Liputan6.com, Jakarta - Seseorang yang mengalami burnout mungkin tidak menyadari apa yang dialaminya, hingga kondisi semakin memburuk melewati batas sangat lelah untuk melakukan aktivitas.
Hal ini biasanya terjadi pada orang yang merasa sulit berhenti sejenak dari pekerjaan atau kesibukan lainnya.
Baca Juga
Burnout adalah konstruksi yang menarik karena beresonansi pada tingkat intuitif, mengarahkan kita menjauh dari diri kita sendiri ke faktor eksternal.
Advertisement
Mengutip dari Psych Central, Selasa (1/1/2022), burnout pertama kali dijelaskan oleh Herbert Freudenberger pada 1970-an, dan dikembangkan menjadi peringkat standar pada awal tahun 1980-an oleh Maslach dan rekannya, burnout mencakup tiga faktor inti dalam bentuk aslinya yakni, kelelahan emosional, depersonalisasi, dan hilangnya rasa pencapaian profesional.
Burnout cocok dengan orientasi kesehatan, dengan keuntungan dari stigma samping dengan menghindari patologisasi. Sejalan dengan hal ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui burnout sebagai sindrom tersendiri, meskipun bukan diagnosis medis, yang berasal dari "masalah yang terkait dengan pekerjaan atau pengangguran."
Oleh karena itu, secara eksklusif terkait dengan pekerjaan, meskipun burnout juga berguna untuk memahami ketegangan dalam situasi seperti mengasuh anak dan merawat orang yang dicintai yang sedang sakit.
Secara garis besar, burnout atau sindrom burnout adalah kelelahan emosional, mental, dan fisik yang berasal dari paparan jangka panjang terhadap:
- Stressituasi yang menuntut secara emosional
- Bekerja terlalu keras
- Terlalu keras memaksakan diri tanpa menjaga diri sendiri dan menghormati kebutuhan Anda
"Burnout memiliki dampak negatif pada kesehatan fisik dan kesehatan mental Anda," kata terapis di New Jersey, Aisha R. Shabazz, seorang pekerja sosial klinis berlisensi.
"Jenis burnout yang paling sering terjadi adalah burnout karier," tambahnya. Tetapi sebuah studi pada 2020, mencatat bahwa kelalaian orang tua yang berkaitan dengan pengasuhan anak, juga mungkin terjadi.
Perbedaan Burnout dan Depresi
Burnout sering kali disebabkan oleh stres yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini umumnya terkait dengan pekerjaan, meskipun beberapa orang berpikir bahwa burnout dapat terjadi karena situasi di luar pekerjaan, seperti tanggung jawab pengasuhan, atau hubungan keluarga yang lebih luas.
Ini sering kali merupakan proses bertahap dan faktor risiko untuk mengalami burnout dapat mencakup hal-hal seperti kelelahan karena kasih sayang, kurangnya pengakuan dan penghargaan, bekerja dalam waktu yang lama tanpa istirahat, tekanan dalam jumlah besar, ekspektasi yang tidak masuk akal, beban kerja yang tidak dapat dikelola, kurangnya kontrol, kurangnya pilihan, dan kurangnya otonomi.
Sedangkan depresi biasanya tidak disebabkan oleh satu keadaan atau peristiwa. Sering kali, beberapa hal yang berbeda akan menjadi penyebabnya. Kadang-kadang kita tidak dapat menunjukkan sesuatu yang spesifik sama sekali.
Beberapa hal yang dapat berkontribusi pada depresi termasuk peristiwa traumatis, kondisi medis, keadaan keluarga, pengobatan, budaya, genetika, memiliki anak, dan riwayat keluarga.
Advertisement
Perbedaan Gejala Burnout dan Depresi
Gejala yang dirasakan pada burnout dapat menyebabkan kita merasa negatif terhadap situasi tertentu, sedangkan depresi dapat membuat kita merasa negatif terhadap banyak hal yang berbeda sekaligus.
Pengidap burnout dapat menyebabkan kita kehilangan kepercayaan diri dalam beberapa kemampuan kita, dibandingkan dengan depresi yang dapat menyebabkan kita kehilangan kepercayaan diri dalam kemampuan kita untuk melakukan apa pun.
Burnout mungkin berarti bahwa kita berpikir kita telah gagal dalam 'hal' tertentu. Tetapi depresi dapat menyebabkan kita merasa seolah-olah kita telah gagal sebagai pribadi dan gagal dalam hidup.
Gejala-gejala keduanya bisa serupa, tetapi akar dari penyebabnyalah yang membedakan, dan dengan demikian cara untuk mengelolanya pun bisa berbeda.
Cara Atasi Burnout
Sebuah studi pada 2020 yang dilakukan di antara para perawat menunjukkan bahwa pelatihan mindfulness dapat mengurangi beban emosional dan tingkat burnout.
Strategi-strategi lain ini juga dapat membantu seperti:
- Mengatur jam tidur
- Makan makanan yang seimbang
- Meluangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kita sukai
- Berhubungan kembali dengan keluarga dan teman
- Bersenang-senang
- Meluangkan waktu untuk diam dan tenang, seperti melakukan yoga, meditasi, membuat jurnal, mindfulness, atau aktivitas reflektif lainnya
- Memperhatikan konsumsi alkohol kita dan mengendalikannya kembali jika diperlukan
- Berlatih mengendalikan diri
Bila hal tersebut tidak membuat diri Anda lebih baik, cobalah untuk berkonsultasi dengan dokter.
Advertisement