Liputan6.com, Jakarta - Salah satu nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada umat akhir zaman yakni diutusnya nabi paling mulia lagi sempurna dalam segalanya. Beliau memiliki ucapan yang penuh kelembutan, tingkah laku dan memiliki budi pekerti yang sangat sopan. Beliau senantiasa menghormati yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda. Sikapnya penuh teladan dan kebenaran.
Di saat kelahirannya, tidak hanya manusia saja yang merasakan rahmatnya, bahkan alam semesta juga merasakan rahmat dari kedatangannya.
Baca Juga
Langit dan bumi bergembira, tanah yang awalnya gersang dan tandus menjadi subur dan makmur, pohon - pohon yang sebelumnya tidak berbuah, ikut berbuah dengan kegembiraan atas lahirnya manusia agung yang menjadi pimpinan para manusia, nabi dan rasul.
Advertisement
Di saat yang bersamaan, Allah menunjukkan kesucian dan keagungan-Nya. Kebenaran telah datang dan kebatilan akan segera hilang.
Hal itu ditandai dengan hancurnya simbol-simbol yang hancur. Seperti, api suci sesembahan orang-orang Majusi di kuil pemujaan Persia, yang sebelumnya tidak pernah padam, tiba-tiba padam. Barhala-barhala yang kokoh di Kakbah Makkah, tiba-tiba roboh.
Selain itu, para ahli nujum meramal bahwa mereka akan mendapatkan peringatan datangnya bencana dan siksa.
Tidak hanya terjadi di kota Makkah, peristiwa menggemparkan juga terjadi di kerajaan Romawi, semua patung-patung dan simbol kesyirikan lainnya tiba-tiba hancur dan runtuh.
Demikian, ketika Allah hendak memperlihatkan kebesaran-Nya, semua musnah dan tidak tersisa apa-apa selain penasbihan bahwa "Dia adalah Zat Yang Maha Kuasa." Tidak ada yang bisa menandingi-Nya satu hal pun.
Demikian sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditampakkan bersamaan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya, sebagai umat Islam, bulan Rabiul Awal menjadi sebuah hari yang sangat bersejarah dan memiliki histori luar biasa.
Hari di mana nabi paling mulia dilahirkan, dan ajaran tauhid kepada Allah swt yang sebelumnya hilang, kembali disebarluaskan.
Kelahiran Nabi Muhammad SAW dan Penerimaan Wahyu
Nabi Muhammad lahir pada Senin, tanggal 12 Rabiul Awal tahun gajah. Beliau merupakan seorang keturunan Bani Hasyim, salah satu suku Quraisy yang dihormati di Mekkah.
Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, sedangkan ibu beliau bernama Siti Aminah binti Wahab.
Singkat cerita, nabi Muhammad akhirnya menikahi perempuan bernama Khadijah. Dan dikaruniai enam orang anak, yaitu Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Namun anak laki-lakinya meninggal saat masih kecil.
Suatu ketika, Nabi Muhammad sedang menyendiri di Gua Hira, ketika itu lah, Malaikat Jibril datang untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad.
Wahyu pertama yang diturunkan adalah Al-Alaq ayat 1-5, isinya adalah Nabi Muhammad merupakan nabi akhir zaman yang akan didustakan, disakiti, diusir, dan diperangi. Semenjak wahyu pertama turun, nabi mulai berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Beberapa waktu setelahnya, Nabi Muhammad mendapat wahyu kedua yang berisi tentang perintah untuk menyeru manusia kepada Allah.
Setelah mendapat wahyu tersebut Nabi Muhammad pun mulai berdakwah secara terang -terangan di kalangan keluarga, sahabat, dan masyarakat Mekkah untuk menyebarkan ajaran Islam.
