Sukses

Buku Paling Langka di Dunia, Harganya Selangit

Buku kuno, selain bernilai sejarah, menjadi investasi berharga dengan prestise tinggi di pasar antik, mengukir cerita finansial yang terus melambung.

Liputan6.com, Jakarta Buku, dalam berbagai bentuknya, sering dianggap sebagai penjaga pengetahuan sepanjang masa. Baik berwujud fisik maupun dalam bentuk digital, buku menyimpan kekayaan informasi yang dapat membentuk pemahaman dan wawasan seseorang.

Oleh karena itu, tingkat melek huruf seringkali dijadikan indikator kecerdasan dan tingkat pendidikan seseorang. Meskipun era digital semakin merajalela, buku tetap memegang peranan penting sebagai jendela dunia bagi banyak individu.

Namun, buku tidak hanya berfungsi sebagai sumber pengetahuan; mereka juga memiliki peran sebagai saksi sejarah. Banyak buku yang diciptakan pada masa lalu menjadi bahan abadi dan diabadikan dalam museum sebagai bagian dari warisan budaya.

Buku-buku ini menjadi jendela yang membuka lembaran masa lalu, memungkinkan kita untuk meresapi dan memahami perjalanan sejarah manusia. Dalam keterbatasan fisik dan kenyataan bahwa tidak semua dokumen dapat diabadikan, buku menjadi satu-satunya jendela bagi generasi masa depan untuk memahami akar sejarah.

Menariknya, bukan hanya nilai sejarah yang melekat pada buku, melainkan juga nilai finansial yang terkait dengan kepemilikannya. Buku-buku kuno yang memiliki nilai sejarah tinggi sering kali menjadi koleksi berharga dan menjadi buruan di pasar antik.

Dengan demikian, buku tidak hanya berfungsi sebagai penjaga pengetahuan, tetapi juga menjadi investasi berharga yang terus meningkat nilainya seiring berjalannya waktu. Berikut 10 buku terlangka di dunia dengan harga fantastis dikutip dari berbagai sumber.

2 dari 14 halaman

10. The Canterbury Tales

The Canterbury Tales, sebuah mahakarya klasik yang ditulis oleh Geoffrey Chaucer, meraih predikat sebagai salah satu buku termahal di dunia. Dari edisi pertamanya, hanya ada 12 salinan yang masih bertahan hingga saat ini, menambah tingkat kelangkaan dan nilai historis buku ini.

Geoffrey Chaucer menciptakan kisah-kisah yang menggambarkan perjalanan para peziarah menuju Canterbury, mempersembahkan suatu lukisan hidup dari beragam karakter dan cerita yang menarik.

The Canterbury Tales dicetak pada tahun 1477 dan sejak itu menempuh perjalanan yang luar biasa melintasi waktu dan ruang. Buku ini menjadi saksi perjalanan panjang perkembangan manusia dan keberlanjutan minat akan karya sastra klasik.

Dengan hanya ada 12 salinan asli edisi pertama, keberadaan The Canterbury Tales menjadi suatu warisan budaya yang berharga dan dicari oleh para kolektor buku di seluruh dunia.

Pada tahun 1776, kolektor buku swasta Earl Fitzwilliam membeli salah satu salinan terakhir yang masih ada dengan harga €6,8 atau sekitar Rp110 ribu pada waktu itu. Keputusannya untuk memilikinya telah terbukti sebagai investasi yang sangat menguntungkan.

Pada tahun 1998, saat buku tersebut dijual pada sebuah lelang, harganya mencapai €7 juta atau sekitar Rp113,4 juta.

3 dari 14 halaman

9. Birds of America

Birds of America karya James Audubon menjadi buku termahal di dunia, mengukir prestasi yang menonjol dalam dunia penjualan buku antikvariat. Edisi pertama dari buku ini hanya memiliki 119 salinan yang lengkap, menambahkan elemen langka dan eksklusif pada karya ini.

