Sukses

TikTok Jadi Alat Baru Politisi PDKT dengan Gen Z, Seberapa Besar Peluang Mereka?

TikTok menjadi salah satu platform yang dipolitisasi demi kepentingan politikus saat ini.

Liputan6.com, Jakarta- Salah satu platform yang tidak terlepas dari Gen Z saat ini adalah TikTok. Basis pengguna TikTok telah berkembang pesat selama periode lockdown, dengan 315 juta unduhan pada kuartal pertama tahun 2020. 

Sementara laporan terbaru dari We Are Social, hingga kuartal I/2022, TikTok telah memiliki 1,4 miliar pengguna aktif bulanan (monthly active users/MAU) yang berusia di atas 18 tahun secara global. Jumlah ini meningkat 15,34 persen dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang sebanyak 1,2 miliar pengguna. 

Indonesia sendiri memiliki sekitar 99,1 juta pengguna TikTok yang berusia 18 tahun ke atas pada kuartal I/2022 sehingga menjadikan Indonesia berada di urutan kedua dengan jumlah pengguna aktif yang rata-rata menghabiskan waktu di TikTok sebanyak 23,1 jam per bula.

Tidak sulit untuk melihat mengapa TikTok telah menemukan tempatnya sejak masa pandemi hingga kini. Konten-konten yang ramah dan tidak berat telah membuat para penggunanya tidak berhenti membukanya. 

Video TikTok biasanya dibuat di rumah, sehingga para kreator tidak dirugikan meskipun lingkungannya membosankan. Berbeda dengan platform seperti Instagram, yang menjadi tempat berbagi kemewahan, pengalaman, serta keindahan. 

Penggunaan utama TikTok adalah orang-orang yang suka menari tarian viral, komedi, dan demonstrasi bakat visual seperti meme riasan dan cosplay.

Namun, satu hal yang menjadi perhatian adalah kini TikTok mulai menjadi domain politisi yang mencoba menarik perhatian Gen Z sebagai pengguna TikTok. 

Aktivitas politisi menari-nari bahkan mencoba untuk menarik beberapa segmen terkuat Gen Z seperti Kpopers menjadi salah satu ciri bahwa aktivisme politik di TikTok kian meningkat. 

Para politisi tidak hanya dapat mengeksploitasi viralitas tetapi juga menemukan segmen pendukung baru dengan menggunakan lagu, audio, tarian, filter, atau bahkan beberapa tantangan yang viral. 

Interaksi tersebut mungkin dapat menjadi interaksi yang menyenangkan dan lucu. Tetapi, memiliki berbagai potensi baik itu kebaikan dan juga bahaya. Terlebih, kita sudah menuju tahun-tahun politik. 

 

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

2 dari 4 halaman

Aktivitas Politisi di TikTok

Anggota parlemen serta pejabat politik melihat berbagai potensi yang dimiliki TikTok dengan mencoba masuk ke dalamnya. Postingan keseharian mereka, video-video menari, hingga komedi-komedi yang menarik perhatian waganet merupakan contohnya. Mereka memanfaatkan basis pengguna TikTok dan masuk ke komunitas online yang berpengaruh. 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir misalnya yang sejak dulu terjun ke TikTok dan setiap hari membagikan kegiatan kesehariannya. Tapi, beberapa yang menarik perhatian warganet adalah bagaimana Erick sempat membagikan videonya yang menyatakan dirinya adalah ARMY–fans boygrup BTS–yang sedang menonton konser online BTS hingga membeli beberapa merch BTS. 

Ada juga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang videonya selalu memperlihatkan kesehariannya sebagai Gubernur. Hingga baru-baru ini video TikToknya yang memperlihatkan ia berfoto bersama seorang difabel banyak diperbincangkan. 

Selain keduanya, ada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Politisi AHY yang pada Agustus 2022 lalu merupakan dua politisi paling populer di TikTok. Jumlah tayangan TikTok keduanya mencapai 2 juta tayangan dan banyak diunduh oleh warganet. 

