Liputan6.com, Jakarta - World Wildlife Fund for Nature (WWF) menemukan bahwa populasi hewan di dunia menurun drastis karena krisis iklim.Â
Hewan-hewan di bumi, dari hewan yang jauh di bawah permukaan laut hingga mereka yang tinggal di Amazon kondisinya hampir punah.Â
Dari lautan terbuka hingga hutan hujan tropis, jumlah burung, ikan, amfibi, dan reptil menurun drastis lebih dari dua pertiga antara 1970 dan 2018, demikian laporan Living Planet, WWF, dan Zoological Society of London (ZSL).Â
Advertisement
WWF, mengutip The Guardian pada Senin (17/10) melaporkan bahwa manusia telah memusnahkan hampir 70 persen populasi hewan selama hampir setengah abad. Dua tahun lalu, angkanya mencapai 68 persen dan empat tahun lalu mencapai 60 persen.
Penurunan itu setara dengan jika kita kehilangan semua penduduk Eropa, Amerika, Afrika, Oseania, dan Tiongkok.
WWF-UK mengatakan bahwa penurunan tersebut merupakan lampu merah dan peringatan bahwa kepunahan hewan tersebut merusak upaya melawan perubahan iklim.
Banyak ilmuwan percaya bahwa kita hidup dalam kepunahan massal keenam --- hilangnya kehidupan terbesar di bumi sejak zaman dinosaurus --- dan bahwa kepunahan massal ini didorong oleh manusia. Â
Laporan Living Planet Report yang diterbitkan setiap dua tahun merupakan penilaian paling komprehensif tentang penurunan satwa liar. Â
Living Planet Index menggunakan analisis global terhadap 32.000 populasi dari 5.230 spesies hewan untuk mengukur perubahan banyaknya satwa liar di seluruh benua dan taksa, sehingga menghasilkan grafik yang mirip dengan indeks stok kehidupan di Bumi.
Kerusakan Massal
Tanya Steele, kepala eksekutif WWF-UK, mengatakan, hasil suram tersebut menunjukkan kerusakan massal di bumi.Â
"Kekhawatiran terbesar kami bukan karena jumlahnya. Hal ini membawa fakta bahwa sama sekali tidak ada tindakan --- para pemimpin dunia tidak menindaklanjuti ini," ujar Steele.Â
Rata-rata global menunjukkan penurunan yang lebih drastis di beberapa wilayah. Amerika Latin dan wilayah Karibia --- termasuk Amazon --- mengalami penurunan paling tinggi dalam ukuran rata-rata populasi satwa liar, dengan penurunan 94 persen dalam 48 tahun.
Penurunan di Amerika Latin disebabkan oleh hotspot keanekaragaman hayati di Amazon dibuldoser.
"Laporan ini memberitahu kita bahwa penurunan terburuk terjadi di wilayah Amerika Latin, rumah bagi hutan hujan terbesar di dunia, Amazon," ujar Steele.
"Laju deforestasi di sana semakin cepat, mengikis ekosistem unik ini bukan hanya pohon-pohon tetapi juga satwa liar yang bergantung padanya dan kemampuan Amazon sebagai salah satu sumber daya alam terbesar kita dalam perang melawan perubahan iklim,"Â dia menambahkan.
Afrika mengalami penurunan terbesar kedua sebesar 66 persen diikuti oleh Asia dan Pasifik dengan 55 persen.
Advertisement
Pengkhianatan Pemerintah
Negara-negara yang telah mengeksploitasi sebagian besar lingkungan alam mencatat penurunan yang lebih kecil. Jumlahnya turun 20 persen di Amerika Utara dan 18 persen di Eropa dan Asia Tengah selama periode tersebut.
Spesies air tawar mengalami penurunan yang lebih parah daripada spesies di daratan. Hampir 1.400 spesies mamalia, ikan, amfibi, dan makhluk penghuni air lainnya mengalami penurunan sekitar 83 persen dalam jumlah rata-rata.
Laporan ini muncul ketika hampir 200 negara dijadwalkan bertemu di Kanada pada Desember untuk menghadiri KTT keanekaragaman hayati PBB guna menyepakati target baru untuk menghentikan kerusakan alam pada 2030. Tidak ada target untuk 2020 yang terpenuhi.
