Sukses

Kritikus: Piala Dunia Qatar 2022 Jadi Salah Satu Turnamen Paling Merusak Lingkungan di Zaman Modern

Qatar dan FIFA diduga bersekongkol untuk klaim palsu karbon di lingkungan pada Piala Dunia 2022.

Liputan6.com, Doha - Lebih dari satu juta orang melakukan perjalanan ke Qatar untuk menyaksikan salah satu acara olahraga terbesar di planet ini. 

Di samping isu-isu LGBTQ, eksploitasi migran, dan hak asasi manusia yang merundung Qatar dan penyelenggaraan Piala Dunia, para kritikus mengatakan bahwa Piala Dunia Qatar 2022 akan menjadi salah satu turnamen yang paling merusak lingkungan di zaman modern. 

Menjelang turnamen, beberapa pemain profesional yang peduli ekologi menandatangani surat terbuka untuk FIFA dan mendesak mereka untuk mencabut klaim bahwa Piala Dunia Qatar netral karbon. 

"Turnamen ini telah dilabeli sebagai 'turnamen Piala Dunia FIFA yang sepenuhnya netral karbon' pertama, yang berarti dampak keseluruhannya terhadap planet ini seharusnya nol," kata surat itu.

"Kenyataannya, strategi keberlanjutan FIFA untuk Piala Dunia Qatar bertumpu pada perhitungan karbon yang cacat, praktik off-setting yang mencurigakan, dan pengalihan tanggung jawab kepada penggemar alih-alih mengatasinya sendiri," tambahnya. 

FIFA mengatakan bahwa pihaknya telah menempatkan 'serangkaian inisiatif komprehensif ... guna mengurangi emisi terkait turnamen," mengutip NBC News pada Senin (5/12/2022).

Biaya lingkungan dari turnamen ini memunculkan kecemasan lingkungan bagi banyak orang setelah satu tahun peristiwa cuaca dan iklim yang luar biasa ekstrem di seluruh dunia, seperti kekeringan, kebakaran hutan, dan banjir.

Beberapa bar dan pub di negara-negara termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman mengumumkan bahwa mereka tidak akan menayangkan pertandingan, karena adanya kekhawatiran atas kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Penyiar Jerman, Deutsche Welle, melaporkan bahwa puluhan tempat di kota Cologne, Jerman, juga memboikot turnamen karena catatan hak asasi Qatar.

2 dari 6 halaman

Panas Menusuk

Orang Qatar sudah terbiasa menghadapi panas yang menusuk. Akan tetapi sebagian besar lainnya tidak begitu nyaman dengan kondisi seperti ini.

Jadi, tidak mengherankan jika rencana awal untuk menggelar Piala Dunia pada musim panas tahun ini akhirnya dibatalkan. 

Namun, dengan suhu rata-rata November yang mencapai 90 derajat, AC selalu digunakan sepanjang turnamen. Beberapa penggemar dan jurnalis bahkan mengeluh terlalu dingin saat pertandingan malam hari.

"Kita seharusnya tidak memiliki stadion ber-AC di tengah padang pasir," kata Gilles Dufrasne dari Carbon Market Watch, sebuah kelompok nirlaba yang berbasis di Brussels yang mengamati harga perdagangan karbon. 

Organisasi ini adalah salah satu dari beberapa organisasi yang mengeluh kepada regulator Eropa tentang klaim netral karbon yang diduga menyesatkan dan palsu.

3 dari 6 halaman

Jejak Karbon Pesawat Mobilisasi Tinggi

Perjalanan udara akan menyumbang setengah dari seluruh jejak karbon Piala Dunia. Menurut FIFA jumlah ini meningkat karena Qatar terlalu kecil untuk mengakomodasi semua penggemar. 

Beberapa harus tinggal di negara tetangga, Uni Emirat Arab, dengan penerbangan singkat selama satu jam atau 6 jam perjalanan yang melelahkan melalui padang pasir. 

Qatar Airways telah memperbanyak jadwal penerbangan pulang-pergi antara Qatar dan UEA. 

"Kami telah mengurangi dan mundur dari 18 destinasi wisata untuk memberi ruang di Hamad International bagi maskapai baru yang akan datang untuk membawa penggemar," kata CEO Qatar Airways, Akbar Al Baker, dalam konferensi pers pada Oktober lalu. 

