera malah membela sang penyandera.
Mereka juga menggalang dana untuk membayar denda yang dijatuhkan pengadilan kepada para penyandera. Dikabarkan, salah satu korban bahkan meninggalkan kekasihnya demi bisa bersama dengan salah satu penyanderanya.
Advertisement
Penyebab Sindrom Stockholm
Penyebab pasti dari Sindrom Stockholm belum bisa dipastikan. Namun, diduga ada beberapa faktor psikologis yang melatari terjadinya sindrom ini.
Penyebabnya seperti korban merasa penyanderanya ternyata baik hati karena tidak menyakiti atau mengambil nyawa mereka. Lalu, korban merasa diperlakukan dengan baik oleh penyandera.
Selain itu, dalam penyanderaan, baik korban maupun penyandera terisolasi di suatu tempat atau ruangan tanpa ada intervensi atau campur tangan dari pihak lain.
Hal ini bisa memunculkan kesempatan bagi kedua belah pihak untuk mengamati satu sama lain dengan perspektif yang berbeda.
Faktor lainnya, agar nyawanya selamat, korban berusaha bersikap sebaik mungkin pada penyandera. Hal ini lama kelamaan berubah menjadi kebiasaan.
Diagnosis Sindrom Stockholm
Dokter akan menduga adanya Sindrom Stockholm bila seorang korban kejahatan malah terlihat membela sang penjahat. Untuk memastikan sindrom ini, dokter akan melakukan wawancara dan observasi menyeluruh.
Pemeriksaan fisik umumnya menunjukkan tanda-tanda normal, tidak ada kelainan apa pun yang dijumpai atau perlu dicurigai.
Bila tidak ada luka, cedera, atau tindakan kekerasan apa pun yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, maka umumnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, maupun pemeriksaan penunjang lainnya tidak diperlukan.
Advertisement
Gejala dan Pencegahan
Mereka yang mengalami Sindrom Stockholm pasti memiliki riwayat pernah mengalami penyanderaan atau tindak kejahatan lainnya. Selain itu, mereka menunjukkan kumpulan gejala sebagai berikut:
- Menunjukkan kekaguman pada penyanderanya,
- Menolak tindakan penyelamatan dari pihak berwajib,
- Berusaha membela penyandera,
- Berusaha menyenangkan hati penyanderanya,
- Menolak memberikan kesaksian mengenai tindakan kejahatan yang dilakukan oleh penyandera, serta
- Tidak melakukan usaha untuk melarikan diri.
Pencegahan terjadinya Sindrom Stockholm hingga saat ini belum ditemukan caranya. Namun secara umum, bila ada seseorang yang mengalami tindak kejahatan yang dapat menyebabkan trauma, sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikiater sebelum muncul gejala atau gangguan psikis tertentu.