Liputan6.com, Jakarta - Film coming of age, atau yang biasa diartikan sebagai film drama remaja, merupakan salah satu genre film terkenal. Walau tidak seterkenal genre aksi, horor, atau drama secara umum, genre coming of age diisi banyak judul menarik.
Sesuai namanya, genre coming of age kental akan unsur-unsur kehidupan remaja. Mulai dari kehidupan sekolah, percintaan, dan pencarian jati diri yang cenderung menjadi masalah bagi kebanyakan remaja.
Perlu diketahui bahwa permasalahan remaja di film coming of age akan berbeda setiap masanya. Contoh sederhananya adalah dalam hal percintaan.
Advertisement
Pada zaman dahulu, permasalahan remaja di aspek percintaan cenderung diisi oleh hubungan pria dan wanita, atau straight. Namun saat ini, aspek percintaan sudah banyak diisi oleh hubungan sesama jenis. Entah pria dengan pria, atau wanita dengan wanita.
Hal itu karena perkembangan zaman yang terjadi. Film sebagai media paling dimintai, tentu menjadi refleksi kehidupan masyarakat yang ada di sekitar. Masalah-masalah yang sebelumnya tabu, kini sudah berani diangkat di dalam film.
Apapun permasalahan remajanya, inti dari genre coming of age selalu sama. Genre ini berfokus pada perkembangan tokoh utama, yang tentunya adalah seorang remaja, di kehidupan sehari-hari.
Sang tokoh selama cerita film akan diterpa banyak masalah-masalah remaja, yang kemudian di akhir cerita, hal-hal itu membuat sang tokoh 'berkembang'. Singkat kata, ada pertumbuhan yang terjadi pada tokoh utama.
Nah, buat kalian-kalian dari gen-z yang sedang mencari film coming of age terbaik, yang kental permasalahan-permasalahan remaja, berikut ada beberapa rekomendasi yang bisa dipilih.
Mulai dari film coming of age jadul, sampai yang terbaru. Yuk, dicek!
1. The Breakfast Club (1985)
Dimulai dari yang jadul. Salah satu yang terkenal dan terbaik dari genre film coming of age adalah The Breakfast Club (1985).
Film berdurasi 97 menit ini disutradarai, diproduseri, dan ditulis oleh John Hughes. Dengan budget US$1 juta dolar, film ini berhasil meraih pendapatan sekitar US$51 juta dolar.
Perlu diketahui bahwa film ini memiliki premis cerita yang sangat sederhana. Diceritakan bahwa lima orang anak SMA dipertemukan dalam satu ruang hukuman.
Kelima murid itu mempunyai sifat yang berbeda-beda. Ada yang nerd, atlit gulat, anak bermasalah, seorang introvert yang dinilai weird, dan gadis populer. Pertemuan kelimanya menghasilkan banyak interaksi dan obrolan khas remaja.
Mulai dari obrolan tentang orangtua, sistem sekolah, kehidupan sosial yang terlalu menghakimi, sampai pertanyaan apa mereka nanti saat bertemu lagi akan saling kenal dan menyapa, atau langsung saling melupakan.
Pada 2016, The Breakfast Club (1985) masuk ke dalam daftar film yang dianggap “culturally, historically, and aesthetically significant”. Perlu diketahui bahwa daftar ini hanya diisi oleh film-film yang berhasil meninggalkan jejaknya di budaya Amerika.
Advertisement
2. Ferris Bueller’s Day Off (1986)
Karya John Hughes lainnya yang terkenal, Ferris Bueller’s Day Off (1986). Film berdurasi 103 menit ini juga tidak kalah dibanding film The Breakfast Club (1975) sebelumnya.
Ferris Bueller’s Day Off (1986) juga memiliki premis yang sangat sederhana. Diceritakan bahwa seorang anak SMA bernama Ferris Bueller pura-pura sakit agar tidak masuk sekolah.
Saat tipuan itu berhasil menipu kedua orangtuanya, Ferris menelepon pacarnya dan salah satu sahabatnya untuk menemaninya pergi berjalan-jalan.
Walau terlihat menyenangkan, salah satu tokoh di film ini menampikan permasalahan kesehatan mental, seperti depresi, anxious, dan bahkan upaya bunuh diri. Salah satu penyebab tokoh itu melakukannya adalah kekesalan terhadap kedua orangtuanya, terlebih sang ayah.
Pada tahun 2014, Ferris Bueller’s Day Off (1986) juga mendapat pengakuan “culturally, historically, and aesthetically significant”.
3. Stand by Me (1986)
Stand by Me (1986) adalah film berdurasi 89 menit garapan Rob Reiner. Perlu diketahui bahwa film ini diadaptasi dari The Body karangan Stephen King.
Stand by Me (1986) bercerita mengenai 4 orang sahabat yang berusia 12 tahun. Mereka pergi bersama-sama untuk mencari dan melihat sebuah jasad dari seorang anak laki-laki yang diduga tewas akibat tertabrak kereta.
