Liputan6.com, Jakarta - Content Marketing menjadi salah satu produk yang dalam pengelolaannya membutuhkan strategi marketing. Usaha ini dilakukan para marketer untuk menginformasikan sebuah brand atau produk kepada audiens dalam bentuk konten, seperti video, blog, buku, podcast, dan sebagainya sesuai target market. Dalam pembuatannya pun, sebuah content marketing harus dilandasi beberapa hal.
Sebuah platform bootcamp spesialis digital marketing RevoU, Andrew Prasetya selaku Head of Content Marketing, membagikan beberapa tips yang dapat diterapkan oleh para content marketer, ketika ingin menciptakan sebuah konten.
Baca Juga
Dalam sesi Panel Discussion Marketing Fest 2023 yang diadakan oleh Exabytes Indonesia, Andrew menegaskan adanya dua kategori besar yang harus diperhatikan.
Advertisement
Pada kesempatannya, ia membagikan dua hal yang menjadi fondasi penting. Hal pertama, yaitu seorang content marketer perlu memahami “untuk siapa” konten tersebut dibuat. Ini menjadi fondasi dasar yang perlu dipahami sebelum penyusunan konten dilakukan.
Kemudian, hal kedua adalah “untuk apa” konten tersebut dibuat, yang merujuk terhadap solusi atas suatu permasalahan audiens.
“Berdasarkan apa yang aku dan teman-teman di RevoU lakukan, ada dua kategori besar yang harus diperhatiin. Yang pertama harus mengerti sebenarnya konten yang kita buat itu untuk siapa, dan untuk apa dibuatnya. Karena ini menjadi hal penting untuk kita bisa tahu konten yang kita buat bisa menyelesaikan masalah mereka atau enggak,” jelas Andrew Prasetya dalam Panel Discussion Marketing Fest 2023, Rabu (29/11/2023).
Andrew juga menyampaikan adanya empat framework yang selama ini RevoU terapkan ketika mengembangkan bisnisnya di bidang digital marketing. Ia menegaskan definisi konten yang baik adalah jika seorang kreator menerapkan empat kerangka kerja saat menjalankan ide-nya.
1. Mempunyai Tujuan yang Jelas
Sebelum menciptakan konten untuk pemasaran brand atau produk, seorang kreator harus memiliki tujuan yang jelas dan perjanjian bersama tim serta business owmner yang bersangkutan.
Kembali dengan dua kategori besar yang disebutkan sebelumnya, content marketer perlu meneliti “untuk siapa” dan “untuk apa” konten tersebut diciptakan.
“Kalau seandainya punya RevoU, sebagai brand itu jelas. Jadi konten yang kita buat produksinya untuk orang-orang yang mau beralih karier atau mereka yang mau belajar lebih untuk menaikkan skills dan bekerja di dunia teknologi industri. Jadi kita harus jelas dulu, ini target konten untuk siapa,” jelas Andrew.
2. Dapat Memberi Solusi
Framework kedua yaitu konten tersebut harus bisa memberikan solusi untuk audiens atau customer.
“Kontennya tidak sekadar yang generate knowledge. Tapi make sure semua konten yang dibuat itu bisa membantu customer menyelesaikan masalah yang mereka punya terkait produk dan service yang teman-teman miliki," ucap Andrew.
Ini juga harus disesuaikan dengan produk yang dijalankan. Apakah produk tersebut mengenai kesehatan, atau fintech dan lain sebagainya. Sebagai contoh, ketika berbicara soal fintech, mungkin permasalahan yang customer miliki seputar bagaimana cara mereka berintegrasi.
Satu masalah inilah yang bisa content marketer ambil untuk memberi mereka solusi atas permasalahannya.
Advertisement
3. Beri Sisi Emosional
Selanjutnya, Andrew menegaskan framework ketiga adalah konten tersebut harus memiliki sisi emosional. Di balik konten yang bersifat edukasi atau persuasif, seorang content marketer juga perlu menyisipkan sisi emosional di dalam kontennya. Hal ini diperlukan agar audiens mendapatkan emosi setelah mengonsumsi konten yang kita ciptakan.
“Jadi setelah teman-teman mengonsumsi konten yang kita buat apakah mereka akan merasa senang, sedih, merasa inspired, atau tergugah dan lainnya,” kata Andrew.
4. Formatnya Sesuai Kebutuhan Customer
Format yang dimaksud di sini adalah subjek yang menjadi kebutuhan dari customer itu sendiri. Hal ini dapat disesuaikan dengan platform mana yang menjadi tujuan dari penyebaran konten tersebut, serta umur dari target market yang dituju.
“Kalau seandainya produk kita sangat kompleks, kita tidak bisa bikin video yang terlalu singkat. Ketika kita butuh bentuk video yang lebih panjang, kita tidak bisa memakai TikTok. Atau brand kita sasarannya yang kekinian anak muda, kita tidak bisa bikin artikel long form dengan data-data di dalamnya.”