Liputan6.com, Jakarta - Keputusan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi lagi setelah Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi sebuah pilihan.
Pasalnya, sejumlah orang kerap kali memilih untuk langsung bekerja setelah berhasil menyelesaikan program wajib belajar selama 12 tahun.
Baca Juga
Generasi Z atau Gen Z menjadi penerus bangsa yang ikut berkarya demi memajukan Indonesia di masa mendatang.
Advertisement
Masa transisi memasuki dunia kuliah, menyebabkan mereka harus memilih dimanakah perguruan tinggi atau kampus selanjutnya yang akan ia pilih.
Ada yang rela merantau atas dasar keinginannya sendiri demi meraih cita-cita melalui perguruan tinggi yang berada jauh dari domisilinya. Lalu ada pula yang melanjutkan studi di luar kota atas arahan dari orang tuanya.
Berbagai macam alasan mengapa mereka memilih untuk merantau, salah satunya ingin mendapatkan pengalaman baru saat duduk di bangku perkuliahan.
"Dari awal emang pengen merantau, mau ngerasain pengalaman baru aja tinggal sendiri," ungkap Andhiet (21) seorang mahasiswa semester 7 Ilmu Komunikasi di Universitas Jenderal Soedirman kepada Liputan6.com, Senin (24/10/22).
Berbeda dengan Andhiet, Aiko (20) yang merupakan mahasiswi asal Universitas Sriwijaya mengatakan, merantau adalah pilihan orangtuanya.
"Kuliah ngerantau gini emang keinginan dari orang tua," tutur Aiko.
Lain dengan Andhiet dan Aiko, Alifia Azzahra (20) memiliki alasan untuk merantau karena ingin mencari suasana baru dan belajar untuk bisa hidup lebih mandiri.
"Kemauan sendiri sih, biar bisa nyari suasana baru aja sama explore tempat baru dan biar bisa mandiri aja," kata Alifia.
Culture Shock saat Merantau Jauh dari Orang Tua
Culture shock adalah keadaan kaget dan tertekan yang dirasakan seseorang ketika dihadapkan dengan lingkungan budaya baru yang belum pernah ia temui sebelumnya.
Memilih untuk merantau demi melanjutkan studi di Universitas yang telah diimpikan membuat mereka jauh dari orang tua.
Hal ini menyebabkan mereka terpaksa untuk menyewa tempat tinggal sementara, seperti kos.
"Gue ngekos sih kalo ngerantau gini," kata Kandi mahasiswa Ilmu Komunikasi asal Universitas Jenderal Soedirman.
Melalui wawancara ini, Kandi menjelaskan adanya perbedaan yang ditemukan saat merantau dalam aspek konsumsi.
Dirinya memilih untuk membeli makanan, karena di tempat merantau harga jauh lebih murah dibanding kota asalnya, yaitu Tangerang.
Sama halnya dengan Kandi, Andhiet (21) mengatakan biaya hidup, mulai dari makanan hingga kebutuhan lainnya lebih murah di Purwokerto dibanding Jakarta.
"Yang paling kerasa tuh biaya hidup yang murah sih, disini bisa hedon, soalnya di Jakarta kan mahal ya, walaupun harus ngirit juga sih di akhir bulan," ungkap Andhiet.
Advertisement
Perbedaan Kultur Berdasarkan Gaya Bicara
Di samping itu, adapun perbedaan kultur yang dirasakan para Gen Z saat merantau, seperti gaya bicara, dan bahasa daerah yang digunakan jauh berbeda dengan kebiasaan yang dirasakan sebelum merantau.
"Kaget banget, masa cowo-cowo disini ngomongnya aku kamu, jadi shock berat pas dengernya," ungkap Alifia yang merupakan mahasiwi Teknik Telekomunikasi di Universitas Telkom, Bandung.
"Yang bikin rada shock itu karena pake bahasa Jawa ngapak, hahahaha," kata Kandi.
Berbeda dengan keduanya, Aiko mahasiswi Teknik Kimia di Universitas Sriwijaya mengungkap perbedaan gaya pertemanan di daerah Sumatera, khususnya Palembang.
Dirinya merasa ada perbedaan karena pertemanan lebih menyatu meskipun dirinya adalah seorang perantau.
"Gua ngerasain banget bedanya, kalo dibandingin sama kampus temen-temen gua di luar Sumatera yang individualis, tapi disini gak sama sekali. Beda," tegas Aiko.
Melewati Masa Homesick saat Merantau Jauh
Homesick diartikan sebagai keadaan seseorang yang tengah merindukan suasana rumahnya. Bukan hanya rumah yang ditempati, namun keadaan dan seisinya, terlebih keluarga terkasih.
Berada jauh dari lingkungan tempat tinggal dan orangtua membuat Gen Z merasakan homesick. Apalagi, saat pertama kali merantau untuk melanjutkan studinya di Universitas yang telah mereka pilih.
Sebagian menyatakan hanya merasakan homesick pada semester awal saja yang merupakan tahap adaptasi dengan lingkungan baru.
"Pernah sih homesick pas semester 1 doang sih," kata Kandi.
Memiliki pengalaman yang sama dengan Kandi, Amanda (21) mahasiswi DKV di Universitas Telkom, Bandung ikut membagikan pengalamannya lewat wawancara kali ini (24/10/2022).
"Pernah ih, gue baru 3 hari doang di kos udah pengen banget balik lagi ke rumah," ungkapnya.
Sempat merindukan rumah, Andhiet (21) tetap menikmati masa merantaunya karena sudah terbiasa berada di lingkungan sekitar kampusnya, yaitu daerah Purwokerto.
Ia pun merasa cukup akrab dengan lingkungan disana, karena kedua orang tuanya berasal dari Purwokerto sebelum akhirnya memutuskan untuk pindah ke Jakarta.
"Homesick sih kadang-kadang, cuma yaa tetep enjoy aja," kata Andhiet.
"Oh iya, walaupun sempet homesick, kalo ngebahas culture shock lagi sih sebenernya gak begitu terlalu, karena orang tua dua-duanya asal Purwokerto, jadi tiap lebaran udah sering kesana," tambah Andhiet menjelaskan perihal culture shock.
Advertisement