Sukses

7 Potret Sejarah Kelam Kekerasan Seksual di Tiap Peradaban, Keji dan Biadab

Potret tentang kekerasan seksual yang mengubah sejarah hingga kini

Liputan6.com, Jakarta - Insiden kekerasan seksual merupakan bagian hitam dari kehidupan manusia hingga hari ini.

Hampir setiap hari, berbagai thread di Twitter bermunculan karena kasus kekerasan seksual yang menimpa orang, khususnya wanita, anak kecil, serta remaja. 

Norma-norma budaya seperti maskulinitas, hak seksual laki-laki, hingga hal lainnya menjadi beberapa pendorong terjadinya keekrasan seksual dengan berbagai cara. 

Sebagai salah satu hal yang kini dipelajari, teori yang mendasari kekerasan seksual adalah lingkungan. Kondisi sosial seperti norma, budaya dan aturan. Serta sikap tentang seks dapat membentuk dan menyusun perilaku kekerasan seksual itu sendiri. 

Kombinasi berbagai nilai-nilai budaya berperan penting dalam terjadinya kekerasan seksual. 

Maka dari itu, kita perlu setidaknya sekali mengetahui sejarah terkait apa yang terjadi di masa lampau tentang kekerasan seksual.

Sepanjang sejarah peradaban, setiap manusia memiliki berbagai cara dalam mendokumentasikan kekerasan seksual. 

Dari tulisan-tulisan Yunani Kuno hingga Alkitab atau bahkan surat-surat para penjelajah, kekerasan seksual menjadi bagian kelam dari kisah peradaban manusia. Beberapa kejadian bahkan telah mengubah jalannya sejarah. 

Seperti hari ini dan beberapa cerita tentang kekerasan seksual lain dalam sejarah, umumnya, sejarah menceritakan laki-laki sebagai pelakunya. 

"Perempuan terhapus," kata Sharon Block, profesor sejarah di University of California, Irvine dan penulis Colonial Complexions: Race and Bodies in Eighteenth-Century America. 

"Pemerkosaan bersejarah yang berpengaruh adalah satu-satunya pemerkosaan di mana laki-laki melihat diri mereka sendiri hancur," kata Sharon.

Perang, terutama, telah dikaitkan dengan kekerasan seksual yang mengerikan. Dari pemerkosaan massal yang dilakukan oleh tentara Soviet saat mereka maju ke Jerman selama Perang Dunia II hingga kekerasan seksual di tengah genosida di Rwanda pada 1995. 

Faktanya, kekerasan seksual yang terjadi di mana-mana dalam perang membuat kejahatan tersebut menjadi kategori tersendiri.

Dengan pemahaman bahwa tidak ada satupun daftar yang komprehensif, mengutip History, di bawah ini adalah kekerasan seksual yang telah mempengaruhi sejarah dan tidak.

2 dari 8 halaman

1. The Rape of The Sabine Women

Sejarawan Romawi Livy, yang menulis selama abad pertama, menelusuri asal-usul Roma hingga pertengahan abad ke-8 SM, ketika suku pejuang menghadapi kekurangan wanita.  

"Pertumbuhan populasi adalah hal yang paling sulit dicapai di zaman kuno," kata Thomas Martin, penulis Ancient Rome: From Romulus to Justinian. 

Menurut Livy, pemimpin Romawi, Romulus, mengadakan festival keagamaan dan mengundang suku Sabine yang bertetangga.

Atas isyarat Romulus, orang Romawi menyerang dan membunuh para pria Sabine di festival tersebut dan membawa pergi para wanita. 

Dalam perang berdarah yang terjadi, para wanita Sabine menghentikan permusuhan, membuat sekutu dari suku-suku tersebut dan memungkinkan orang Romawi untuk melipatgandakan keturunannya.

Seperti halnya pemerkosaan Lucretia dan Virginia, keduanya diceritakan oleh Livy. 

3 dari 8 halaman

2. Boudicca’s Fight for Independence

Suku-suku Celtic adalah ancaman abadi di pihak Kekaisaran Romawi sejak mereka menginvasi Pulau Britania pada 45 M.

Iceni, suku Celtic di Anglia Timur, dipimpin oleh seorang raja bernama Prasutagus, yang menikah dengan Boudicca. Ketika Prasutagus meninggal, Roma mengklaim kerajaannya, karena penolakan Boudicca, ia dicambuk di depan umum dan dipaksa untuk menyaksikan putri-putrinya diperkosa oleh tentara Romawi. 

Boudicca kemudian mengumpulkan pasukan yang kuat dan memberontak melawan Romawi, yang akhirnya menjarah London (kemudian disebut Londinium). 