89 penulis laporan ini mendesak para pemimpin dunia untuk membuat kesepakatan yang ambisius pada KTT keanekaragaman hayati Cop15 di Kanada Desember ini dan mengurangi emisi karbon untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 1,5C dekade ini untuk menghentikan perusakan alam yang merajalela.
Steele mengatakan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang tegas di KTT akan menjadi 'pengkhianatan total terhadap generasi berikutnya'.
Pemimpin Dunia Hanya Menonton
"Terlepas dari ilmu pengetahuan, proyeksi bencana, pidato dan janji yang berapi-api, hutan yang terbakar, negara-negara yang tenggelam, rekor suhu dan jutaan orang yang terlantar, para pemimpin dunia terus duduk dan menyaksikan dunia kita terbakar di depan mata kita," kata Steele.
"Krisis iklim dan alam, nasib mereka berkaitan, bukanlah ancaman yang masih jauh yang dapat dipecahkan oleh anak cucu kita dengan teknologi yang masih belum ditemukan," dia menambahkan.
Perubahan pemanfaatan lahan masih menjadi pemicu utama hilangnya keanekaragaman hayati di seluruh planet ini, menurut laporan tersebut.
"Pada tingkat global, penurunan yang kita lihat umumnya dipicu oleh hilangnya dan fragmentasi habitat yang didorong oleh sistem pertanian global dan ekspansinya ke dalam habitat utuh yang kemudian mengubahnya untuk menghasilkan makanan," kata Mike Barrett, direktur eksekutif ilmu pengetahuan dan konservasi di WWF-UK.
Para peneliti menekankan peningkatan kesulitan yang dialami hewan untuk bergerak melalui lanskap terestrial karena terhalang oleh infrastruktur dan lahan pertanian. Hanya 37% sungai yang lebih panjang dari 1.000 km (600 mil) yang tetap mengalir bebas di sepanjang alirannya, sementara hanya 10 persen dari kawasan lindung dunia di darat yang terhubung.
Advertisement
Inggris dan Liz Truss
Seperti diketahui, dalam laporan tersebut, Inggris mengalami penurunan yang lumayan drastis diantara negara-negara yang lain. Hal ini membuat para peneliti geram, karena untuk KTT saja Liz Truss belum mengkonfirmasi kehadirannya di sana.Â
Steele mengatakan penting bagi perdana menteri untuk menunjukkan kepemimpinannya.
Angka-angka mengerikan tentang satwa liar muncul ketika pemerintah dikritik karena dianggap 'menyerang alam' dengan rencananya membangun zona investasi.
Steele mengatakan bahwa jutaan burung telah hilang di Inggris,"Inggris adalah salah satu negara yang paling banyak kehilangan kekayaan alamnya di dunia.".
WWF-Inggris mengatakan hilangnya hewan-hewan dapat mempengaruhi tindakan perubahan iklim.
"Alam adalah kunci utama dalam perjuangan kita melawan perubahan iklim," kata Steele
Badan amal alam terkemuka menuduh Liz Truss menempatkan ekonomi di atas perlindungan alam dan lingkungan, dan khawatir hewan dan tumbuhan langka bisa kehilangan perlindungan mereka ketika janjinya tentang 'api unggun' birokrasi Uni Eropa terwujud akhir tahun ini.
Tadi malam koalisi kelompok konservasi menuduh Truss mencabut janji manifesto tentang lingkungan.
Dalam wawancara bersama BBC, Hilary McGrady, direktur jenderal National Trust; Beccy Speight, kepala Royal Society for the Protection of Birds; dan Craig Bennett, kepala eksekutif Wildlife Trusts mengatakan bahwa pencabutan moratorium fracking, usulan pelonggaran aturan perencanaan di 'zona investasi', peninjauan peraturan lingkungan yang diwariskan dari Uni Eropa, dan mundur dari reformasi pertanian adalah hal yang memprihatinkan.
"Ini adalah serangan terbesar terhadap alam dalam hidup saya," kata McGrady.
Speight mengatakan muncul kekhawatiran akan dikesampingkannya masalah lingkungan.
Lingkungan telah menjadi pusat perhatian terbaru bagi perdana menteri. National Trust, yang biasanya dipandang apolitis, telah menetapkan tujuh "garis merah" yang "tidak boleh dilewati" oleh pemerintah dalam upayanya mengejar pertumbuhan.