Sukses

Mengenal Sorry Syndrome, Kebiasaan Meminta Maaf Berlebihan yang Dapat Merendahkan Harga Diri

Ternyata meminta maaf secara berlebihan dengan merendahkan harga diri itu tidak baik bagi diri karena akan menimbulkan bahaya dari sorry syndrome.

Liputan6.com, Jakarta Pernahkah kamu bertemu dengan seseorang yang selalu meminta maaf walaupun ia tidak bersalah? Entah karena budaya atau adap, ia selalu menyampaikan kata "maaf" ketika bertemu dan hendak berbicara dengan orang lain. 

Selain itu, bagi kamu anak 90-an, pasti pernah menonton sinetron komedi Bajaj Bajuri, kan? Salah satu tokohnya yang bernama Mpok Minah terkenal suka meminta maaf tanpa henti bahkan ketika ia seharusnya tidak meminta maaf. 

Nah, ternyata meminta maaf secara berlebihan dengan merendahkan harga diri itu tidak baik bagi diri, loh! Hal seperti itu dapat disebut sebagai sorry syndrome. Untuk mengatahui lebih jauh, berikut ulasannya, seperti yang dilansir dari halaman Subconscious Servant pada Selasa (12/09/23).

Apa Itu Sorry Syndrome?

Sorry Syndrome merupakan istilah yang baru-baru ini muncul yang menganggap bahwa meminta maaf itu sebagai kebutuhan yang sangat besar atas setiap hal kecil bahkan apabila orang yang meminta maaf itu tidak bersalah.

Orang yang memiliki sorry syndrome ini mungkin meminta maaf berlebihan kepada orang yang sama selama interaksi atau mungkin mengungkapkan kata "maaf" sebagai bentuk respons otomatis sehingga membuat mereka meminta maaf secara tidak sengaja atau bahkan pada benda mati.

Sebenarnya, sorry syndrome ini merupakan hal yang lumrah dan banyak di antara kamu yang seringkali merasa terlalu menyesal.

2 dari 4 halaman

Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Sorry Syndorme?

Dilansir dari halaman Psychology Today, meminta maaf itu memang baik untuk meminimalisir konflik, tetapi over-apologizing ternyata juga bisa berbahaya bagi diri sendiri. Nah, sorry syndrome yang ditandai dengan terlalu banyak meminta maaf itu bisa jadi tanda bahwa kamu punya self-esteem yang rendah, tidak percaya diri, dan terkesan tidak tulus.

Seperti kebanyakan kasus, alasan untuk meminta maaf secara berlebihan bisa berasal dari didikan masa kecil. Sewaktu kanak-kanak, kita diajarkan untuk meminta maaf setiap kali melakukan kesalahan yang mungkin akan menimbulkan kemarahan orang tua. 

Setelah hal ini tertanam dalam pikiran, anak-anak mulai mengasosiasikan permintaan maaf dengan mengakhiri situasi yang tidak nyaman. Sederhananya, 'kalau tidak rusak, jangan diperbaiki!' artinya kita sering meneruskan kebiasaan ini hingga dewasa dan hal ini bisa menimbulkan masalah.

1. Ketidakamanan

Sorry Syndrome juga diperkirakan berasal dari rasa tidak aman. Kamu mungkin merasa tidak berdaya di suatu tempat atau merasa seperti orang aneh di antara teman-temanmu dan merasakan tekanan untuk menyesuaikan diri.

Harga diri yang renah juga berkontribusi pada kemungkinan kamu mengambangkan sorry syndrome ini karena kamu cenderung merasa bahwa kamu adalah penghalang atau beban sehingga kamu merasa bahwa kamu harus sering meminta maaf.

3 dari 4 halaman

2. Mencari Penerimaan

Mencari penerimaan adalah alasan lain mengapa orang bisa meminta maaf secara berlebihan. Banyak permintaan maaf yang berlebihan dapat digunakan untuk meningkatkan kepercayaan dan pengaruh sosial. Namun, hal ini memerlukan materil.

3. Kecemasan

Dorongan yang berlebihan untuk meminta maaf dapat digunakan sebagai mekanisme mengatasi perasaan cemas. Hal ini bisa timbul dari rasa khawatir yang kuat karena mengatakan atau melakukan hal yang salah.

Perasaan ini biasanya muncul dalam situasi sosial. Namun, meminta maaf hanya akan memberikan kelegaan sementara dan kebutuhan tersebut mungkin akan meningkat kembali dengan cepat sehingga menimbulkan lebih banyak kecemasan.

4. Jenis Kelamin

Mungkin, wanita lebih banyak mengalami sorry syndrome dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pola asuh anak laki-laki dan perempuan.

Anak laki-laki didorong untuk menunjukkan kemandirian dan diberi penghargaan apabila mereka mampu menunjukkan perilaku yang percaya diri. Sebalinya, anak perempuan cenderung mempunyai ekspektasi sosial tambahan yang diberikan kepada mereka, misalnya menjadi percaya diri, tetapi tidak sombong. Hal ini dapat memunculkan kebutuhan untuk meminta maaf.

5. Kultural

Tentu, dari mana kamu berasal juga akan berdampak pada cara dan frekuensi kamu meminta maaf. Misalnya, orang Swedia lebih sedikit meminta maaf dibandingkan orang Jepang. Hal disebabkan di Jepang itu ketulusan permintaan maaf kamu dapat dinilai dari seberapa rendah kamu membungkuk sedangkan orang Swedia lebih suka kamu tidak meminta maaf dan hanya menjelaskan tindakan kamu.

4 dari 4 halaman

Mengapa Sorry Syndrome Perlu Dihentikan?

Mungkin tampaknya meminta maaf berlebihan itu tidak berbaya, tetapi ternyata dampaknya sangat luas bagi kehidupan sehari-hari. Permintaan maaf yang berlebihan dapat mengubah cara kamu diperlakukan dan bahkan dapat memikat orang yang tidak baik untuk bergaul dengan kamu karena mereka memandang kamu sebagai sasaran yang tepat untuk dimanipulasi.

Mengucapkan maaf terus menerus akan menempatkan kamu pada posisi yang dirugikan secara sosial. Kamu bisa dipandang sebagai orang yang penurut atau penakut karena kamu meminta maaf setiap waktu.

Permintaan maaf yang berlebihan juga menurunkan harga diri kamu. Dengan sering meminta maaf, kamu terus-menerus menempatkan diri kamu pada posisi pasrah, merasa bersalah padahal tindakan kamu itu benar.

Hal ini akan membuat kamu memandang diri sendiri secara negatif dan melihat diri sendiri sebagai seseorang yang mengecewakan atau gagal dari orang lain.

Riset juga melaporkan bahwa orang yang minta maaf berlebihan bisa jadi punya kecenderungan memiliki suicidal thoughts atau keinginan bunuh diri, apalagi bila ia merasa malu berlebihan dan terancam dihukum. 

Dilansir dari Emindful, penyebab orang terus-terusan minta maaf itu bisa disebabkan oleh keinginan untuk bertanggung jawab atas segala hal yang dilakukan. Misalnya, kamu pernah bertengkar dengan seseorang yang dekat denganmu di masa lalu. Gara-gara pertengkaran itulah hubungan kalian menjadi renggang. Kamu pun merasa bersalah karena masih ingin membangun hubungan baik dengan temanmu itu. Akhirnya, kamu pun mengembangkan sikap “ingin minta maaf” yang tinggi.