Sukses

Alasan Remaja Sering Melakukannya Sadfishing, Apa Itu?

Sadfishing terjadi ketika pengguna media sosial memancing reaksi dan komentar simpatik dengan mengunggah cerita dan gambar sedih.

Liputan6.com, Jakarta - Kamu mungkin pernah menemukan beberapa orang di media sosialmu yang secara terus menerus membagikan postingan yang terlalu tulus dan emosional, baik di story maupun feed mereka. Misalnya, selfie dengan mata berkaca-kaca atau beberapa kalimat sedih tentang betapa buruknya perasaannya dan diikuti dengan komentar-komentar yang menawarkan empati dan dukungan. Hal ini disebut sebagai sadfishing, yang dianggap sebagai seruan untuk meminta perhatian.

Sulit untuk mengetahui apakah seorang remaja hanya berbagi secara berlebihan di media sosial untuk memancing tanggapan simpatik atau apakah mereka sedang mengalami depresi dan bahkan mungkin memiliki pikiran untuk bunuh diri. Meskipun remaja yang melakukan sadfishing tampaknya melebih-lebihkan emosinya, biasanya ada perasaan sedih dan kesepian yang nyata di balik postingan mereka. Lantas, seperti apakah pengaruh sadfishing terhadap kesehatan mental? Berikut ulasannya, seperti yang dilansir dari halaman Newport Academy pada Rabu (11/10/23).

Apa Itu Sadfishing?

Sadfishing merupakan istilah yang diciptakan oleh penulis Rebecca Reid, baginya sadfishing terjadi ketika pengguna media sosial memancing reaksi dan komentar simpatik dengan mengunggah cerita dan gambar sedih.

Dalam makalah penelitian yang diterbitkan di the Journal of American College Health pada tahun 2021, para peneliti mendefinisikan sadfishing sebagai kecenderungan pengguna media sosial untuk mempublikasikan keadaan emosional mereka secara berlebihan untuk membangkitkan simpati.

Gen Y dan Gen Z adalah pengguna media sosial terbanyak. Mereka juga generasi yang paling menderita karena kesepian. Artinya, diabndingkan kelompok usia lainnya, mereka lebih mungkin menunjukkan kesedihannya di media sosial. Namun, orang-orang dari segala usia dapat terlibat dalam perilaku sadfishing, termasuk selebriti yang menulis tentang masalah mereka sebagai cara untuk mendapatkan kepercayaan dari followers-nya.

 

 

2 dari 3 halaman

Bagaimana Hubungan Sadfishing dengan Media Sosial dan Kesehatan Mental?

Ketika segelintir remaja melebih-lebihkan apa yang mereka alami atau mengunggah tentang ketidakbahagiaan di media sosial seringkali mereka benar-benar mengalami emosi yang sulit. Faktanya, beberapa remaja yang mengunggah dengan cara ini, sebenarnya menderita kondisi kesehatan mental. Namun, sayangnya fenomena sadfishing ini mungkin menghalangi remaja tersebut untuk mendapatkan bantuan yang mereka perlukan karena ekspresi kesedihan mereka tidak dianggap tulus.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Digital Awareness UK menemukan bahwa tren sadfishing dapat mempersulit remaja yang menghadapi tantangan kesehatan mental untuk mencari dukungan secara daring atau online. Para peneliti melakukan wawancara langsung dengan 50.000 remaja berusia 11 hingga 16 tahun. Banyak dari mereka melaporkan pernah ditindas atau menerima tanggapan kritis setelah mengunggah di media sosial tentang penderitaan emosional mereka. Sekalipun mereka tidak ditindas, sebagian besar merasa kecewa karena tidak menerima dukungan yang mereka cari. Akibatnya, mengunggah secara online tentang emosi yang sulit biasanya malah memperburuk perasaannya.

Selain itu, sejumlah penelitian mengenai hubungan antara media sosial dan kesehatan mental menunjukkan bahwa menghabiskan waktu menggunakan aplikasi ini dapat menurunkan suasana hati seseorang dan meningkatkan gejala kecemasan dan depresi. Penelitian menunjukkan hubungan yang jelas antara media sosial dan kesepian, serta media sosial dan depresi.

3 dari 3 halaman

Apa yang Dapat Dilakukan Orang Tua Perihal Remaja yang Sadfishing?

Orang tua perlu waspada dan terlibat ketika seorang remaja merasa sedih, baik karena suasana hati yang buruk, perasaan putus asa, atau masalah kesehatan mental yang mendasarinya.

  • Jika kamu melihat tindakan sadfishing di media sosial yang dilakukan oleh anak remajamu, tanyakan kepadanya tentang hal tersebut, tanpa menunjukkan penilaian atau kekhawatiran yang berlebihan. Cukup buka percakapan dengan mengatakan sesuatu seperti, “Saya memperhatikan postinganmu pagi ini. Bisakahkamu ceritakan lebih banyak tentang perasaan Anda?” Kemudian berlatih mendengarkannya secara aktif.
  • Pastikan kamu memberikan pesan kepada remaja bahwa ia didukung dan dicintai tanpa syarat. Remaja pada usia ini sering kali tampak lebih fokus untuk mendapatkan persetujuan dan perhatian dari teman sebaya dibandingkan orang tua dan sadfishing mungkin merupakan salah satu cara mereka melakukannya. Namun, orang tua adalah penggemar terbesarnya yang bisa memberikan landasan yang kuat sehingga remaja mendapatkan sandaran selama masa-masa sulit.
  • Orang tua dapat mendidik remaja tentang dampak postingan media sosial mereka. Ia mungkin tidak menyadari bahwa fenomena sadfishing sebenarnya menghalangi remaja dengan masalah kesehatan mental untuk mendapatkan bantuan yang ia butuhkan. Selain itu, remaja mungkin tidak tahu bahwa sadfishing dapat menarik predator online yang melihat ia sedang rentan dan emosional sebagai calon korban.

Pada akhirnya, percakapan tatap muka yang teratur antara orang tua dan anak akan menghasilkan informasi paling akurat dan jujur ​​tentang apa yang sedang dialami remaja. Ketika remaja tidak takut didisiplin atau dihakimi ketika mereka terbuka, orang tua dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Percakapan ini akan mempererat hubungan orang tua dan anak.