Liputan6.com, Jakarta Musik adalah salah satu hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di seluruh dunia. Ya, kamu tentu setuju bahwa kita tidak bisa lepas dari musik. Pasalnya musik selalu hadir di mana-mana di keseharian kita.
Baca Juga
Advertisement
Musik sendiri sangat disukai oleh orang-orang. Mulai dari kakek-nenek, ayah-ibu, remaja, hingga anak-anak. Semua orang pasti memiliki musik favorit masing-masing yang hampir setiap hari diputar untuk didengarkan berulang-ulang.
Dilansir Psychology Spot, Senin (14/11/2022), penelitian yang dilakukan di Universitas Michigan menyebut bahwa rata-rata pengulangan lagu favorit setiap orang itu bisa lebih dari 300 kali. Bahkan angka ini bisa bertambah lagi saat lagu yang didengar memiliki hubungan emosional yang khusus dengan orag yang mendengarkan.
Diketahui juga bahwa karakteristik lagu itu sangat penting. Alasan kenapa orang-orang bisa jatuh cinta dengan suatu lagu disebabkan karena melodi, ritme, dan lirik lagu yang terkandung di lagu tersebut. Namun, tingkat kebahagiaan atau kepuasan yang ditimbulkan oleh sebuah lagu secara langsung terkait dengan ritmenya.
Namun tahukah kamu, ternyata musik juga tidak bisa dilepaskan dari sosok hewan pengerat bernama tikus? Fakta ini pertama kali didapatkan oleh para peneliti di Universitas Tokyo, yang kemudian diterbitkan di jurnal Science Advances pada hari Jumat lalu (11/11/2022).
Dilansir New York Post, tikus juga menemukan ketukan ritme lagu sebagai sesuatu yang tak tertahankan. Hal ini menunjukkan bagaimana mereka secara naluriah bergerak mengikuti musik. Perlu diketahui bahwa sebelumnya hal semacam diduga hanya dimiliki oleh manusia.
Mendengarkan Mozart
Dalam peneitian tersebut, 10 tikus dipasangi akselerometer miniatur nirkabel untuk mengukur gerakan kepala yang terjadi sekecil apapun. Para peneliti kemudian akan memainkan cuplikan satu menit dari beberapa lagu terkenal. Ada lagu Born This Way milik Lady Gaga, Another One Bites the Dust milik band terkenal Queen, Sugar milik Maroon 5, Beat It milik Michael Jackson, dan Sonata for Two Pianos in D Major milik Mozart.
Selain itu, dua puluh sukarelawan manusia juga ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Untuk musik Sonata for Two Pianos in D Major milik Mozart misanya, musik tersebut akan dimainkan dengan empat tempo yang berbeda, yakni 75 persen, 100 persen, 200 persen, dan 400 persen dari kecepatan tempo aslinya.
Hasil menunjukkan bahwa tikus dan manusia yang terlibat penelitian ini memiliki sinkronisitas ketukan yang sama ketika musik berada di kisaran 120-140 ketukan per menit (bpm).
Advertisement
Tikus Juga Menyentakkan Kepala
Dalam penelitian tersebut, didapati bahwa bahwa tikus lebih menyukai detak mendekati 120 detak per menit, mirip dengan manusia. Lalu, didapati juga bahwa tikus dan manusia menyentakkan kepala mereka mengikuti irama musik dalam ritme yang sama, dan bahwa tingkat menyentak kepala semakin menurun seiring dengan semakin dipercepatnya musik.
Penelitian ini tentu merupakan kemajuan, mengingat ini adalah salah satu dari pertama kalinya diadakan penelitian yang berkaitan dengan fenomena musik dan hewan tersebut. Selanjutnya, Professor Hirokazu Takahashi dari Universitas Tokyo yang terlibat dalam penelitan itu juga ingin mengetahui hubungan melodi dan harmoni dengan dinamika otak.
"Saya percaya bahwa pertanyaan ini adalah kunci untuk memahami cara kerja otak dan mengembangkan AI (kecerdasan buatan) generasi berikutnya. Selain itu, sebagai seorang insinyur, saya tertarik menggunakan musik untuk kehidupan yang bahagia.” ucap Professor Hirokazu Takahashi.
Tikus untuk Gempa Bumi
Sebelumnya, tikus juga digunakan untuk kepentingan lain, loh. Tidak tanggung-tanggung, kali ini tikus dilatih untuk penyelamatan korban gempa bumi, banjir, hingga angin puting beliung.
Biasanya dalam bencana-bencana seperti yang disebutan sebelumnya, banyak bangunan yang akan rusak dan menimpa orang-orang. Bagi korban yang tertimpa bangunan dan masih selamat, nantinya mereka akan mendapatkan bantuan pertama dari tikus.
Dilansir CNN, projek yang diprakarsai oleh perusahaan Belgia, APOPO, sedang melatih tikus dengan ransel kecil berteknologi tinggi untuk membantu mencari korban selamat di antara puing-puing zona bencana.
“Tikus biasanya sangat ingin tahu dan suka menjelajah dan itu adalah kunci untuk pencarian dan penyelamatan,” ucap Donna Kean, ilmuwan penelitian perilaku dan pemimpin proyek tersebut. Lalu, ukuran kecil dan indra penciuman yang sangat baik juga membuat tikus sempurna dalam melakukan tugas ini.
Advertisement