Perjalanan ini memberikan mereka arti baru dari persahabatan dan kedewasaan. Terlebih di waktu-waktu yang membingungkan, saat mereka dihantui pertanyaan apa nanti setelah berpisah akan tetap bertemu dan menjadi teman atau tidak.
Selama perjalanan, kita juga diperlihatkan masalah yang meliputi masing-masing sahabat itu. Ada yang ditunggangi ekpektasi orangtua, ada yang memiliki keluarga bermasalah, ada yang memiliki ayah gila, dan ada juga yang selalu dilihat bodoh serta diremehkan.
Stand by Me (1986) menjadi salah satu film coming of age yang wajib untuk ditonton. Film ini bahkan mendapatkan nominasi Oscar untuk Best Adapted Screenplay.
“We’d only been gone for two days but somehow the town seemed different, smaller.”
Advertisement
4. The Perks of Being a Wallflower (2012)
The Perks of Being a Wallflower (2012) digarap oleh Stephen Chbosky. Ini merupakan salah satu kasus langka di mana penulis novel merangkap menjadi sutradara untuk adaptasi filmnya sendiri.
The Perks of Being a Wallflower (2012) bercerita mengenai seorang remaja bernama Charlie yang baru memasuki SMA.
Selama film berlangsung kita akan disajikan bagimana Charlie mendapatkan teman, cinta pertamanya, menghadapi masalah mentalnya, serta rahasia kelam yang menimpa dirinya.
Perlu diketahui bahwa Charlie sebelumnya memiliki seorang sahabat, namun telah meninggal akibat bunuh diri. Bibinya, Helen, yang meninggal akibat kecelakaan, saat hidup juga kerap melalukan upaya bunuh diri.
Charlie sering menganggap dirinya sebagai penyebab utama kematian bibi Helen. Hal ini yang kadang memicu kondisi Charlie menjadi buruk.
Selain masalah Charlie, kita juga disajikan masalah tokoh-tokoh lainnya. Seperti kurangnya rasa percaya diri dan self-respect, serta masalah orientasi seksual yang di zaman itu masih harus disembunyikan.
The Perks of Being a Wallflower (2012) dibintangi nama-nama besar Hollywood. Sebut saja ada Logan Lerman, Emma Watson, Ezra Miller, dan juga Paul Rudd. Semua nama-nama itu memberikan performa terbaik mereka di film berdurasi sekitar 103 menit ini.
5. Lady Bird (2017)
Lady Bird (2017) merupakan debut direktor Greta Gerwig, yang sebelumnya lebih terkenal sebagai aktris. Film ini dibintangi Saoirse Ronan dan Timothée Chalamet.
Lady Bird (2017) bercerita mengenai seorang wanita remaja bernama Christina McPherson, yang lebih suka dipanggil Lady Bird. Film ini menampikan hubungan Lady Bird dengan orang-orang di sekitarnya, terutama sang ibu.
Lady Bird kerap dinilai sebagai remaja pemberontak dan egois.
Di Oscar, debut Greta Gerwig ini terbilang sangat sukses dengan dirinya mendapatkan nominasi Best Director dan Best Original Screenplay. Lady Bird (2017) bahkan berhasil masuk dalam nominasi Best Picture di tahun itu.
Untuk para pemeran, tokoh ibu dan anak yang memiliki hubungan dinamis, kadang saling bermusuhan, kadang kompak, juga mendapatkan nominasi. Best Actress untuk Saoirse Ronan dan Best Suporting Actress untuk Laurie Metcalf.
Advertisement
6. Booksmart (2019)
Sama seperti sebelumnya, Booksmart (2019) merupakan debut direktor Olivia Wilde yang sebelumnya lebih terkenal sebagai seorang aktris. Olivia Wilde sendiri baru saja merilis film keduanya yang dibintangi Florence Pugh dan Harry Styles, bertajuk Don’t Worry Darling.
Booksmart (2019) bercerita mengenai dua remaja wanita. Selama masa SMA, mereka tidak pernah bertindak liar seperti remaja-remaja lainnya. Mereka merasa "sukses" melewati masa remaja.
Namun, semua kesenangan itu buyar saat tahu bahwa teman-teman mereka yang hidup liar ala remaja juga bisa sukses. Maka dari itu, sehari sebelum kelulusan, mereka memutuskan datang ke pesta untuk ikut menggila.
Film ini memiliki alur cepat dan dinilai sangat lucu. Berbeda dibanding film-film sebelumnya yang bersetting jadul, Booksmart (2019) terjadi sangat kini. Terasa sangat modern. Masalah remaja saat ini digambarkan dengan tepat, seperti misalnya adalah cinta sesama jenis.
Film ini berhasil dalam membangun unsur inklusif, tanpa ada rasa paksaan sama sekali.