Sukses

Mengapa Banyak Orang Percaya Zodiak? Begini Alasannya Menurut Ilmu Psikologi

Bagi sebagian besar orang, mereka menilai karakter yang dimilikinya sesuai tanggal lahir dan zodiaknya. Hal ini berkaitan dengan efek barnum pada ilmu psikologi. Apa yang dimaksud dengan efek barnum? simak sebagai berikut.

Liputan6.com, Jakarta - Kamu ingin orang lain mengenal dan menyukaimu, cenderung kritis, dan sering ragu apakah kamu telah mengambil keputusan yang benar? Kamu memiliki banyak potensi yang tidak selalu kamu gunakan untuk keuntungan diri sendiri. Meskipun kamu memiliki beberapa kekurangan, kamu terus berusaha untuk memperbaikinya.

Terkadang, kamu bisa menjadi sangat ramah dan ekstrovert, sementara di lain waktu kamu introvert dan lebih suka menyendiri. Kamu lebih menyukai perubahan dan variasi dan tidak suka merasa dibatasi, tetapi kamu juga mencari keamanan dalam hidup.

Kamu menganggap dirimu seorang pemikir independen dan tidak menerima pernyataan orang lain tanpa bukti yang memuaskan. Kamu merasa tidak bijaksana jika terlalu jujur dalam mengungkapkan diri Kamu kepada orang lain.

Melansir dari Dw.com, ciri-ciri di atas, mungkin ada salah satu karakter yang menjadi kepribadianmu. Hal ini bukan suatu hal yang aneh, faktanya memang itulah yang dirancang untuk dilakukan. Tapi bagaimana caranya?

Itu karena sesuatu yang disebut efek Barnum. Efek ini menjelaskan alasan mengapa kita percaya pada horoskop, peramal, pembaca kartu tarot, dan tes kepribadian palsu.

Efek Barnum menyebabkan orang secara salah percaya bahwa deskripsi kepribadian seperti yang tercantum di atas adalah akurat, padahal sebenarnya bisa diterapkan pada siapa pun. Namanya diambil dari P.T. Barnum, pemain sandiwara abad ke-19 yang terkenal karena mempromosikan tipuan dan leluconnya yang menipu. Efek psikologis ini dapat meyakinkan seseorang bahwa metode ini dapat memprediksi sifatnya sesuai tanggal lahir, atau zodiaknya.

2 dari 3 halaman

Di Balik Efek Barnum

Alasan sebagian besar dari kita dapat dengan mudah memahami gambaran umum ini, adalah karena kita semua memiliki ciri-ciri yang disebutkan, pada tingkat yang berbeda-beda. Bukan ada atau tidaknya ciri-ciri tersebut yang menentukan kita, namun sejauh mana kita memiliki ciri-ciri tersebut.

Jadi dengan mengatakan, "Terkadang kamu bisa menjadi seorang introvert dan terkadang ekstrovert" ibaratnya seperti kamu memiliki hati dan dua paru-paru.

Misalnya, kita semua bisa saja merasa malu pada saat-saat tertentu, tetapi ada orang dengan kecemasan sosial, misalnya yang mengalami rasa malu yang jauh lebih tinggi dibandingkan mereka yang mampu mengatasinya dan tampil di atas panggung.

Seperti yang diungkapkan Forer dalam makalahnya pada tahun 1949, ia menjelaskan temuannya dan mengatakan "Individu adalah konfigurasi unik dari karakteristik yang masing-masing dapat ditemukan pada setiap orang, tetapi dalam tingkat yang berbeda-beda."

Efek barnum faktanya hanyalah salah satu contoh bias kognitif atau distorsi realitas pada alam bawah sadar seseorang, yang seringkali sistematis. Bias ini dapat meningkatkan kerentanan kita terhadap prasangka atau stereotip tertentu, yang dapat menyebabkan kita mempercayai informasi salah.

Setelah seseorang mendapatkan efek barnum, mereka cenderung mencari artikel yang membenarkan pendapatnya, salah menilai informasi dan orang lain, atau sekadar berperilaku dan berpikir tidak rasional. Menyadari bias-bias ini adalah cara terbaik untuk menghindari menjadi korbannya, menurut para peneliti.

3 dari 3 halaman

Validasi Subyektif Efek Barnum

Faktor lain yang berperan dalam efek Barnum adalah kenyataan bahwa orang pada umumnya cenderung lebih menyukai gagasan atau pernyataan yang positif dan pribadi, serta menolak gagasan atau pernyataan yang negatif dan kurang pribadi.

Bias kognitif yang lebih luas dan terkait erat dengan ini disebut validasi subjektif atau personal, yang terjadi ketika kita menganggap dua kebetulan saling berhubungan padahal sebenarnya tidak.

Eksperimen Forer

Pada tahun 1950-an, seorang psikolog bernama Bertram Forer memfasilitasi eksperimen ini dengan siswa dari mata kuliah pengantar psikologi. Pertama-tama, ia memberikan teks yang sama kepada setiap muridnya, dan memberitahu para mahasiswa bahwa itu adalah hasil tes kepribadian yang telah mereka isi sebelumnya, dan sangat personal.

Ketika semua siswa menerima teks beserta nilai mereka, Forer meminta mereka untuk mengangkat tangan jika menurut mereka teks tersebut berhasil menggambarkan kepribadian mereka dengan baik. Para siswa dibuat bingung ketika melihat hampir semua tangan terangkat.

Forer kemudian mulai membaca salah satu teks dengan suara keras. Para siswa tertawa terbahak-bahak ketika menyadari bahwa semua teks yang diberikannya sama. Dengan hal ini, Forer sekarang mempunyai bukti betapa salahnya penilaian kita, dan betapa mudahnya kita tertipu sehingga menyetujui deskripsi atau prediksi pseudo-ilmiah tentang diri kita sendiri.