Sukses

Tidak Ikutan Amerika, Presiden Meksiko Klaim TikTok Tidak Bakal Dilarang di Negaranya

Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mengatakan tidak akan melarang TikTok di negaranya seperti yang dilakukan AS

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Meksiko tidak akan melarang aplikasi media sosial berbagi video populer TikTok, kata presiden negara itu pada hari Senin, lalu. Bahkan meski ketika negara tetangga, Amerika Serikat, mendekati kemungkinan larangan pada aplikasi buatan perusahaan asal China, ByteDance, itu karena masalah keamanan.

Menurut laporan Reuters, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador bersumpah "kebebasan penuh" ketika ditanya tentang platform tersebut selama konferensi pers paginya. Pertanyaan itu meluncur setelah CEO TikTok Shou Zi Chew menghadapi sidang dengan anggota parlemen AS minggu lalu.

Dalam sidang kongres dengan House Energy and Commerce Commitee, CEO TikTok Shou Zi Chew dihajar habis-habisan dengan sejumlah pertanyaan terkait dengan aplikasi TikTok oleh para anggota parlemen AS.

Beberapa anggota parlemen AS menyerukan kepada pemerintah untuk melarang aplikasi tersebut, menuduhnya dapat digunakan untuk pengumpulan data, penyensoran konten, dan membahayakan kesehatan mental anak-anak.

Kementerian luar negeri China mengatakan pada hari Senin bahwa Amerika Serikat belum memberikan bukti apa pun bahwa TikTok merupakan ancaman bagi keamanan nasional.

Sementara itu, Kanada bulan lalu mengumumkan larangan aplikasi dari perangkat yang dikeluarkan pemerintah, juga mengutip risiko privasi dan keamanan.

Malahan, larangan dan pembatasan terhadap TikTok bukan hanya terjadi di Amerika Serikat. Sejumlah negara plus Uni Eropa turut menerapkan larangan sebagian atau total atas TikTok.

2 dari 5 halaman

5 Fakta Alasan AS Blokir TikTok, Dianggap Mata-matai Warga hingga Merusak Kesehatan Mental Anak-Anak

Sebelumnya, TikTok mendapat sorotan negatif, khususnya di Amerika Serikat (AS). Salah satu alasan utama AS 'ngebet' memblokir TikTok adalah terkait dengan keamanan data, dimana pada saat Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS.

Kala itu, TikTok terancam diblokir di AS karena dianggap pemerintah China dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk mengambil akses perangkat warga di Amerika Serikat.

Setelah sempat reda, TikTok kembali menjadi sorotan dari para anggota parlemen AS dengan berbagai alasan dan tuduhan terkait aplikasi asal China tersebut.

Alhasil, CEO TikTok Shou Zi Chew hadir dalam sidang kongres dengan House Energy and Commerce Commitee untuk memberikan jawaban terkait berbagai kekhawatiran tersebut.

Dihadapan para anggota parlemen Chew dihajar habis-habisan dengan sejumlah pertanyaan terkait dengan aplikasi TikTok.

Selama lima jam sidang tersebut, para anggota parlemen menekankan bagaimana perusahaan asal China itu dipandang sebagai ancaman terhadap keamanan Amerika Serikat dan berpotensi dominasi ekonomi.

Mereka menyebutkan, ada kemungkinan platform dengan 150 juta pengguna bulanan di AS dapat digunakan oleh Partai Komunis China untuk mengumpulkan informasi data jutaan warga AS.

Sementara itu, anggota parlemen AS lainnya menilai aplikasi TikTok sangat berbahaya bagi kesehatan mental anak-anak.

Berikut sederet fakta terkait alasan AS ingin memblokir TikTok, sebagaimana dihimpun Liputan6.com.

3 dari 5 halaman

1. Keterlibatan China dalam pengelolaan TikTok

Sejak TikTok diluncurkan pada 2016, AS mencurigai aplikasi ini dikendalikan oleh pemerintah China dan dapat digunakan untuk mengumpulkan data pengguna AS secara ilegal.

Fakta menunjukkan keterlibatan China dalam pengelolaan TikTok meliputi:- Aplikasi ini dimiliki oleh perusahaan teknologi asal China.- Pemerintah China punya hak mengatur informasi dan data yang masuk dan keluar dari negerinya.

Akan tetapi, hal tersebut ditepis oleh Shou saat hadir dihadapan para anggota parlemen AS. Dia mengatakan, aplikasi dijalankan secara independen atau tidak ada kaitannya dengan pemerintah China.

Meskipun didesak untuk menyerahkan data pengguna, pihak TikTok mengatakan dengan tegas mereka tidak akan mengikuti permintaan tersebut dengan mudah.