James Audubon, seorang naturalis dan seniman Amerika, menciptakan karya monumental ini yang menampilkan ilustrasi berukuran raksasa dari burung-burung Amerika Utara. Pada lelang tahun 2010, salah satu dari empat set volume Birds of America terjual dengan harga mencapai €10,8 juta atau sekitar Rp175 juta.

Namun, bukan hanya pada tahun 2010 saja, karena dua salinan edisi pertama lainnya juga mencatatkan penjualan spektakuler. Pada tahun 2000, satu salinan terjual dengan harga €8,3 juta atau sekitar Rp134,492 juta, sementara pada tahun 2012, salinan lain terjual seharga €7,4 juta atau sekitar Rp119,9 juta.

4 dari 14 halaman

8. Rothschild Prayer Book

 

Buku yang juga dikenal sebagai Rothschild Hours ini adalah sebuah buku naskah Flemish yang diterangi, menciptakan keindahan artistik pada masa itu. Naskah ini disusun oleh beberapa seniman sekitar tahun 1500-1520 dan memiliki total 254 folio.

Dengan kekayaan ilustrasi dan dekorasi halaman, Rothschild Prayer Book menjadi contoh gemilang dari seni dan keterampilan seniman Flemish pada periode Renaisans. Ketertarikan terhadap Rothschild Prayer Book tidak hanya terletak pada keindahan dan kerumitan seninya, tetapi juga pada nilai sejarah dan keunikan naskah tersebut.

Pada tahun pembelian pada 2014, Rothschild Prayer Book memecahkan rekor sebagai naskah illuminated (diterangi) yang paling mahal di dunia. Dengan harga pembelian sebesar €12,6 juta atau sekitar Rp204,17 juta, prestasi ini menegaskan posisi Rothschild Prayer Book sebagai salah satu harta seni yang paling dihargai dan memukau dalam sejarah.

5 dari 14 halaman

7. Bay Psalm Book

Bay Psalm Book dikenal sebagai buku cetakan pertama di British Amerika Utara, menciptakan tanda sejarah penting dalam perkembangan percetakan di benua itu. Pertama kali dicetak di Cambridge, Massachusetts pada tahun 1640, buku ini memiliki nilai sejarah yang tak ternilai sebagai simbol awal dari usaha percetakan di koloni Amerika.

Bay Psalm Book menjadi bukti betapa pentingnya penyebaran tulisan dan kebutuhan rohani di kalangan penduduk awal Amerika. Namun, kelangkaan membuat Bay Psalm Book semakin bernilai.

Hanya ada sebelas salinan buku yang masih tersisa hingga saat ini. Jumlah yang terbatas ini semakin memperkuat posisinya sebagai suatu barang koleksi yang sangat istimewa dan berharga di dunia antikvariat.

Keberadaan sebelas salinan ini memperlihatkan tantangan alam dan waktu yang berhasil diatasi oleh beberapa pemilik buku ini. Pada tahun 2013, sebuah salinan dari Bay Psalm Book berhasil memecahkan rekor lelang dengan harga mencapai €13,4 juta atau sekitar Rp217,1 juta.

6 dari 14 halaman

6. Magna Carta

 

Magna Carta, yang juga dikenal sebagai Magna Carta Libertatum, adalah sebuah piagam bersejarah yang dirancang oleh Uskup Agung Canterbury dan disetujui oleh Raja John dari Inggris.

Ditetapkan pada tahun 1215, piagam ini bertujuan untuk menciptakan perdamaian antara Raja John dan kelompok baron pemberontak yang menentang kebijakan dan perlakuan tirani pemerintahan monarki.

Magna Carta menjadi simbol penting dalam perkembangan konsep hak asasi manusia dan supremasi hukum, menetapkan prinsip bahwa tidak ada penguasa yang dikecualikan dari aturan hukum.

Salinan asli Magna Carta menjadi objek yang sangat bernilai dan dibeli melalui pelelangan dengan harga mencapai €20,1 juta atau sekitar Rp325,699 juta. Pembeli dari Magna Carta ini adalah David Rubenstein, seorang filantropis dan kolektor sejarah yang peduli dengan pelestarian warisan bersejarah.

