Liputan6.com, Jakarta - Ada begitu banyak tradisi dan mitos yang masih dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya yakni mitos tentang Rebo Wekasan. Rebo Wekasan menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia.
Tradisi Rebo Wekasan sampai saat ini masih dilakukan oleh masyarakat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga Banten. Rebo Wekasan sendiri merupakan Rabu terakhir di bulan Safar atau Shafar. Tahun ini Rebo Wekasan jatuh pada 13 September 2023, di bulan Safar 1445 H.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tradisi Rebo Wekasan sudah berlangsung secara turun-temurun di kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Madura, dan lainnya. Umumnya, tradisi ini dilakukan dengan menjalani sholat dan berdoa. Masyarakat yang melakukan sholat ini memohon keselamatan dari berbagai bencana dan juga penyakit.
Advertisement
Bagi sebagian orang, Rebo Wekasan dianggap sebagai hari keramat dan menakutkan. Pasalnya mereka meyakini bahwa pada hari itu akan ada bencana yang datang. Tak heran banyak beberapa mitos yang juga dipercaya masyarakat pada saat Rebo Wekasan berlangsung.
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini deretan mitos Rebo Wekasan yang masih banyak dipercayai masyarakat di Indonesia.
1. Larangan Menikah
Mitos pertama yang banyak dipercaya masyarakat tentang Rebo Wekasan ialah larangan menikah. Banyak masyarakat yang percaya jika melakukan pernikahan saat Rebo Wekasan bisa berakibat buruk.
Orang yang menggelar pernikahan saat Rebo Wekasan diyakini tak akan berlangsung lama dan akan berakhir dengan perceraian.
Deretan Mitos Rebo Wekasan yang Masih Banyak Dipercaya Masyarakat Indonesia
2. Dilarang Keluar Rumah
Mitos selanjutnya yang dipercaya ialah dilarang pergi keluar rumah saat Rebo Wekasan. Hal ini lantaran jika bepergian keluar rumah dipercaya akan mendapatkan musibah seperti kecelakaan dan lainnya.
Itu mengapa saat malam Rebo Wekasan kita dianjurkan untuk berdiam diri di rumah sambil memanjatkan doa kepada Allah SWT.
3. Dianggap Dapat Mendatangkan Musibah
Dalam kepercayaan masyarakat Arab kuni, Rebo Wekasan dianggap sebagai hari diturunkannya bala musibah untuk setahun (Rebo Wekasan). Sehingga dianjurkan untuk mengingat Allah dan banyak beristigfar, dilarang bepergian jauh kecuali ada keperluan yang mendesak.
Advertisement
Asal-Usul Rebo Wekasan
Rebo wekasan tentunya mempunyai makna untuk masyarakat di Indonesia, sebab hari tersebut menjadi hari yang diingat sebagai sebuah kepercayaan dalam melakukan suatu amalan.
Rebo wekasan biasanya dirayakan oleh beberapa masyarakat di Indonesia. Dalam Islam sendiri, Rebo Wekasan dipercayai sebagai hari pertama Nabi Muhammad SAW sakit hingga beliau meninggal dunia.
Adapun manfaat dari tradisi ini diketahui sebagai suatu amalan atau usaha untuk meminta doa kepada Allah agar bisa menjauhkan dirinya dari segala penyakit dan musibah.
Rebo wekasan sendiri mempunyai asal usul bahwa awalnya tradisi ini dilaksanakan pada masa dakwah dari Wali Songo, di mana banyak ulama yang mengungkapkan bahwa pada bulan Safar, Allah SWT menurunkan lebih 500 macam penyakit.
Adapun pada saat itu cara untuk mengantisipasi dalam menghindari terkena penyakit dan musibah, para ulama melakukan ibadah sebanyak-banyaknya. Serta berdoa untuk meminta Allah agar menjauhkan diri dari segala penyakit dan musibah yang diturunkan pada hari Rabu terakhir bulan Safar.
Tradisi rebo wekasan lah yang dilakukan untuk menghindari hal tersebut. Adapun beberapa umat Islam di Indonesia pun masih terus melestarikan tradisi tersebut. Setiap daerah di Indonesia mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melaksanakan tradisi tersebut.
Penjelasan Rebo Wekasan atau Rabu Terakhir Bulan Safar Menurut Buya Yahya
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah (LPD) Al-Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya mengatakan, tidak ada petunjuk dari Rasulullah SAW bahwa harus mengamalkan amalan di Rebo Wekasan atau Rabu terakhir bulan Safar.
Menurut Buya Yahya, cerita tentang Rebo Wekasan adalah cerita tentang orang saleh mendapatkan berita (ilham) bahwasanya di hari itu akan turun penyakit. Lalu meminta perlindungan dari Allah agar dijauhkan dari penyakit.
“Kalau (ajaran) dari nabi tidak ada, cuma kalau udah katanya ulama selagi tidak bertentangan dengan ajaran nabi tidak bisa kita (katakan) langsung murni bid’ah,” jelasnya dikutip dari YouTube Al-Bahjah TV, Selasa (29/8/2023).
Menurutnya, ketika orang saleh mendapatkan ilham boleh dipercaya boleh juga tidak. Dengan catatan selama yang dilakukan hasil ilham tersebut tidak bertentangan dengan ajaran nabi.
“Misalnya bersedekah atau salat hajat agar dijauhkan dari malapetaka, maka mengikuti ilham selagi itu tidak bertentangan syariat itu boleh,” Buya Yahya mencontohkan.
Buya Yahya menambahkan, bila ada yang tidak mempercayai ilham tersebut jangan dicaci maki. Misalnya, seseorang memilih tidak melakukan amalan saat Rebo Wekasan karena tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Advertisement