Liputan6.com, Jakarta Gunung Lawu, dengan ketinggian mencapai 3.265 meter di atas permukaan laut yang menantang bagi para pendaki. Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, gunung berapi aktif ini telah menjadi daya tarik utama sebagai tujuan wisata alam dan sejarah.
Bukan hanya destinasi bagi para pengunjung yang mencari keindahan alam dan sejarah, Gunung Lawu juga sering menjadi pilihan para pendaki yang ingin menaklukkan puncaknya yang tertinggi. Dengan jalur pendakian yang penuh tantangan dan pemandangan alam yang menakjubkan, Gunung Lawu menjadi favorit di kalangan para pendaki.
Baca Juga
Meskipun keindahan alam dan sejarah menjadi daya tarik utama Gunung Lawu, namun di balik pesonanya terselip cerita mistis yang diperbincangkan oleh masyarakat sekitar. Kisah horor dan pengalaman mistis sering menjadi perbincangan di antara penduduk lokal dan pendaki.
Advertisement
Cerita-cerita mistis ini melibatkan kejadian-kejadian gaib yang konon terjadi di lereng gunung, memberikan nuansa pendakian yang lebih menarik dan misterius. Gunung Lawu tidak hanya sekadar destinasi wisata, melainkan juga tempat yang dipenuhi energi spiritual dan kisah-kisah mistis yang semakin memikat.
1. Pasar Setan
Di tengah keelokannya gunung ini dianggap sebagai tempat bersarangnya makhluk halus dan menyimpan beragam cerita mistis, termasuk kisah-kisah kerajaan Majapahit yang diyakini tersembunyi di puncaknya.
Puncak terkenal Gunung Lawu, Hargo Dalem, sering dihubungkan dengan cerita mistis. Konon, puncak ini dipenuhi aura spiritual yang kuat, menjadikannya sebagai tempat pemujaan dan meditasi bagi beberapa orang. Sementara itu, Hargo Dumilah, sebagai puncak tertinggi di Gunung Lawu, memiliki daya tariknya sendiri. Ketinggiannya dianggap sebagai perjalanan spiritual yang sering kali dikaitkan dengan mitos dan legenda dari masa lalu.
Pendaki Gunung Lawu sering berbagi pengalaman mistis selama pendakian. Suara-suara misterius dan kehadiran entitas tak terlihat membuat beberapa pendaki merasa terhubung dengan dunia gaib di ketinggian gunung ini. Di kawasan wisata di kaki Gunung Lawu, Tawangmangu terkenal tidak hanya karena pesona keindahan alamnya. Cerita mistis tentang keberadaan Pasar Setan juga muncul di tempat ini.
Banyak suara misterius yang tak terduga terdengar oleh beberapa pendaki selama pendakian, seperti suara delman, napas manusia, dan keramaian layaknya di pasar. Meskipun suara itu terdengar, penampakan fisiknya seringkali tak terlihat oleh mata manusia.
Pasar Setan dan Tawangmangu membuat setiap pendaki yang mengarungi langkahnya di gunung ini merinding. Suara penawaran barang oleh makhluk tak kasat mata kerap terdengar, dan ada anjuran untuk segera mengambil barang di sekitar seperti daun atau ranting jika mendengar tawaran tersebut.
Advertisement
2. Burung Kyai Jalak
Dalam pandangan masyarakat setempat, keberadaan burung Jalak tidak hanya menjadi elemen cerita mistis semata, tetapi juga sebagai simbol kehadiran spiritual dan perlindungan. Salah satu cerita terkenal adalah kisah burung Jalak yang konon mampu menampakkan diri kepada para pendaki. Menurut kepercayaan lokal, burung tersebut hanya akan menampakkan diri kepada mereka yang sopan dan memiliki niat baik.
Masyarakat sekitar Gunung Lawu meyakini bahwa kehadiran burung Jalak saat pendakian merupakan tanda selamat dan sambutan dari para penguasa spiritual setempat.