Tak jauh berbeda dengan Erick dan Ganjar, Prabowo dan AHY juga banyak membagikan kesehariannya dan sisi humanis mereka. 

Strategi tersebut sebenarnya agak sulit dianalisis, tetapi yang paling menonjol adalah bagaimana politisi berniat menjangkau generasi yang menjadi pemilih utama di tahun politik 2024 nanti. Generasi kunci dengan suara terbanyak yang kini meninggalkan media sosial Instagram demi TikTok. 

3 dari 4 halaman

Kaum Muda Kunci Keberhasilan Kampanye

Analisis terbaru dari Alliance for Securing Democracy, sebuah organisasi nirlaba yang mempelajari upaya asing untuk mencampuri lembaga-lembaga demokratis, menemukan bahwa "Hampir 30 persen dari semua kandidat partai besar memiliki akun TikTok, dan seperlima dari semua kandidat DPR dari partai besar memiliki akun di platform ini," mengutip The Washington Post.

“Kaum muda adalah harta berharga dalam jejak kampanye,” kata Michael Cornfield, seorang profesor manajemen politik di George Washington University yang telah mempelajari kemunculan politik di internet sejak tahun 2000-an, per Los Angeles Times.

“Jika bisa membuat seseorang menonton, membuat seseorang memberikan alamat emailnya, mungkin seseorang itu bisa menjadi salah satu tim sukses bahkan memberikan semua yang seseorang itu miliki,” tambah Cornfield.

Selain itu, menurut Said Bani, pendiri dan pemilik bzBee Consult, algoritma pada platform mengubah informasi menjadi ‘echo chambers’ dari pengguna yang berpikir serupa yang dapat membingkai dan memperkuat narasi bersama. 

“Karena alasan tersebut, kini kita melihat para politisi beralih ke TikTok. Terutama, karena kekuatannya dalam meningkatkan bias konfirmasi dan menciptakan ruang gema politik,” ujar Bani. 

Bani menambahkan bahwa TikTok sekarang memengaruhi bagaimana informasi politik dibagikan, serta bagaimana generasi muda dapat dipengaruhi dan identitas politik mereka dibentuk. 

4 dari 4 halaman

Bagaimana TikTok Mengubah Politik?

TikTok pada dasarnya berbeda dari platform media sosial yang telah ada sebelumnya karena TikTok tidak bersifat sosial. TikTok bukanlah platform bagi seseorang untuk berinteraksi dengan teman lama seperti Facebook, atau bukan seperti Twitter tempat kita menumpahkan segala curahan hati. 

TikTok lebih mirip ‘hiburan’ yang dikemas dalam video. Bahkan, kita tak banyak mengenal orang-orang yang muncul di halaman TikTok.

Alih-alih mendekatkan kita dengan komunitas kita. TikTok justru memperlihatkan dunia dari sisi yang lain yang lebih luas, menarik, dan asing. 

Karena algoritma TikTok tidak banyak ditentukan oleh following atau followers kita, ini akan memberikan peluang bagi para politisi di TikTok untuk menjangkau audiens yang di luar jangkauan mereka. Mereka mungkin dapat menemukan audiens yang sejalan dengan ide mereka atau memiliki ‘interest’ yang sama dengan mereka bahkan sepaham. 

Karena apa yang kita lihat di TikTok didorong oleh diri kita sendiri, hal ini dapat memberikan para politisi kesempatan untuk menjangkau berbagai generasi. Hal ini dapat membuat daya tarik lintas garis partai, membuka peluang bagi politisi yang ingin mendapatkan berbagai posisi istimewa. 

Tetapi, di era TikTok, orang-orang yang relatif tidak dikenal dapat mengatakan apa pun yang mereka inginkan dalam video delapan detik. Jika itu baru, jika itu memancing emosi, dan jika itu menarik perhatian, itu akan menjadi viral. Hal itu bisa membawa politik kita lebih jauh ke dalam toksisitas dan kebohongan.