Sejarawan Romawi Cassius Dio menggambarkan bagaimana tentara Boudicca sendiri kemudian dengan kejam menyerang wanita Romawi di sana. 

Payudara mereka dipotong dan dimasukkan ke dalam mulut mereka, sehingga mereka tampak seperti sedang memakannya, kemudian tubuh mereka ditusuk memanjang di atas tiang-tiang tajam. 

Pemberontakan Boudicca akhirnya dihentikan oleh jenderal Romawi, Gaius Suetonius pada tahun 60 atau 61 Masehi.

4 dari 8 halaman

3. Columbus and Slavery

Ketika penjelajah Italia, Christopher Columbus melakukan pelayaran ke Karibia pada 1490-an, dia tidak hanya menemukan tanah baru, setidaknya salah satu anak buahnya akan mendokumentasikan pemerkosaan dan penyiksaannya sendiri terhadap seorang wanita pribumi. 

Michele de Cuneo, seorang teman bangsawan Columbus, menceritakan tentang seorang "wanita Carib" yang diberikan kepadanya oleh sang laksamana. Etika wanita itu melawan upaya serangan seksualnya, dia mencambuk wanita itu hingga tercapai sebuah kesepakatan. 

Setelah itu, Kapal Columbus akhirnya berlayar kembali ke Eropa, membawa lebih dari 1.000 orang yang diperbudak.

5 dari 8 halaman

4. A Baron's Quick Acquittal

6 dari 8 halaman

5. Mutiny on the Bounty and Pitcairn’s Dark Legacy

Pada April 1779, Fletcher Christian dan 18 pelaut setianya merebut sebuah kapal dari Kapten William Bligh dalam sebuah insiden yang menjadi terkenal dalam novel dan film, Mutiny on the Bounty.

Christian dan para pelautnya menetap di Kepulauan Pitcairn yang kecil di Pasifik Selatan, serta di Tahiti, di mana keturunan mereka masih tinggal. 

Pada 1999, tuduhan pemerkosaan dari seorang gadis berumur 15 tahun dilayangkan terhadap seorang pria yang lebih tua di pulau itu.

Persidangan mengungkapkan budaya pelecehan seksual terhadap anak-anak yang telah berlangsung selama beberapa generasi. 

Pada 2004, tujuh pria, yang terdiri dari sepertiga populasi pria di pulau itu, diadili karena pelanggaran seksual.

Persidangan ini diperumit oleh banyak faktor, termasuk keterpencilan pulau itu dan lemahnya sistem hukum.

Pada akhirnya, enam dari tujuh terdakwa dinyatakan bersalah dan tiga dipenjara, meskipun tidak ada yang menerima hukuman yang signifikan.

7 dari 8 halaman

6. ‘Incidents in the Life of a Slave Girl. Written by Herself.’

Mustahil untuk memperkirakan berapa jumlah wanita kulit hitam yang diperbudak, diserang, hingga diperkosa oleh koloni di Amerika Serikat sebelum Perang Saudara berakhir. 

Pada masa itu, yang jelas, kejadian seperti itu biasa terjadi dan tidak akan dianggap sebagai "penyerangan".

Pada 1662, badan pemerintahan Virginia, House of Burgesses, menetapkan aturan yang membahas anak-anak yang lahir dari wanita yang diperbudak di mana ayahnya mungkin seorang pria kulit putih. 

"Jika ibu (apa pun latar belakang rasnya, apakah Indian, Hitam, atau campuran) adalah budak, anak adalah budak-tidak peduli siapa ayahnya," kata Peter Wallenstein, penulis Cradle of America: A History of Virginia.

8 dari 8 halaman

7. The Pogrom of Kishinev

Pembunuhan 49 orang Yahudi di kota Kishinev di Kekaisaran Rusia pada 1903 juga meliputi pemerkosaan sejumlah wanita Yahudi. 

Dalam bukunya, Pogrom: Kishinev and the Tilt of History, Stephen J. Zipperstein, seorang profesor sejarah di Stanford, mencatat bahwa gambar-gambar, serta cerita dan puisi tentang pelanggaran di Kishinev beredar di seluruh dunia, termasuk Amerika. 

Kemarahan atas laporan Kishinev memotivasi orang-orang Yahudi Rusia untuk bergabung dengan aktivitas revolusioner melawan rezim Czarist dan memengaruhi migrasi ribuan orang Yahudi Eropa Timur menuju Barat dan Palestina.

Pada saat yang sama, pogrom tersebut meletakkan kerangka kerja untuk penderitaan yang akan dihadapi orang Yahudi Eropa 40 tahun kemudian selama Holocaust.