7 dari 14 halaman

5. Injil St. Kutbertus

 

Kitab Injil St. Kutbertus, berasal dari awal abad ke-8, merupakan sebuah peninggalan berharga yang bertuliskan Injil St. Yohanes dengan menggunakan aksara Latin. Selain sebagai sumber teks keagamaan, kitab ini juga menjadi bukti tertua praktik penjilidan buku di benua Eropa.

Nama kitab ini diambil dari makam St. Kutbertus, yang terletak di Lindisfarne, Inggris Timur Laut, menambahkan nilai historis dan spiritual pada warisan ini. Perjalanan kitab Injil St. Kutbertus tidaklah singkat.

Sebelum menemukan tempatnya yang terakhir di Stonyhurst College, kolese Yesuit di Lancashire, kitab ini berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Pada tahun 1979, kitab ini dipinjamkan ke British Library, dan pada tahun 2012, pihak British Library mengambil keputusan untuk membelinya dengan harga yang mencapai US$16,2 juta (sekitar Rp231 miliar).

Meskipun telah berusia lebih dari 12 abad, kitab Injil St. Kutbertus tetap terjaga dalam kondisi prima, menjadi saksi bisu dari sejarah panjang dan perjalanan yang menarik.

 

8 dari 14 halaman

4. Injil Heinrich der Löwe

Injil Heinrich der Löwe, sesuai dengan namanya, merupakan sebuah kitab Injil yang dipesan oleh Heinrich der Löwe (1129-1195), seorang Duke of Saxony and Bavaria. Kitab yang memiliki 266 halaman ini dulunya ditempatkan di altar Perawan Maria di Katedral Brunswick, dan dianggap sebagai salah satu karya terbaik dari periode Romanesque.

Keberadaannya tidak hanya menyiratkan nilai religius tetapi juga mencerminkan kegemilangan seni dan keahlian pada zaman tersebut.

Pada tahun 1983, Injil Heinrich der Löwe mengalami perjalanan yang menarik. Kitab ini dilelang di Balai Lelang Sotheby's, London, dan akhirnya dibeli oleh Pemerintah Jerman dengan harga mencapai US$30,4 juta (sekitar Rp433,2 miliar).

Keputusan ini menandai upaya untuk mempertahankan dan melindungi warisan budaya yang berharga. Saat ini, kitab Injil Heinrich der Löwe dijaga dengan cermat di Herzog August Bibliothek, Wolfenbüttel, dan hanya dipamerkan sekali dalam dua tahun agar tetap aman dan terjaga.

Kisah Injil Heinrich der Löwe tidak hanya menjadi saksi bisu dari peranannya dalam kehidupan keagamaan pada masanya, tetapi juga mencerminkan peran penting pemerintah dalam melestarikan warisan budaya yang kaya dan berharga bagi generasi mendatang.

9 dari 14 halaman

3. Sherborne Missal

 

Sherborne Missal adalah Liber Missalis, atau buku liturgi yang berisi doa dan nyanyian untuk perayaan Ekaristi. Pesanan untuk pembuatan buku ini berasal dari Robert Bruyning, kepala biara Biara St. Maria di Sherborne, Dorset, dan buku ini digunakan di biara tersebut antara tahun 1399 dan 1407.

Meskipun mungkin sulit dipercaya, Sherborne Missal memiliki berat luar biasa, mencapai 20 kilogram. Keberatannya yang mencolok mencerminkan betapa istimewanya buku ini dalam konteks keagamaan pada masanya.

Keindahan Sherborne Missal tidak hanya terletak pada isinya, tetapi juga pada efek iluminasinya yang luar biasa. Seniman di balik karya iluminasi ini adalah seorang rahib Ordo Dominikan bernama John Siferwas.