Asal-usul kisah burung Jalak dikaitkan dengan legenda Prabu Brawijaya V, seorang penguasa terkemuka, dan penjaga setianya. Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalan, tokoh-tokoh dalam legenda tersebut, telah menciptakan keyakinan kuat di kalangan masyarakat sekitar bahwa sosok mereka benar-benar nyata.Â
Dipercayai bahwa Kyai Jalak, yang merupakan sosok penjaga setia, berubah menjadi seekor burung Jalak. Legenda ini memberikan nuansa mistis dan keberkahan kepada Gunung Lawu, menciptakan daya tarik tersendiri bagi mereka yang berani menjelajahi puncaknya.
Â
3. Larangan Baju Warna Hijau
Dalam setiap tempat tentunya memiliki beberapa larangan yang dipercayai masyarakat setempat untuk dipatuhi, meskipun tidak ada aturan resmi yang tertulis. Salah satu larangan yang cukup populer adalah larangan mendaki dengan jumlah ganjil.
Meskipun tidak ada peraturan resmi tertulis, keyakinan masyarakat lokal menyatakan bahwa pendaki dengan jumlah ganjil dapat menjadi sasaran makhluk gaib atau kekuatan supranatural lainnya. Dalam usaha untuk menjaga keamanan selama pendakian, para pendaki taat pada larangan ini, menciptakan nuansa spiritual yang mendalam di sekitar Gunung Lawu.
Selain larangan jumlah ganjil, terdapat juga larangan memakai pakaian berwarna hijau selama pendakian. Dipercayai bahwa memakai pakaian hijau dapat mengakibatkan penculikan oleh Ratu Pantai Selatan. Meskipun sebagian orang mungkin meragukan hubungan antara Gunung Lawu dan pantai selatan yang jauh, masyarakat dan para pendaki tetap patuh pada larangan ini. Keyakinan pada kisah mistis ini membentuk tradisi yang dihormati oleh para pendaki sebagai bentuk penghormatan terhadap alam dan roh-roh yang bersemayam di Gunung Lawu.
Dengan adanya larangan-larangan tersebut, pendakian ke Gunung Lawu bukan hanya sekadar petualangan fisik, tetapi juga pengalaman spiritual yang kaya akan tradisi dan keyakinan mistis. Ini menambahkan dimensi yang unik dan mendalam bagi mereka yang mencari tantangan di puncak Gunung Lawu.
Advertisement
4. Mitos Sendang Drajat
Sendang Drajat meruapakan sumber mata air di sekitar Gunung Lawu yang diyakini oleh masyarakat setempat memiliki kepercayaan khusus, bahwa siapapun yang meminum air dari sendang ini akan mendapatkan manfaat untuk tetap awet muda.Â
Kepercayaan ini melekat erat dengan keyakinan bahwa niat seseorang memainkan peran penting dalam mengarungi kehidupan. Jika niatnya baik, maka diyakini bahwa jalannya akan dipermudah, sementara jika niatnya buruk, rintangan akan muncul sebagai hambatan.
Sendang Drajat menjadi lebih dari sekadar sumber air dan menjadi tempat spiritual yang mencerminkan hubungan antara alam dan manusia. Kepercayaan ini menciptakan nuansa sakral di sekitar Gunung Lawu, mengajak para pengunjung untuk tidak hanya menikmati keindahan alamnya, tetapi juga merenung tentang niat dan tujuan hidup mereka. Dengan demikian, Sendang Drajat menjadi simbol kebijaksanaan dan kearifan lokal yang diwariskan melalui cerita dan kepercayaan turun-temurun.
5. Berperilaku Sopan
Gunung Lawu, dengan kemegahan dan daya misteriusnya, dipercayai memiliki kehidupan sendiri yang memungkinkan gunung tersebut untuk mendengarkan ucapan manusia. Fenomena ini menciptakan suasana yang dijaga dengan hati-hati oleh para pendaki yang menyadari bahwa berinteraksi dengan alam harus dilakukan dengan sopan dan penuh penghargaan.
Setiap pendaki diingatkan untuk menjaga etika dan tidak merusak lingkungan sekitar, sekaligus menjauhi kata-kata kasar yang dapat dianggap sebagai tindakan tidak hormat terhadap Gunung Lawu.