Advertisement
Orang Pertama yang Merayakan Maulid Nabi
Melansir dari NU Online, Kamis (20/10/2022), Syekh Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar as-Suyuthi (wafat 991 H), dalam kitabnya menggolongkan perayaan maulid nabi dengan praktik pembacaan ayat-ayat Alquran, pembacaan sirah nabawiyah, kemudian di akhiri dengan makan bersama sebagai perbuatan Bid’ah Hasanah, di mana orang yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala, karena terdapat unsur memuliakan nabi dan menampakkan kebahagiaan atas kelahirannya.
Sedangkan orang pertama yang mengadakan seremonial perayaan maulid adalah Raja Mudhaffar. Salah seorang penguasa Irbil yang mulia nan agung.
Imam Suyuthi dalam kitabnya mengatakan,
وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ اِرْبِل الَملِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي بِنْ زَيِنِ الدِّيْنِ عَلِي اِبْنِ بَكْتَكينْ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ، وَهُوَ الَّذِي عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِي بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ
Artinya,
“Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Mudhaffari di kaki gunung Qasiyun.” (Imam as-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawi, [Beirut, Darul Fikr: 2004], juz I, halaman 182).
Sementara itu, Syekh Hasan as-Sandubi, sejarawan Islam asal Mesir, dalam kitabnya mengatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan perayaan maulid nabi adalah Dinasti Fatimiyah. Salah satu dinasti yang diprakarsai oleh Ubaid al-Mahdi.
Dalam kitabnya disebutkan,
لَقَدْ دَلَّنِي البَحْثُ عَلَى أَنَّ الْفَاطِمِيِّيْنَ هُمْ أَوَّلُ مَنْ اِبْتَدَعَ فِكْرَةَ الْاِحْتِفَالِ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِي
Artinya,
“Sungguh telah menjadi penunjuk kepadaku, pembahasan (di atas), bahwa sungguh Dinasti Bani Fatimah merupakan kelompok pertama yang merealisasikan gagasan perayaan untuk mengingat kelahiran Nabi Muhammad.” (Hasan as-Sundawi, Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi, [Matba’ah al-Istiqamah, cetakan pertama: 1980], halaman 60-65).
Namun Syekh Bukhit Muhammad Bukhit al-Muthi’i mengungkapkan hal yang berbeda. Dalam kitabnya, ia mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan maulid nabi pertama kali adalah Sultan Nuruddin.
Salah satu pimpinan Islam setelah runtuhnya Dinasti Fatimiyah. Ia merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad tepat setiap tanggal 12 Rabiul Awal. (Syekh al-Muthi’i, Irsyadu Ahlil Millah ila Itsbati Ahlillah, [Mesir, Darul Mishriyah: 2005], halaman 40).
Kisah Heroik Menjadi Sejarah dalam Islam yang Terus Dikenang
Saat ini, semua kisah-kisah heroik itu telah menjadi sejarah dalam Islam yang akan terus dikenang, dan dibacakan dalam setiap perayaan-perayaan maulid nabi di bulan Rabiul Awal.
Umat Islam percaya bahwa kelahirannya menjadi titik terang dari munculnya cahaya hidayah. Oleh karena itu, umat Islam beramai-ramai merayakan hari kelahirannya sebagai bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya nabi paling mulia.
Banyak di antara umat muslim memperingatinya sebagai wujud rasa cinta dan kasihnya kepada Rasulullah SAW. Berbagai bentuk kegiatan sesuai dengan tradisi dan budaya daerah setempat mewarnai peringatan ini.
Di Indonesia sendiri, umat Islam merayakan Maulid Nabi dengan berbagai cara. Umumnya ragam perayaan itu didasarkan pada kebiasaan dan adat istiadat daerah setempat.
Meskipun berbeda dalam bentuk perayaannya, pada hakikatnya tradisi maulid tidak hanya sekadar sebagai pengingat sejarah bagi kaum muslim.
Tradisi ini juga sebagai pengingat umat muslim akan sosok Rasulullah yang menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani apa pun dalam realitas kehidupannya.
Advertisement