Sukses

Mengapa Semangka Jadi Simbol Dukungan untuk Palestina, Ini Sejarahnya

Publik mencantumkan emoji semangka hingga bendera Palestina di akun media sosial mereka sebagai dukungan terhadap Palestina di tengah konflik Israel yang sedang berlangsung. Bagaimana semangka bisa menjadi simbol dukungan untuk Palestina?

Liputan6.com, Jakarta - Publik, khususnya para pengguna jejaring sosial belakangan ini diramaikan dengan emoji bendera Palestina hingga semangka yang dicantumkan dalam akun media sosial mereka. Hal itu sebagai dukungan terhadap Palestina di tengah konflik Israel yang sedang berlangsung.

Namun bagaimana buah segar ini bisa menjadi simbol dukungan untuk Palestina? Inilah yang perlu Anda ketahui, seperti melansir dari Time, Kamis (2/11/2023).

Sejarah Semangka Simbol Dukungan untuk Palestina

Penggunaan semangka sebagai dimbol dukungan Palestina bukanlah hal baru. Ini pertama kali muncul setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967, ketika Israel menguasai Tepi Barat dan Gaza, dan mencaplok Yerusalem Timur.

Pada saat itu, pemerintah Israel menjadikan pengibaran bendera Palestina di depan umum sebagai pelanggaran pidana di Gaza dan Tepi Barat.

Untuk menghindari larangan tersebut, masyarakat Palestina menggunakan semangka karena, ketika dibelah, buah tersebut mempunyai warna nasional bendera Palestina---merah, hitam, putih dan hijau.

Pemerintah Israel tidak sekedar menindak tegas bendera tersebut. Seniman Silman Mansour mengatakan kepada The National pada tahun 2021 bahwa pejabat Israel pada tahun 1980 menutup pameran di 79 galeri di Ramallah yang menampilkan karyanya dan karya lainnya, termasuk Nabil Anani dan Issam Badrl.

Pada tahun 1993, Israel mencabut larangan penggunaan bendera Palestina sebagai bagian dari Perjanjian Oslo (Oslo Accords), yang mencakup pengakuan timbal balik antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (Palestinian Liberation Organization).

Itu merupakan perjanjian formal pertama yang mencoba menyelesaikan konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung selama beberapa dekade. Bendera tersebut dianggap mewakili Otoritas Palestina, yang akan mengelolan Gaza dan Tepi Barat.

 

2 dari 3 halaman

Semangka resmi sebagai simbol selama pelarangan bendera Palestina

Setelah perjanjian tersebut, New York Times menyetujui peran semangka sebagai simbol selama pelarangan bendera.

"Di Jalur Gaza, di mana para pemuda pernah ditangkap karena membawa irisan semangka-- yang menunjukkan warna merah, hitam dan hijau Palestina--tentara hanya berdiam diai, dengan sikap bosan, saat prosesi berjalan dengan mengibarkan bendera yang pernah dilarang," tulis jurnalis Times, John Kifner.

Pada tahun 2007, tepat setelah Intifada Kedua, seniman Klaled Hourani menciptakan kisah Semangka untuk sebuah buku berjudul Atlas Subjektif Palestina (Subjective Atlas of Palestine).

Lalu pada tahun 2013, ia mengisolasi satu cetakan dan menamakannya Warna Bendera Palestina (The Colours of the Palestinian Flag) yang kemudian dilihat oleh orang-orang di seluruh dunia.

Penggunaan semangka sebagai simbol muncul kembali pada 2021, menyusul keputusan pengadilan Israel bahwa keluarga Palestina yang tinggal di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur akan diusir dari rumah mereka untuk dijadikan tepat bagi para pemukim.

 

3 dari 3 halaman

Simbol Semangka Hari Ini untuk Palestina

Pada bulan Januari, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memberi polisi wewenang untuk menyita bendera Palestina.

Hal ini kemudian diikuti dengan pemungutan suara pada Juni mengenai rancangan undang-undang yang melarang orang mengibarkan bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas. (RUU tersebut telah mendapat persetujuan awal namun pemerintah kemudian runtuh).

Pada bulan Juni, Zazim, sebuah organisasi komunitas Arab-Israel, meluncurkan kampanye untuk memprotes penangkapan dan penyitaan bendera.

Gambar semangka terpampang di 16 taksi yang beroperasi di Tel Aviv, dengan teks yang bertuliskan "Ini bukan bendera Palestina."

"Pesan kami kepada pemerintah jelas: Kami akan selalu menemukan cara untuk menghindari larangan yang tidak masuk akal dan kami tidak akan berhenti memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi," kata direktur Zazim Raluca Ganea.

Sementara itu, Amal Saad, warga Palestina dari Haifa yang bekerja pada kampanye Zazim, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka memiliki pesan yang jelas.

"Jika Anda ingin menghentikan kami, kami akan mencari cara lain untuk mengekspresikan diri," ucap Amal.

Â