Sukses

4 Kontroversi Piala Dunia Qatar 2022, Soal LGBT hingga Pelarangan Minuman Keras

Penyelenggaraan Piala Dunia Qatar 2022 menyimpan banyak kontroversi

Liputan6.com, Qatar - Piala Dunia Qatar 2022 sudah dimulai per Minggu malam, 20 November 2022, waktu Indonesia. Bahkan pertandingan fase grup pun sudah dilakukan. Pada pertandingan pembuka, Qatar kalah dari Ekuador dengan skor 0-2.

Di balik kemegahan turnamen sepak bola terbesar sejagad ini tersimpan banyak kontroversi. Mulai dari LGBTQ yang ditentang oleh pemerintahan Qatar yang berlatar belakang negara muslim, sampai pelarangan menjual dan meminum minuman keras. Semua ini berlaku selama Piala Dunia 2022.

Dikutip dari livemint pada Senin, 21 November 2022, baru-baru Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 telah dikritik karena sikapnya terhadap hubungan sesama jenis, catatan hak asasi manusianya, dan perlakuannya terhadap pekerja migran. Dan, yang terbaru adalah larangan bir dan pakaian seksi. 

Berikut empat kontroversi Piala Dunia Qatar 2022 dikutip dari berbagai sumber pada Senin (21/11/2022).

1. Hukum LGBT

Dilansir livemin, LGBTQ adalah ilegal di Qatar karena dianggap tidak bermoral di bawah hukum Syariah Islam. Hukumannya termasuk denda, hukuman penjara hingga tujuh tahun, dan bahkan hukuman mati dengan cara dirajam.

Meskipun penyelenggara Piala Dunia Qatar dengan tegas menyatakan bahwa 'semua orang disambut baik', kepala eksekutif Qatar 2022, Nasser al Khater, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan mengubah undang-undangnya tentang homoseksualitas dan telah meminta pengunjung untuk menghormati budaya mereka.

Dikutip dari BBC, meski begitu Qatar akan menerima semua tamu tanpa diskriminasi gender walaupun di sana illegal. 

John Paul Kesseler, dari Birmingham Blaze, sebuah klub sepak bola LGBT, setuju terhadap penjelasan FIFA yang menyatakan 'sepak bola bukan untuk politik'.

"Bahwa politik seharusnya tidak menjadi bagian dari sepak bola, kesetaraan seharusnya tidak menjadi bagian dari sepak bola, adalah salah memahami cara dunia bekerja," katanya.

Dia mengatakan para pemain di klub 'marah' tentang Piala Dunia yang diadakan di Qatar, meskipun beberapa, termasuk bek sayap Jacob Leeks, masih berencana untuk menonton Piala Dunia Qatar.

2 dari 4 halaman

2. Perlakuan Buruk Atas Pekerja Migran

Qatar merupakan negara terkecil yang pernah menjadi tuah rumah Piala Dunia. Dengan luas hanya 4.471 mil persegi, Qatar lebih kecil dari negara bagian Connecticut sekitar 20 persen.

Sebagian besar negara ini merupakan dataran berpasir yang tandus, dan sebagian besar dari 2,8 juta penduduknya tinggal di daerah sekitar ibu kota Doha.

Dilansir npr.org, ketika memenangkan seleksi pada tahun 2010, Qatar kekurangan banyak stadion, hotel, dan jalan raya yang dibutuhkan untuk menggelar hajat Piala Dunia.

Untuk membangunnya, negara ini beralih ke populasi pekerja migran yang sangat besar, yang mencapai 90 persen atau lebih dari angkatan kerjanya. Sekitar 30.000 pekerja dari negara-negara seperti India, Bangladesh, Nepal dan Filipina telah membangun fasilitas untuk putaran final Piala Dunia. 

Kondisi kerja dan kehidupan para pekerja migran tersebut seringkali eksploitatif dan berbahaya. Investigasi tahun 2021 oleh Guardian menemukan bahwa lebih dari 6.500 pekerja migran dari lima negara Asia Selatan telah meninggal di Qatar sejak 2010 karena semua penyebab --- kecelakaan di tempat kerja, tabrakan mobil, bunuh diri, dan kematian karena penyebab lain, termasuk panas.

3 dari 4 halaman

3. Pelarangan Alkohol

Sudah sewajarnya fans dari sepak bola merayakan dengan minuman-minuman keras ketika timnas negaranya memenangkan sebuah pertandingan besar seperti Piala Dunia. Tapi bentuk dari kegiatan ini dilarang di negara Qatar. 

Dilansir dailymail.co.uk, Menenggak alkohol di tempat umum dilarang di bawah aturan ketat negara itu dan dapat mengakibatkan mereka yang tertangkap dipenjara selama enam bulan.

Tetapi hukuman lain yang telah dijatuhkan untuk orang-orang yang kedapatan minum minuman keras termasuk cambuk di depan umum. 

Namun, bos keamanan di Qatar memahami situasi dan akan mengambil pandangan yang lebih santai selama Piala Dunia. Polisi diharapkan 'menutup mata' terhadap sebagian besar pelanggaran selama Piala Dunia.

Tetapi para penggemar yang tertangkap basah terlibat dalam perkelahian atau merusak properti harus berharap untuk dihukum.

Para suporter didesak untuk menghindari pembelian minuman keras bebas bea karena impor alkohol adalah ilegal. Dan, siapa pun yang kedapatan membawanya ke dalam negeri akan disita dan bisa dipenjara.  

Alkohol biasanya hanya disajikan di restoran hotel dan bar yang memiliki lisensi di Qatar. Mengonsumsinya di tempat lain adalah ilegal.

4 dari 4 halaman

4. Peraturan dalam Berpakaian di Qatar

Dilansir dailymail.co.uk, Pengunjung Qatar didesak untuk berpakaian sopan. Situs pariwisata Qatar mengatakan pria dan wanita harus 'menunjukkan rasa hormat terhadap budaya lokal dengan menghindari pakaian yang terlalu terbuka di depan umum'.

Pengunjung diminta untuk menutupi bahu dan lutut mereka, dengan mereka yang kedapatan mengenakan celana pendek atau atasan tanpa lengan berpotensi diusir dari gedung-gedung pemerintah, pasar, dan kompleks perbelanjaan utama.

Ketika berada di depan umum, wanita Qatar diharapkan mengenakan abaya, yang merupakan jubah panjang berwarna gelap yang menutupi seluruh tubuh.

Namun, pengunjung asing tidak perlu mengenakan ini atau menutupi rambut mereka. Tetapi mereka diharapkan untuk menutupi bahu mereka dan mengenakan rok atau gaun yang jatuh di bawah lutut.

Â