Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini beredar kabar jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan melarang penjualan rokok batangan. Rencananya, aturan tersebut tertuang dalam peraturan yang bakal disusun pemerintah di 2023.
Hal itu menuai beragam tanggapan pro kontra. Salah satunya disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi. Menurut dia, peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan pada 2023 terkait rokok bukanlah hal baru.
Baca Juga
"Tapi aturan itu menguatkan Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh rezim sebelumnya, yaitu peraturan pemerintah Nomor 109 tahun 2012, di mana, kurang adanya penegakan dan penindakan," ujar Teddy melalui keterangan tertulis, Jumat (30/12/2022).
Advertisement
Teddy menyebut, pada faktanya, aturan yang sudah ada tersebut memang kurang penindakan dan penegakan hukumnya.
"Kita harus akui faktanya bahwa penindakan dan penegakan hukum terkait larangan yang ada di peraturan pemerintah sebelumnya sangat minim, kita bisa melihat dengan jelas berbagai pelanggaran yang terjadi di depan mata. Maka dari itu pemerintah akan membuat aturan penegakan dan penindakan," papar dia.
Menurut Teddy, saat ini yang perlu ditindak adalah penjualnya, supermarket, mini market, toko mau pun asongan yang terbukti menjual ke anak di bawah umur misalnya, maka ditindak.
"Jika tidak, maka ini hanya menjadi peraturan saja. Nah, ini yang perlu dikuatkan dalam peraturan pemerintah," ucap dia.
Â
Jokowi Hanya Jalankan Aturan
Teddy menilai, soal larangan jual rokok ketengan memang dibuat berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan.
"Orang yang uangnya pas-pasan, beli rokok daripada beli makan karena terjangkau. Anak di bawah umur bisa merokok karena terjangkau harganya. Ini memutuskan mata rantai cikal bakal orang merokok," terang dia.
"Peraturan pemerintah ini pun berdasarkan perintah UU 36 tahun 2009, yaitu UU yang lahir pada rezim sebelumnya. Jadi jika ada yang menyalahkan, tentu salah alamat, karena Jokowi hanya menjalankan perintah UU yang telah ada sebelumnya," jelas Teddy.
Â
Advertisement
Jokowi Bakal Larang Penjualan Rokok Batangan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melarang penjualan rokok batangan. Rencananya, aturan tersebut tertuang dalam peraturan yang bakal disusun pemerintah di 2023.
Larangan penjualan rokok batangan ada dalam lampiran Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. Keppres Ini diteken Presiden Jokowi pada 23 Desember 2022.
Larangan penjualan rokok batangan ini akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 20l2 tentangPengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
"Pelarangan penjualan rokok batangan," dikutip dari Keppres tersebut, Senin (26/12/2022).
Ada sejumlah perubahan pengaturan dalam Rancangan PP tersebut diantaranya:
1. Penambahan luas prosentase gambar dantulisan peringatan kesehatan pada kemasanproduk tembakau;
2. Ketentuan rokok elektronik;
3. Pelarangan iklan, promosi, dan sponsorshipproduk tembakau di media teknologiinformasi;
4. Pelarangan penjualan rokok batangan;
5. Pengawasan iklan, promosi, sponsorshipproduk tembakau di media penyiaran, mediadalam dan luar ruang, dan media teknologiinformasi;
6. Penegakan dan penindakan; dan
7. Media teknologi informasi serta penerapanKawasan Tanpa Rokok (KTR).
Â
Pedagang Menolak
Rencana pemerintah melarang penjualan rokok ketengan atau batangan ditentang oleh beberapa pelaku usaha warung kelontong. Bagi mereka, menjual rokok ketengan seperti memberi keringanan bagi perokok yang tak punya uang.
"Enggak setuju lah, soalnya keuangan orang itu kan tidak sama, ada yang duitnya sedikit apalagi kalau tanggal tua. Kalau dia (beli) ketengan duitnya sedikit dia bisa merokok kalau (harus beli) sebungkus, enggak jadi merokok duitnya kurang," ucap seorang pedagang bernama Rahma, yang juga pemilik warung kelontong di Kota Bekasi, Senin 26 Desember 2022.
Menurut Rahma, jika harus membeli rokok per bungkus justru malah membuat pengeluaran konsumsi lebih besar dibandingkan membeli secara ketengan.
Meski keuntungan dari penjualan rokok tidak terlalu besar, namun dia menuturkan rokok merupakan komoditas yang pasti terjual setiap hari.
"Untungnya enggak gede banget," ucapnya.
Senada dengan Rahma, pemilik usaha warung kelontong Dani juga menolak adanya larangan daro pemerintah untuk menjual rokok secara ketengan. Dia merasa kasihan bagi perokok kelas menengah ke bawah.
"Tidak setuju kasihan," kata Dani.
Di warung milik Dani, memang terdapat pembeli yang lebih memilih rokok bungkusam ketimbang ketengan. Namun kondisi tersebut jelas tidak dapat disamaratakan oleh pembeli lain.
"Kemampuan orang kan beda-beda," ungkapnya.
Â
Advertisement
Diapresiasi YLKI
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengapresiasi langkah pemerintah. Ketua YLKI, Tulus Abadi mengatakan larangan ini akan berdampak positif yaitu menurunkan prevalensi merokok di Indonesia khususnya di kalangan rumah tangga miskin, anak anak dan remaja.
"Ini kebijakan yang patut diapresiasi, karena merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif untuk menurunkan prevalensi merokok di Indonesia," ujar Tulus kepada merdeka.com, Senin (26/12).
Selain itu, dampak positif atas larangan menjual rokok ketengan yaitu kenaikan cukai rokok yang telah ditetapkan pemerintah akan efektif tercapai. Mengingat, kenaikan cukai selama ini tidak cukup efektif untuk menurunkan prevalensi dan konsumsi rokok.
"Karena rokok masih dijual seacara ketengan sehingga harganya terjangkau," ujarnya.
Dia menambahkan, larangan penjualan rokok secara ketengan juga sejalan dengan cita-cita yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Dalam undang-undang tersebut, barang yang menimbulkan kecanduan dan berdampak negatif terhadap penggunanya dan lingkungan, maka distribusinya dibatasi.