Sukses

Memperingati Hari Ibu Dinilai Ikuti Orang Kafir, Begini Kata Ulama

Selamat Hari Ibu 2022 dan bagaimana pendapat para ulama mengenai perayaan tiap 22 Desember ini?

Liputan6.com, Jakarta - Hari Ibu merupakan peringatan terhadap peran dan jasa para perempuan yang telah susah payah mengandung dan melahirkan anak-anaknya ke dunia.

Biasanya, dalam peringatan Hari Ibu, para anggota keluarga (suami dan anak) membebaskan ibu dari tugas sehari-harinya seperti memasak, mencuci.

Tidak hanya itu, pada perayaan Mothers Day, suami dan anak akan memberikan ibu hadiah atau sekadar ucapan terima kasih atas kasih sayang yang dia berikan.

Sejarah Hari Ibu di Indonesia

Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada 22 Desember yang bertepatan dengan hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama pada 22 hingga 25 Desember 1928. 

Adapun awal mulanya, kongres ini ditujukan guna meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.

Oleh sebab itu, Hari Ibu di Indonesia diperingati pada 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.

Lalu bagaimana pandangan para Ulama terkait perayaan Mothers Day ini? 

Hukum Memperingati Hari Ibu Dalam Islam

Dilansir NU Online pada Kamis, 22 Desember 2022, disebut bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum permasalahan ini.

Sebagian ulama seperti Syekh Syauqi Allam (mufti Mesir), Syekh Ali Jum’ah (mantan mufti Mesir), beserta Lembaga Fatwa Mesir (Darul Ifta’ Al-Mishriyyah) mengatakan bahwa Peringatan Hari Ibu diperbolehkan.

Mereka beralasan bahwa peringatan Hari Ibu merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orang tua.

Sebagaimana Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada orang tua dalam QS Al-Isra’: 23. Yang artinya :

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”

 

 

 

2 dari 4 halaman

Peringatan Hari Ibu, Bentuk Bersyukur Kepada Orang Tua

Memperingati Hari Ibu juga sama dengan tindakan syukur kita terhadap orang tua khususnya ibu. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Luqman: 14, yang artinya :

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”.

Adapun di sisi lain, yakni memperingati Hari Ibu dengan memberinya hadiah atau membebasknya dari tugas domestik seperti mencuci dan memasak, juga masuk dalam kategori adat atau tradisi, bukan ibadah.

Sehingga hal itu tidak termasuk bid’ah. Sebab, bid’ah itu hanya dalam urusan ibadah (agama).

Imam Syathibi berkata: Bid’ah merupakan ungkapan tentang cara baru dalam agama yang dibuat menyerupai syari’at, dengan mengikuti cara itu dimaksudkan untuk lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala” (Ibrahim bin Musa Asy-Syathibi, Al-I’tisham, juz I, h. 26).

3 dari 4 halaman

Sebagian Ulama Menentang

Sebagian ulama yang lain, seperti Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Shalih al-Fauzan, dan Lembaga Fatwa Arab Saudi (Al-Lajnah Ad-Da’imah lil Fatwa) berpendapat peringatan Hari Ibu diharamkan.

Adapun, pedoman mereka terkait ke haraman dalam merayakan Hari Ibu yakni hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR Bukhari dan Muslim).

Tambahan hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha yang lain, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : 

 “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR Muslim).

Sebab, peringatan tersebut tidak pernah dilakukan oleh Nabi, para sahabat, dan kaum muslimin terdahulu (salaful ummat), sehingga perkara tersebut masuk ke dalam kategori bid'ah.

Adapun, peringatan Hari Ibu ini juga disebut sebagai tradisi orang kafir. Sehingga, diartikan dengan memperingatinya berarti menyerupai orang kafir, dan termasuk bagian dari mereka. 

Oleh sebab itu, memperingati Hari Ibu diharamkan dalam Islam.

Sebagaimana dalam hadits riwayat Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud).

 

 

4 dari 4 halaman

Kesimpulan

Adapun dari penjelasan di atas, terkait peringatan hari ibu ternyata para ulama berbeda pendapat. Sebagian mereka memperbolehkan, sebab bentuk dari berbuat baik dan bersyukur kepada orang tua.

Namun, sebagian yang lain mengharamkan karena dianggap sebagai tradisi kafir, yang tidak ada contoh dari Nabi maupun sahabatjuga para umat islam terdahulu.

Meski demikian, tampaknya pendapat yang memperbolehkan yang kuat. Sebab, peringatan tersebut jadi salah satu bentuk dari berbakti dan bersyukur atas jasa ibu.

Walau begitu, berbakti pada ibu tidak terbatas pada saat peringatan hari ibu saja, melainkan sepanjang hidup, bahkan ketika ibu sudah meninggal dunia.

Abu Usyaid Malik bin Rabi’ah radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits:

Suatu ketika kami berada di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya. Yaitu mendo’akan keduanya, meminta ampunan untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya” (HR Abu Daud).