Liputan6.com, Jakarta Hikikomori merupakan sebuah fenomena yang tengah ramai diperbincangkan di tengah masyarakat Negeri Matahari Terbit. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan pilihan individu yang memilih untuk mengisolasi diri dan menjauh dari kehidupan sosial yang umumnya melibatkan interaksi dengan masyarakat.
Fenomena hikikomori ini menjadi isu serius di negara Jepang. Sekitar 1,5 juta penduduk negara tersebut memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial yang berjalan.
Individu yang mengalami hikikomori benar-benar menghabiskan sebagian besar hidup mereka di dalam rumah. Beberapa dari mereka hanya keluar sebentar untuk membeli bahan makanan, sementara yang lain sepenuhnya mengunci diri di dalam kamar masing-masing.
Advertisement
Penasaran apa saja tanda-tanda pada orang yang mengalami hikikomori? Yuk kita simak selengkapnya. Dilansir dari berbagai sumber pada Jumat (10/11/2023), berikut 5 tanda orang yang mengalami hikikomori.
Isolasi Sosial Secara Ekstrem
Orang yang mengalami hikikomori cenderung menarik diri dari kehidupan sosial dan memilih untuk berdiam diri di rumah. Aktivitas yang mereka lakukan umumnya hanya terbatas pada makan, membaca buku, dan menghabiskan waktu di depan gadget atau laptop di dalam kamar.
Hikikomori adalah kondisi di mana seseorang melakukan pengisolasian diri yang berlangsung selama minimal enam bulan berturut-turut, bahkan ada yang menjalani kondisi ini selama bertahun-tahun.
Umumnya, fenomena hikikomori lebih rentan terjadi pada remaja dan dewasa muda, terutama kaum pria. Namun, perlu dicatat bahwa hikikomori juga bisa terjadi pada wanita dari berbagai usia, termasuk para lansia.
Hikikomori terbagi menjadi dua jenis, yaitu hikikomori primer di mana seseorang mengisolasi diri tanpa ada gangguan kejiwaan penyerta yang menjadi penyebabnya, dan hikikomori sekunder di mana seseorang mengalami gangguan kejiwaan yang memengaruhi perilakunya dan mendorongnya untuk hidup dalam isolasi.
Advertisement
Kurangnya Minat untuk Berinteraksi
Orang yang mengalami hikikomori mungkin kehilangan minat untuk berinteraksi atau bergaul dengan orang lain. Mereka akan merasa cemas ketika melakukan interaksi dengan orang lain.
Bahkan, dalam beberapa kasus, mereka dapat menolak untuk berinteraksi dengan anggota keluarganya yang tinggal dalam satu rumah.
Kesulitan Berkomunikasi
Keterbiasaan melakukan isolasi sosial membuat orang yang mengalami hikikomori kehilangan minat dalam berinteraksi dan lebih nyaman menghabiskan waktu sendiri. Mereka sering menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi, merasa canggung atau sulit memulai percakapan dengan orang lain.
Hal ini dapat memperparah isolasi yang mereka alami dan membuat mereka lebih sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial.
Advertisement
Sering Menghabiskan Waktu Sendirian
Orang yang mengalami hikikomori cenderung melakukan aktivitasnya di dalam rumah, terutama di ruangan yang lebih bersifat pribadi, seperti kamar. Mereka lebih memilih menghabiskan waktu sendirian dibandingkan daripada berinteraksi dengan orang lain, karena interaksi tersebut seringkali membuat mereka merasa kelelahan dan cemas.
Mengalami Gangguan Pola Tidur dan Makan
Orang yang mengalami hikikomori mungkin akan mengalami gangguan pada pola tidur dan pola makan mereka. Kebiasaan mereka seringkali bertentangan dengan kebiasaan orang pada umumnya.
Mereka cenderung lebih aktif pada malam hari, menggunakan waktu siang untuk beristirahat, dan makan pada waktu yang berbeda dengan orang di rumahnya. Hal ini mereka lakukan sebagai upaya untuk meminimalisir interaksi dengan orang lain yang berada di dalam rumahnya.
Advertisement
Suka Menimbun Sampah dalam Rumah
Orang yang mengalami hikikomori, kerap kali menimbun sampah dalam rumah seperti contoh kasus hikikomori yang terjadi di Jepang. ketika petugas LSM datang ke rumah orang yang mengalami hikikomori, saat pintu dibuka tumpukan sampah berserakan di seluruh dalam rumah, bau busuk sampah yang tidak pernah dibuang selama 12 tahun langsung menyengat hidung, bahkan beberapa bagian lantainya pun sudah lapuk.
Sudah berkali-kali juga para tetangga protes karena bau yang terlalu menyengat. Saat ditanya oleh petugas kapan dia terakhir kali mandi, karena sudah terlalu lama dia sudah tidak ingat lagi, “mungkin kira-kira satu tahun” katanya. Sang anak mulai menjadi hikikomori karena gagal mendapatkan pekerjaan saat dia baru tamat kuliah.
Kata Hikikomori Diciptakan Oleh Siapa?
Kata hikikomori memang bukan sesuatu yang baru. Istilah ini pertama kali diciptakan oleh seorang psikolog Jepang, yaitu Tamaki Saito. Saito memasukkan istilah 'hikikomori' dalam bukunya yang berjudul ‘Social Withdrawal - Adolescence Without End,’ yang diterbitkan pada tahun 1988.
Advertisement
Apa Penyebab Fenomena Hikikomori?
Hingga saat ini, masih belum diketahui secara pasti penyebab munculnya fenomena hikikomori. Namun, diperkirakan bahwa kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh diri sendiri, tetapi juga oleh faktor eksternal.
Bagaimana Cara Pengobatan Hikikomori?
Peran keluarga dan individu di sekitarnya sangat penting dalam mengatasi hikikomori, mengingat seseorang yang mengalami kondisi ini mungkin merasa tidak membutuhkan bantuan medis. Penanganan pertama bagi mereka yang ekstrem mengisolasi diri adalah membawa mereka ke seorang psikolog untuk pemeriksaan awal.
Setelah evaluasi, individu tersebut mungkin akan direkomendasikan untuk menjalani serangkaian sesi psikoterapi dan penggunaan obat-obatan jika dianggap perlu. Setiap orang mungkin memerlukan jenis pengobatan yang berbeda, disesuaikan dengan gejala dan tingkat keparahan kondisi yang dialaminya.
Advertisement
Apakah Fenomena Hikikomori Termasuk Gangguan Mental?
Hikikomori belum termasuk kedalam jenis gangguan mental karena diagnosis hikikomori masih cukup sulit dilakukan.
Namun, psikolog atau psikiater mungkin akan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental edisi kelima (DSM-5).
Pasalnya, penarikan diri dari lingkungan juga bisa menjadi salah satu dampak jangka panjang dari gangguan mental.
Apakah Perkembangan Teknologi Dapat Memengaruhi Tingkat Hikikomori?
Hikikomori di Jepang cenderung meningkat seiring dengan perkembangan teknologi. Hal ini karena segala sesuatunya dapat dengan mudah dilakukan melalui ponsel tanpa harus melibatkan bantuan orang lain.
Advertisement