Sukses

Nada Nusantara: Proyek Mengenal Alat Musik Tradisi Melalui Film Dokumenter, Konser, Hingga Lagu

Proyek Nada Nusantara hasil kolaborasi Kemendikbud RI dan ATSANTI mencoba mengingatkan kita kepada kekayaan musik Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Demi mengkampanyekan alat musik tradisional, Kementerian Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek RI) bekerja sama dengan Yayasan Atma Nusantara Jati (ATSANTI) menjalankan program budaya bernama Nada Nusantara. 

Nada Nusantara menghasilkan gelaran konser budaya di Yogyakarta pada September 2022, tiga film dokumenter, tiga video klip, serta video pembelajaran. 

Ketua ATSANTI, Nilo Wardhani mengungkap bahwa Nada Nusantara merupakan salah satu upaya preservasi, inspirasi, dan regenerasi musik dan alat musik tradisi Indonesia. 

Semua hasil proyek Nada Nusantara kali ini masih fokus di tiga daerah yaitu Karangasem, Bali; Ambon, Maluku; dan Jawa Tengah. 

Menggandeng produser musik, Ridho Hafiedz (Ridho Slank) dan musisi terkenal Indonesia seperti Ardhito Pramono, Yura Yunita, dan Marcello Tahitoe (Ello Dewa), konser musik budaya bertajuk 'Nada Nusantara Live at Borobudur' juga telah digelar sebagai hasilnya.

Kerja sama Nada Nusantara dan pemerintah kali ini tentu menjadi angin segar bagi para musisi dan maestro musik lokal serta para generasi muda untuk terus mempelajari budaya-budaya masa lampau.

"Proyek Nada Nusantara ini menjadi lebih mudah diakses dan alat musik tradisi tidak hanya sekedar pajangan. Kita bisa merasakan prosesnya, isinya, hasilnya," kata Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, di Penayangan Film Dokumenter Nada Nusantara di Fx Sudirman pada Rabu (8/12/2022).

Hilmar juga menyebut bahwa sebelum-sebelumnya, proses pelestarian hanya dilakukan dengan dokumentasi atau merekam tradisi-tradisi yang sulit untuk dinikmati hasilnya. 

"Kita bisa rasakan ritmenya dari film dokumenter ini. Saya, sih, pribadi sangat suka," kata Hilmar. 

2 dari 4 halaman

Dimulai Dari Keresahan

Pembuatan proyek Nada Nusantara bukan tanpa alasan. ATSANTI mengungkapkan bahwa generasi muda sebagian besar tidak mengerti akan alat-alat musik tradisi.

"ATSANTI kebetulan memiliki program bersama Kemendikbudristek yaitu lomba musik tradisi. Ketika pada 2020 kita membuka batas di usia 35 tahun ke bawah, kita melihat bahwa Sang Maestri hanya ada di umur 40 tahun ke atas. Bahkan, 50 tahun ke atas," ujar salah satu perwakilan ATSANTI, Ria Pinasthia. 

Ria menyebut bahwa anak muda-muda sekarang hanya bisa memainkan. Tetapi, untuk meng-compose tidak bisa. Bahkan, mereka tidak mengerti akan alat musik tradisional. 

Sebagai salah satu pengajar di salah satu SMA di Jakarta, Ridho Slank juga mengungkapkan hal yang sama dengan Ria.

"Saat aku mengajar, anak-anak SMA itu ada yang tau dan ada yang enggak tau musik tradisional itu seperti apa," kata Ridho.

3 dari 4 halaman

Rekam Jejak Mengenal Budaya

Disutradarai oleh Linda Ochy, ketiga Film Dokumenter Nada Nusantara ini merekam jejak perjalanan empat musisi Indonesia mengenal budaya, sejarah, musik hingga belajar alat-alat musik tradisional langsung dari para maestro musik lokal. 

Film pertama bertajuk Nada-Nada Penting (the Most Important Serenade) yang memfokuskan cerita di musik tradisi di Karangasem, Bali.

Film kedua bertajuk Mena Musik Amboina (The Ballad from Ambon) yang memfokuskan cerita di Maluku.

Terakhir, ada film bertajuk Musik Bhumi Sambhara Budhara (Music on the Mountain of Knowledge) di Jawa Tengah.

Film Dokumenter berdurasi sekitar 45 menit ini rencananya dapat diakses di IndonesianaTV dan Budayasaya dalam waktu dekat sesuai dengan arahan dari Kemendikbudristek. Tentu, secara gratis. 

Hilmar juga mengungkapkan bahwa nantinya, guru-guru di seluruh Indonesia juga dapat mengakses Film Dokumenter ini sebagai bahan pembelajaran. 

"Di Kementerian itu sekarang ada satu platform yang dipakai oleh guru-guru untuk mengakses segala materi pembelajaran. Film dokumenter ini kita pasti akan masukan sebagai bahan pembelajaran," ujar Hilmar. 

4 dari 4 halaman

Proyek Sepanjang Tahun dan Titipan Mendiang Glenn Fredly

Sebagai sutradara, Linda mengungkapkan, proyek ini merupakan proyek mimpinya sejak lama yang akhirnya terwujud berkat bantuan dan kerja sama dengan berbagai pihak terkait. 

"Sejak awal 2022, kita melibatkan sekitar 162 orang musisi dari tiga kota di Nada Nusantara kali ini," ujar Linda.

"Sebenarnya, idenya sudah ada dari 2020, sebelum Glenn meninggal bahkan dia menitipkan City of Music harus diangkat. Jadi memang, sudah dari lama. Sampai akhirnya berkesempatan untuk berkolaborasi dengan Kemendikbudristek yang disambut baik oleh Pak Hilmar," Linda menambahkan. 

Linda juga mengatakan bahwa dia memulai risetnya pada awal Mei 2022 dikawal oleh badan riset Pokja Literasi Musik yang memberikan saran siapa saja yang dapat mereka temui untuk proyek ini. 

"Setelah menghubungi, kami pelajari alat musiknya lalu kami bawa ke Jakarta untuk diperkenalkan kepada para musisi di Jakarta kemudian diciptakan komposisinya dan mulai shooting awal Juli lalu filmnya selesai akhir November lalu," pungkas Linda.Â