Sukses

5 Amalan Bulan Sya’ban Sesuai Sunnah yang Bisa Umat Muslim Lakukan

Ada beberapa amalan yang bisa umat muslim lakukan di bulan Sya’ban sesuai sunnah.

Liputan6.com, Jakarta Bulan Syaban merupakan bulan yang memiliki berbagai peristiwa bersejarah bagi umat muslim. Peristiwa sejarah tersebut seperti peristiwa pengalihan arah kiblat dari Masjidil Aqsha di Palestina ke Ka‘bah di Arab Saudi dengan penurunan surat Al-Baqarah ayat 144, surat Al-Ahzab ayat 56 yang menganjurkan pembacaan shalawat, diangkatnya amal-amal manusia menuju ke hadirat Allah SWT, dan berbagai peristiwa lainnya.

Pada bulan Sya’ban sudah seharusnya umat muslim melakukan amalan-amalan baik. Bila ditinjau dari segi amaliyah, termaktub beberapa hal yang lazim dilaksanakan pada bulan Sya’ban khususnya pada malam Nisfu Sya’ban, yaitu membaca Surat Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa. 

Tentu saja amalan tersebut seolah telah menjadi tradisi bagi umat muslim di tanah air. Namun selain itu ada beberapa amalan lain yang bisa umat muslim lakukan di bulan Sya’ban sesuai sunnah. Dilansir dari berbagai sumber berikut ulasannya:

1. Memperbanyak puasa

Amalan pertama yang bisa umat muslim lakukan di bulan Sya'ban ialah memperbanyak puasa. Rasulullah SAW diketahui memperbanyak puasa pada bulan ini tidak seperti beliau berpuasa pada bulan-bulan yang lain. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya dia berkata, 

“Dulu Rasulullah SAW berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari no. 1969 dan Muslim 1156/2721)

Begitu pula istri beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan:

“Saya tidak pernah mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR An-Nasai no. 2175 dan At-Tirmidzi no. 736. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasai)

Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW sungguh memperbanyak puasa di bulan ini. Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Sya’ban memang merupakan puasa sunnah, namun puasa di bulan Sya’ban memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. 

Sama halnya seperti sholat fardhu, sholat fardhu memiliki sholat sunnah rawatib, yaitu qabliyah dan ba’diyah. Sholat-sholat tersebut bisa menutupi kekurangan sholat fardhu yang dikerjakan. 

Begitu pula dengan puasa Ramadhan, dia memiliki puasa sunnah di bulan Sya’ban dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal. Itu mengapa orang yang memulai puasa di bulan Sya’ban nantinya tidak akan terasa berat menghadapi bulan Ramadhan.

2 dari 5 halaman

2. Membaca Al-Qur’an

Amalan selanjutnya yang bisa dilakukan di bulan Sya’ban adalah memperbanyak membaca Al-qur’an. Sehingga ketika menghadapi bulan Ramadhan, seorang muslim akan bisa menambah lebih banyak lagi bacaan Al-Qur’an-nya. Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata:

“Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).” 

Begitu pula yang dilakukan oleh ‘Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an. (Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali hal. 138)

3 dari 5 halaman

3. Mengerjakan amalan-amalan shalih

Untuk menghadapi bulan Ramadhan para ulama terdahulu membiasakan amalan-amalan shalih semenjak datangnya bulan Sya’ban sehingga nantinya mereka sudah terlatih untuk menambahkan amalan-amalan mereka ketika di bulan Ramadhan. Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan:

“Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen tanaman.” Dan dia juga mengatakan:

“Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.” (Lathaiful-Ma’arif libni Rajab Al-Hanbali hal. 130)

4 dari 5 halaman

4. Menjauhi perbuatan syirik dan permusuhan di antara kaum muslimin

Rasulullah SAW menyebutkan bahwa Allah SAW akan mengampuni orang-orang yang tidak berbuat syirik dan orang-orang yang tidak memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin.” (HR Ibnu Majah no. 1390. Di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah)

Musyahin sendiri adalah orang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga secara khusus tentang orang yang memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya:

“Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis dan akan diampuni seluruh hamba kecuali orang yang berbuat syirik kepada Allah, dikecualikan lagi orang yang memiliki permusuhan antara dia dengan saudaranya. Kemudian dikatakan, ‘Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai’” (HR Muslim no. 2565/6544)

5 dari 5 halaman

5. Melaksanakan sholat sunnah

Selanjutnya umat muslim bisa melaksanakan sholat sunnah pada malam Nisfu Sya’ban. Dalam kitab Ihya Ulumuddin Jilid 1, Imam Ghazali menerangkan waktu dan tata cara salat pada malam nisfu Sya’ban. 

“Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam kelima belas bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. 

Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah.” (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, jilid 1, hal. 203).