Liputan6.com, Jakarta- Indonesia akan menyelenggarakan acara puncak Presidensi KTT G20 di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang.
Meskipun puncak acara G20 diadakan di Bali, side event-nya diadakan di berbagai kota di Indonesia, seperti Solo, Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan lainnya.
Baca Juga
Puncak acara KTT G20 di Bali juga menjadi momen untuk memperkenalkan Indonesia di kancah Internasional. Pasalnya, 20 negara yang menguasai 80 persen ekonomi dunia, akan memfokuskan aktivitasnya di Indonesia di akhir 2022 ini untuk perhelatan G20.
Advertisement
Kabarnya, demi mendukung acara ini, Indonesia menggelontorkan dana hingga triliunan Rupiah.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2021 Tentang Percepatan Pelaksanaan pembangunan Infrastruktur Untuk Penyelenggaraaan Acara Internasional. Indonesia menyiapkan dana sebesar Rp 2,74 triliun untuk bersolek.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Dirjen IKP Kemenkominfo) Usman Kasong mengungkapkan aktivitas sepanjang tahun ini sangat penting dan berdampak besar bagi Indonesia.
"Ada 300-400 side event G20 yang dilaksanakan di 25 kota di Indonesia. G20 akan menentukan wajah dunia seperti apa di masa depan. Maka dari itu, berbagai komponen masyarakat di Indonesia maupun dunia dilibatkan,” ungkap Usman dalam acara live streaming Gen Z dan G20 di Liputan6.com, Rabu (2/11/2022).
Adapun M20, Y20, W20, U20 juga C20 sebagai event tambahan G20, agar G20 berjalan inklusif dan ramah bagi Generasi Z atau Gen Z sebagai generasi penerus.
Y20 contohnya, sebagai salah satu acara yang mendorong generasi muda di dunia dan Indonesia untuk menjadi entrepreneur.
"Untuk menjadi negara maju, kita membutuhkan semakin banyak pengusaha. Anak muda sekarang (Gen Z) juga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi pengusaha daripada generasi sebelumnya," ucap Usman.
Hal tersebut tentu sejalan dengan G20 2022 yang berfokus dalam menyelesaikan isu-isu ekonomi dunia.
Namun, beberapa pertanyaan dan kekhawatiran muncul selama berjalannya G20.
Akankah dana yang Indonesia gelontorkan benar-benar bermanfaat untuk Indonesia?
Lalu, di tengah konflik geopolitik Internasional, khususnya yang terjadi pada Rusia, akankah memengaruhi keputusan-keputusan G20? Dan, akankah G20 tetap menghasilkan keputusan yang inklusif?
Bagaimana Indonesia Dapat Bergabung?
Didirikan pada 1999, Indonesia menjadi satu-satunya negara di ASEAN yang masuk dalam G20.
"Jadi, yang masuk anggota G20 itu tidak mendaftar. Tetapi, dilihat dari skala ekonomi negara tersebut. Jika skala ekonminya tidak masuk, maka tidak bisa menjadi aggota," ujar Usman.
Karena Indonesia dinilai sebagai negara dengan ukuran perekonomian yang besar, otomatis Indonesia menjadi anggota G20 di antara 19 negara lain dan Uni Eropa.
“Bahkan, kini Indonesia ekonominya jadi nomor 7 dari 10 negara. Sudah melewati Inggris dari yang tadinya di bawah Inggris,” tambah Usman.
Dengan menjadi salah satu negara G20, Indonesia bisa berkontribusi bagi dunia lebih besar lagi. Khususnya, dalam kemajuan ekonomi, atau bahkan, lebih luas dari ekonomi.
Dengan tema Recover Together Recover Stronger, sebagai tuan rumah, Indonesia mengajak semua negara di dunia untuk bersama-sama bangkit dari keterpurukan ekonomi serta kesehatan.
Satu isu yang menjadi fokus juga adalah transformasi digital dan ketimpangan dunia.
G20 tahun ini misalnya, negara-negara G20 berhasil kumpulkan dana Rp 1.094 triliun untuk dukung pemulihan negara-negara dari pandemi.
Pertemuan ketiga menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) menginisiasi pengumpulan sukarela hak penarikan khusus (SDR) ke Dana Moneter Internasional (IMF).
SDR tersebut berbentuk aset cadangan mata uang asing pelengkap yang ditetapkan IMF pada 1969. IMF dapat berfungsi sebagai pelengkap cadangan mata uang para negara anggota IMF.
Advertisement
Gelontorkan Dana Triliunan Rupiah
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR Basuki Hadimuljono mengalokasikan dana Rp505,9 miliar untuk Persiapan Presidensi Indonesia dalam KTT G20 di Bali 2022.