2. Masalah privasi dan keamanan data pengguna

Sejalan dengan hal di atas, AS khawatir data pengguna TikTok dapat dikumpulkan oleh pemerintah China dan digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak diinginkan.

Lagi, perusahaan mengatakan telah menghabiskan lebih dari US$ 1,5 miliar (sekitar Rp 22,6 triliun) untuk upaya keamanan data yang disebut sebagai "Project Texas".

Inisiatif tersebut memiliki hampir 1.500 karyawan tetap dan dikontrak dengan Oracle Corp untuk menyimpan data pengguna TikTok di AS.

Akan tetapi, kritik terus mengalir dalam sidang karena perusahaan tidak memberikan upaya baru untuk menjaga privasi pengguna.

Chew kemudian meyakinkan para anggota parlemen bahwa perusahaan tidak mempromosikan atau menghapus konten atas permintaan pemerintah China.

"Ini adalah komitmen kami kepada komite dan semua pengguna bahwa kami akan menjaga (TikTok) bebas dari manipulasi apa pun oleh pemerintah mana pun. TikTok secara ketat menyaring konten yang dapat membahayakan anak-anak," ujarnya menjelaskan.

4 dari 5 halaman

3. Mata-Matai Orang AS

Sekitar 20 senator AS (10 Demokrat dan 10 Republik) telah mendukung undang-undang bipartisan yang memberikan jalan bagi pemerintahan Presiden Joe Biden untuk melarang TikTok.

TikTok pekan lalu mengatakan pemerintahan Biden menuntut induk perusahaannya, Bytedance, melepaskan saham mereka ke perusahaan AS atau mereka akan menghadapi pemblokiran.

Bicara soal potensi divestasi, Chew mengatakan masalahnya bukan tentang kepemilikan dan berpendapat bahwa kekhawatiran AS pada TikTok dapat diatasi dengan memindahkan data ke pusat penyimpanan AS.

Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa memaksa penjualan TikTok akan sangat merusak kepercayaan investor dari seluruh dunia, termasuk China, untuk berinvestasi di Amerika Serikat.

Pada sidang DPR hari Kamis kemarin, anggota parlemen Neal Dunn bertanya pada Chew apakah ByteDance telah memata-matai orang AS atas permintaan Beijing? Chew menjawab, "Tidak."

Dunn dari Partai Republik kemudian bertanya tentang laporan media AS bahwa tim ByteDance yang berbasis di China berencana menggunakan TikTok untuk memantau lokasi warga AS tertentu, dan mengulangi pertanyaannya tentang apakah ByteDance memata-matai?

"Menurutku memata-matai bukanlah cara yang tepat untuk menggambarkannya," Chew menegaskan.

Dia melanjutkan dengan menggambarkan laporan tersebut sebagai penyelidikan internal, tetapi langsung dipotong oleh Dunn, yang menyebut penggunaan TikTok secara luas sebagai "kanker".

5 dari 5 halaman

4. Kontroversi tentang konten tidak pantas

TikTok telah dikritik karena konten dianggap tidak pantas dan dapat mempengaruhi pengguna muda.

Beberapa orang tua dan pejabat AS khawatir konten TikTok berisi kekerasan, pornografi, dan tindakan tidak pantas lainnya dapat membahayakan anak-anak dan remaja.

Chew membantah tudingan tersebut, dengan mengatakan bahwa perusahaan berinvestasi dalam moderasi konten dan kecerdasan buatan untuk membatasi konten semacam itu.

Namun Chew membantah tudingan tersebut, dengan mengatakan bahwa perusahaan berinvestasi dalam moderasi konten dan kecerdasan buatan untuk membatasi konten semacam itu.

Dia mengatakan, aplikasi TikTok menangani masalah bunuh diri dan menyakiti diri "dengan sangat, sangat serius".

5. Efek TikTok pada Kesehatan Mental Anak-Anak

Anggota Partai Demokrat, Kim Schries mempertanyakan Chew tentang efek TikTok pada kesehatan mental anak-anak, mencatat itu dirancang untuk membuat ketagihan.

Schries, seorang dokter anak dan juga politikus mencatat masalah khusus dengan remaja yang tetap terjaga sepanjang malam untuk memakai aplikasi.

Ia bertanya pada Chew apakah TikTok memiliki psikolog atau penasihat medis lain yang melihat efek waktu layar pada kurang tidur.

CEO TikTok menunjuk untuk bekerja dengan fasilitas kesehatan spesialis anak di Boston untuk mengembangkan fitur yang membatasi waktu layar hingga satu jam dan mendorong mereka untuk istirahat.

Schries menanggapi dengan menyebut ini “menyisih” yang tidak akan digunakan siapapun. “Itu seperti meminta perokok berat untuk tidak mengambil rokok berikutnya, itu tidak akan terjadi.”