Seorang direktur di kelompok kampanye Greenpeace, Julien Jreissati, mengatakan, tampaknya peningkatan penerbangan Qatar Airways bukanlah bagian dari estimasi FIFA atas 3,6 megaton karbon dioksida yang dihasilkan selama kompetisi berlangsung, sehingga menambah ketidakpastian seputar angka-angka yang dirilis oleh penyelenggara.

4 dari 6 halaman

Janji Palsu

Setelah mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah turnamen, Qatar berjanji untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia pertama yang netral karbon.

"Serangkaian inisiatif komprehensif telah dilaksanakan untuk mengurangi emisi selama turnamen. Hal ini termasuk stadion hemat energi yang tersertifikasi green-building, termasuk desain, konstruksi, dan operasionalnya. Ada juga transportasi rendah emisi dan praktik pengelolaan limbah yang berkelanjutan," kata FIFA dalam pernyataannya kepada NBC News pada November lalu. 

Namun, para ahli mempertanyakan mengapa turnamen ini harus berlangsung di negara yang gersang dan harus membangun tujuh stadion baru dan merenovasi satu stadion. Bahkan, membangun sistem kereta metro baru dan membangun ratusan hotel baru, menurut FIFA.

FIFA telah menyatakan bahwa total emisi rumah kaca dari turnamen ini akan setara dengan 3,6 juta ton (atau 5,4 juta ton) karbon dioksida, yang akan sepenuhnya diimbangi dan dimitigasi oleh 'solusi rendah karbon' di Qatar dan wilayah Teluk. 

 

5 dari 6 halaman

Laporan Atas Klaim Sesat

Dufrasne dari Carbon Market Watch mengatakan bahwa klaim netral karbon penyelenggara berasal dari penyebaran emisi dari konstruksi selama rentang umur stadion 60 tahun --- pada dasarnya mencurangi matematika.

"Dari total emisi yang terkait dengan pembangunan stadion-stadion baru ini, mereka bertanggung jawab atas bagian yang satu bulan dibagi 60 tahun," katanya. 

Pada November lalu, serangkaian lembaga think tank dan kelompok kampanye yang berfokus pada iklim mengajukan keluhan kepada regulator periklanan di lima negara Eropa, mengenai apa yang mereka sebut sebagai klaim netral karbon FIFA yang menyesatkan dan palsu.

Keluhan tersebut, yang dibuat oleh The New Weather Institute di Inggris, Klima-Allianz Schweiz di Swiss, Notre Affaire a Tous di Prancis, Carbon Market Watch di Belgia, dan Fossil Free Football di Belanda, mengatakan bahwa pihak penyelenggara telah melaporkan tingkat emisi yang rendah dan telah membuat klaim yang menyesatkan.

 

6 dari 6 halaman

Indikasi Greenwashing

Salah satu cara FIFA bertujuan untuk mengurangi jejak karbon turnamen adalah dengan membeli kredit karbon.

Melalui agensinya sendiri, Global Carbon Council, Qatar mengatakan berinvestasi dalam proyek-proyek berkelanjutan untuk membayar utang lingkungannya. Sejauh ini, sebagai bagian dari janjinya, Qatar telah meresmikan proyek energi terbarukan di Turki dan Serbia.

Namun, pasar kredit karbon tidak cukup kuat bagi penyelenggara Piala Dunia untuk mengimbangi emisi turnamen dan para juru kampanye khawatir tentang pesan yang dikirim oleh klaim netral karbon, kata Dufrasne.

"Jelas ada risiko terkait insentif yang dikirimkan ini ... bahwa Anda dapat terus terbang jauh-jauh ke Qatar dan menonton pertandingan sepak bola di stadion baru di tengah padang pasir tanpa dampak apa pun terhadap iklim," Dufranase menambahkan.

Namun, Jreissati dari Greenpace juga menyoroti sikap hipokrisi dari sebuah negara yang kekayaannya hampir semata-mata didasarkan pada bahan bakar fosil yang melakukan investasi dalam skema pengurangan karbon di tempat lain.

"Biar jelas, roti dan mentega mereka, sumber pendapatan utama mereka, setiap kuartal berasal dari minyak dan gas," kata Jreissati. 

"Dan dengan berinvestasi dalam energi terbarukan bukanlah bagian dari perubahan sistemik yang sangat jelas," dia menambahkan.

Lebih lanjut dijelaskannya bahwa negara-negara kaya minyak seperti Qatar dapat menggunakan skema hijau untuk memoles citra mereka dan memberi diri mereka lebih banyak lisensi moral untuk terus memperluas eksplorasi minyak dan gas mereka --- sebuah proses yang dikenal sebagai "greenwashing."