Karyanya memberikan sentuhan visual yang memukau, meningkatkan nilai seni dan estetika buku tersebut. Pada tahun 1998, British Library memperoleh Sherborne Missal dari Ralph George Algernon Percy, Duke of Northumberland ke-12, dengan harga mencapai US$31 juta (sekitar Rp442 miliar).

Akuisisi ini memastikan bahwa buku ini dapat diapresiasi oleh masyarakat lebih luas, dan sejak saat itu, Sherborne Missal dipajang di Ritblat Gallery, menjadi bagian yang sangat berharga dari warisan budaya dan seni.

10 dari 14 halaman

2. Kitab Mormon

Kitab Mormon, menjadi kitab suci bagi Gerakan Orang Suci Akhir Zaman atau Latter Day Saints, merupakan landasan ajaran dan kepercayaan mereka. Konon, kitab ini berisi tulisan para nabi dan nabiah yang hidup di benua Amerika sejak 2200 SM hingga 421 M.

Ajaran dalam Kitab Mormon juga meyakini bahwa setelah kebangkitan-Nya, Yesus Kristus menampakkan diri di benua tersebut, memberikan dimensi spiritual yang unik pada kitab ini.Pada akhir abad ke-19, manuskrip asli Kitab Mormon menjadi kepemilikan keluarga David Whitmer, salah satu tokoh utama dalam Gerakan Orang Suci Akhir Zaman.

Namun, perolehan kembali manuskrip tersebut tidak terwujud dengan mudah, dan perjalanan untuk memilikinya penuh liku-liku. Akhirnya, pada tahun 2015, Gereja Gerakan Orang Suci Akhir Zaman berhasil mengamankan manuskrip asli Kitab Mormon dengan membayar mahar sebesar US$37 juta (sekitar Rp527,4 miliar).

Pencapaian ini bukan hanya merupakan sebuah transaksi, tetapi juga langkah penting dalam melestarikan dan menghormati warisan keagamaan yang sangat dihargai oleh para penganut Latter Day Saints.

11 dari 14 halaman

1. Codex Leicester

Codex Leicester, sebuah karya keluaran tahun 1510, diabadikan sebagai tulisan ilmiah dan pengamatan fenomena alam dari pikiran brilian Leonardo da Vinci (1452-1519), seorang seniman legendaris Italia.

Terdiri dari 72 halaman, buku ini bukanlah karya seni biasa, melainkan adalah ekspresi pemikiran ilmiah da Vinci beberapa tahun sebelum kematiannya. Dalam codex ini, da Vinci mengeksplorasi berbagai konsep ilmiah, termasuk geologi, meteorologi, dan astronomi, menciptakan warisan pengetahuan yang tak ternilai.

Nama Codex Leicester diberikan pada tahun 1719 oleh Thomas Coke, yang kemudian menjadi Earl of Leicester pada 1744. Pada tahun 1980-an, kolektor seni dan industrialis Armand Hammer membeli Codex Leicester dengan harga US$16 juta (sekitar Rp228,2 miliar) dan menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris.

Hal ini membawa kehidupan baru pada pengetahuan yang terkandung dalam codex, memungkinkan lebih banyak orang untuk mengakses dan memahaminya.

Puncak kepopuleran Codex Leicester terjadi pada tahun 1994 saat dilelang di Christie's dan dibeli oleh pendiri Microsoft, Bill Gates, dengan harga mencapai US$53,2 juta (hampir Rp760 miliar).

12 dari 14 halaman

Kitab apa yang paling mahal?

Kitab Mazmur tercatat sebagai buku paling mahal.

13 dari 14 halaman

Buku apa yang termahal di dunia?

Codex Leicester oleh Leonardo da Vinci merupakan buku termahal di dunia yang dibeli oleh Bill Gates.

14 dari 14 halaman

Buku apa yg paling tebal?

Buku Shree Haricharitramrut Sagar karya Gyanjivandasji Swami merupakan Buku Paling Tebal di Dunia. Buku tersebut memiliki ketebalan 12.404 halaman dengan berat 33,15 kg dan ketebalan 49,6 cm.

 

Video Terkini