Sukses

Bisa Ditiru, 4 Ide Inovatif Pengelolaan Sampah dari Berbagai Negara

Di negara-negara berikut ini, terdapat program untuk pengelolaan sampah yang inovatif.

Liputan6.com, Jakarta - Sampah menjadi masalah bagi beberapa negara. Barang yang tidak dipakai lagi ini akan terus menumpuk jika dibiarkan saja.

Maka dari itu, kita memerlukan pengelolaan sampah yang tepat dan efisien agar tidak menyebabkan masalah baru.

Rupanya, beberapa negara di berbagai belahan bumi memiliki cara unik mereka dalam mengelola sampah. Melansir NDTV, Rabu (23/11/2022), semakin banyak kita melihat negara-negara dengan program pengelolaan sampah yang sukses, semakin banyak kita melihat pendekatan yang segar dan out-of-the-box.

Berikut ini adalah solusi pengelolaan sampah paling inovatif dari 4 negara, yang mungkin dapat dicontoh negara lainnya.

 

1. Mesin Penukar Sampah dengan Hadiah (Kolombia)

Kota-kota di Kolombia menghasilkan sekitar 28.800 ton limbah padat per hari, dengan 10 ribu ton limbah ini dihasilkan oleh kota-kota utama Bogotá, Cali, Medellín, dan Barranquilla.

Untuk mengatasi masalah sampah yang serius, Kolombia muncul dengan ide ECOBOT, sebuah inisiatif daur ulang yang mempromosikan budaya daur ulang di seluruh negeri.

Bukan hanya dengan memberi tahu warganya tentang keutamaan daur ulang, tetapi dengan benar-benar memberi insentif dan memberikan imbalan untuk setiap barang daur ulang. ECOBOT pada dasarnya adalah mesin penjual otomatis timbal balik yang terletak di pusat perbelanjaan, institusi, serta ruang publik dan mendorong proses daur ulang botol bahan polietilena tereftalat (PET).

Cara kerja mesin ini yaitu setiap kali kamu menyetorkan botol plastik transparan (PET) atau tutupnya, kamu menerima kupon yang ditawarkan oleh perusahaan terkait yang disebut Ecopartners.

Dari kupon restoran, tiket bioskop hingga kupon belanja, mesin ini mencakup semuanya. Ada pun semua plastik yang dikumpulkan, mereka hanya dikirim ke pabrik daur ulang, bukan tempat pembuangan sampah.

2 dari 4 halaman

2. Tukar Sampah dengan Asuransi Kesehatan (Indonesia)

Di Indonesia sendiri, kota Malang menghasilkan lebih dari 55 ribu ton sampah setiap hari. Kota ini juga merupakan kota di mana mayoritas penduduknya tidak memiliki asuransi kesehatan.

Dr. Gamala Albinsaid, seorang pengusaha kesehatan dan CEO perusahaan kesehatan Indonesia Medika melihat ini sebagai peluang sosial yang sangat besar. Dia menciptakan Klinik Asuransi Sampah yang memungkinkan orang menukar sampah dengan layanan medis dan obat-obatan.

Program ini bertujuan untuk mengatasi kemiskinan dan sampah di Indonesia. Skema ini menginspirasi rumah tangga berpenghasilan rendah untuk mendaur ulang sampah mereka karena dengan melakukan hal itu mereka akan dapat membiayai asuransi mikro kesehatan mereka.

Klinik ini mengambil sampah dari masyarakat dan menjualnya ke pendaur ulang untuk didaur ulang. Uang yang terkumpul dari pendaur ulang kemudian digunakan untuk memberikan asuransi kesehatan dasar kepada masyarakat.

3 dari 4 halaman

3. Taman Hiburan dari Sampah (Uganda)

Seniman dan pencinta lingkungan Ruganzu Bruno telah menciptakan sebuah taman hiburan untuk anak-anak yang tinggal di daerah kumuh Kampala di Uganda. Namun, ini bukan taman hiburan biasa, tetapi dibangun sepenuhnya dari sampah.

Bruno pertama-tama mengumpulkan semua sampah yang dihasilkan oleh penduduk desa di sana dan kemudian, dengan bantuan mereka, mengolah kembali sampah tersebut untuk membuat ayunan dan papan permainan seukuran aslinya.

Tujuan sang seniman adalah membuat lebih dari 100 taman hiburan serupa di bagian lain Uganda.

4 dari 4 halaman

4. TPA Semakau (Singapura)

Kata TPA atau tempat pembuangan sampah langsung membawa kita pada gambaran gunung sampah yang bau, karena memang seperti itulah biasanya.

Namun, berbeda di TPA yang satu ini, di Singapura terdapat TPA yang terkenal, yakni Semakau Landfill. Ini merupakan pusat keanekaragaman hayati yang menjadi rumah bagi bakau yang tumbuh subur, terumbu karang yang kaya, serta rumah bagi burung-burung dan kehidupan laut. 

Semakau adalah TPA lepas pantai pertama di Singapura, dan kini menjadi satu-satunya TPA yang tersisa di negara kota ini.