Beberapa insiden kehilangan dan tersesatnya pendaki di Gunung Lawu diyakini terkait dengan perilaku kurang sopan dan ketidakpatuhan terhadap etika. Masyarakat lokal meyakini bahwa meremehkan keberadaan Gunung Lawu atau tidak menjaga sopan santun dapat menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan.
Oleh karena itu, para pendaki didorong untuk memahami bahwa hubungan dengan alam bukan hanya sekadar petualangan fisik, tetapi juga interaksi spiritual yang memerlukan rasa hormat dan kesadaran akan keberadaan gunung sebagai entitas yang hidup.
Advertisement
6. Diikuti Penunggu Setempat
Gunung Lawu menyimpan cerita mistis yang membuat beberapa pendaki merasakan kehadiran penunggu alam gaib. Pengalaman ini umumnya terjadi saat mencapai pos 4, suatu lokasi yang dianggap paling angker di rute pendakian.
Para pendaki sering merasakan perubahan suasana dan hawa di sekitar mereka, menciptakan sensasi yang sulit dijelaskan secara rasional. Konon, sedikit pendaki yang berani mendirikan tenda di tempat ini karena merasa adanya nuansa yang berbeda dan terasa kurang nyaman.
Sensasi yang dirasakan oleh para pendaki, seperti perbedaan suhu atau perasaan bahwa mereka diikuti oleh kehadiran gaib, menciptakan aura misterius yang memperkaya pengalaman pendakian mereka.
Meskipun tidak dapat diukur secara ilmiah, kepercayaan terhadap penunggu gunung Lawu tetap memainkan peran dalam membentuk pandangan spiritual dan kehormatan terhadap alam bagi mereka yang berani menjelajahi puncaknya.
7. Aktivitas Spiritual
Gunung Lawu, memiliki tiga puncak utama yang dianggap tempat sakral dan dijadikan pusat aktivitas spiritual oleh masyarakat setempat.
Puncak pertama, Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Brawijaya. Puncak kedua, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon penasihat spritual sang Prabu Brawijaya.
Sementara puncak ketiga, Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Ketiga puncak tersebut bukan hanya destinasi fisik bagi para pendaki, tetapi juga menciptakan ketertarikan yang mendalam dengan kehidupan spiritual. Sebagai bentuk penghormatan terhadap keberadaan alam, para pendaki diwajibkan untuk mematuhi aturan yang berlaku selama pendakian, sehingga keharmonisan antara manusia dan alam dapat terjaga.
Salah satu momen istimewa di Gunung Lawu terjadi saat malam 1 Suro, di mana puncak gunung ini dijadikan tempat bermeditasi. Malam tersebut dianggap sebagai momen spiritual yang penuh makna, dan para pendaki berkumpul untuk merayakan keharmonisan dengan alam semesta.
Aktivitas meditasi di puncak Gunung Lawu pada malam 1 Suro memberikan pengalaman spiritual yang mendalam bagi mereka yang berpartisipasi, menciptakan hubungan yang lebih erat antara manusia dan keagungan alam yang menjulang tinggi di Gunung Lawu.
Advertisement
Question and Answer
1. Pantangan apa saja di Gunung Lawu?
Salah satu pantangan utama adalah terkait dengan pemilihan pakaian. Memakai pakaian berwarna hijau pupus, corak gading melati, corak poleng benang telon, dan corak merutu sewu dianggap sebagai tindakan yang melanggar aturan, karena diyakini dapat mengundang gangguan atau kejadian tidak diinginkan selama perjalanan di Gunung Lawu.
Selain itu, berbicara dengan kata-kata kasar, jorok, atau tidak senonoh merupakan pantangan lain yang harus dihindari para pengunjung. Sikap sopan santun dan bahasa yang baik dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap keberadaan Gunung Lawu dan masyarakat sekitar. Selain itu, berlagak sombong, sok tahu, sok pintar, dan sok kuat juga dianggap sebagai perilaku yang tidak pantas. Para pendaki dihimbau untuk menjaga sikap rendah hati dan rasa saling menghormati agar pengalaman pendakian di Gunung Lawu tetap menyenangkan dan penuh keberkahan. Dengan mematuhi pantangan-pantangan ini, pendaki dapat menjaga keharmonisan dengan alam dan masyarakat setempat.