Persiapan tersebut meliputi penataan beberapa kawasan di Bali yang menjunjung green economy kepada semua kepala negara peserta KTT G20.
Tidak sampai disitu, pelaksanaan KTT di Bali akan mengedepankan penggunaan kendaraan listrik. Tidak hanya untuk tamu negara, pengawalan yang akan dilakukan pihak kepolisian juga tak lepas dari pemakaian mobil dan motor ramah lingkungan.
Polri sudah menyiapkan 88 mobil listrik dan 94 motor listrik pada pengamanan pengawalan KTT G20 di Bali.
Berdasarkan laporan di laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik milik Polri, diketahui bahwa untuk motor listrik disediakan anggaran sebesar Rp 83.325.704.000 yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN 2022.
Sedangkan untuk mobil listrik, disiapkan dana sebesar Rp 66.822.360.000 yang dananya juga didapat dari APBN 2022.
Untuk diketahui, mobil listrik yang akan digunakan sebagai pengamanan KTT G20 adalah Hyundai Ioniq hatchback, yang dijual Rp 682 juta on the road (OTR) DKI Jakarta.
Apa Untungnya Untuk Indonesia?
“Penambahan PDB akan menggerakan ekonomi sekitar 7 triliun lebih dari belanja negara. Dari APBN. untuk apa? Untuk belanja kelengkapan G20,” ujar Usman.
Usman juga menjelaskan bahwa jumlah tersebut dapat menjadi nilai tambah bagi Indonesia.
Selain itu, G20 juga dapat menjadi sarana peluang investasi di Indonesia.
“Memang, manfaatnya tidak instan dan baru dapat dirasakan di tahun-tahun yang akan datang. Presiden sendiri bilang, jangan sampai G20 hanya menghasilkan konsep-konsep di atas kertas. Masyarakat harus bisa merasakan manfaatnya,” tambah Usman.
Usman juga menjelaskan bahwa kedatangan pemimpin-pemimpin dunia ke Indonesia juga bisa menghidupkan kembali industri-industri pekerjaan yang asalnya mati seperti airlines, hotel, serta pariwisata.
Belum lagi, jika mereka datang ke Bali, sebagai kota wisata, mungkin saja mereka tertarik untuk menjadikan Bali destinasi wisata.
Selain itu, hotel-hotel di sekitaran tempat penyelenggaraan.
“Roda perekonomian bergerak cepat. Jika ada yang bicara ‘lagi susah, kok malah kasih ongkos negara-negara lain’. Sebenarnya, mereka membayar semuanya sendiri,” kata Usman.
Advertisement
Akankah Tetap Inklusif di Tengah Konflik Geopolitik?
Setelah krisis pasca pandemi, dunia kini dilanda krisis energi sebagai akibat dari perang antara Rusia dan Ukraina.
Sebagai negara dengan politik bebas aktif, Indonesia memberikan tempat untuk Rusia dan Ukraina datang ke G20. Meskipun, Ukraina bukan salah satu anggota G20.
Namun, yang menjadi perhatian adalah Rusia yang tidak didukung Uni Eropa dan beberapa negara lain yang berpihak pada Ukraina. Akankah hal tersebut memengaruhi pengambilan keputusan di G20 nanti? Meskipun mungkin kedua negara belum dipastikan akan hadir di Bali.
Politik bebas aktif Indonesia dimanfaatkan Jokowi dengan membuat kebijakan perizinan impor dan ekspor barang-barang kebutuhan dunia seperti gandum dari Ukraina. Serta bahan bakar minyak atau gas dari Rusia. Tapi sayangnya, Rusia menarik diri dari perjanjian.
Jokowi memiliki hubungan yang sangat baik dan ‘manis’ dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Presiden Jokowi menunjukan leadershipnya dengan menghasilkan kebijakan inklusif akan ekspor impor dunia untuk keluar dari krisis pangan,” kata Usman.
Hal tersebut sebagai respon dari apa yang terjadi di dunia saat ini.
Walaupun pembahasan G20 terfokus di ekonomi, tentunya konflik geopolitik berperan besar dalam berbagai keputusan ekonomi setiap negara.
“Siapa tau, dengan G20, kita dapat menyampaikan pada kedua negara untuk damai. Karena, perang menyusahkan dan merepotkan ekonomi. Balik lagi, dunia itu tujuannya kesejahteraan yang berakar dari ekonomi,” ujar Usman.
Jadi, inklusivitas dalam pengambilan keputusan di KTT G20 masih tetap dijunjung tinggi. Semoga saja, puncak G20 pada 15 dan 16 November masih berada di koridor tersebut tanpa terpengaruh oleh konflik geopolitik yang terjadi saat ini.