Liputan6.com, Jakarta Peta, sebagai representasi visual dari ruang geografis, telah hadir dalam sejarah manusia sebelum tulisan menjadi media utama untuk menyampaikan informasi. Mungkin sulit untuk membayangkan, tetapi ada suatu masa di mana peta dihiasi dengan pulau-pulau misterius dan cerita fantastis. Salah satu contohnya adalah pulau bernama Lixus, yang diyakini tumbuh pohon-pohon berbuah emas. Legenda ini menciptakan citra dunia yang penuh misteri dan keajaiban, menggambarkan bagaimana peta tidak hanya sebagai alat navigasi, tetapi juga sebagai cermin imajinasi dan kepercayaan masyarakat.
Pulau Susu adalah contoh lain dari cerita yang terpatri dalam peta. Konon, di pulau ini susu mengucur dari buah-buah anggur, menciptakan gambaran surgawi yang melimpah. Meskipun kini kita mungkin tertawa mengenai keberadaan pulau-pulau ajaib ini, si pembuat peta pada masa itu tidak bermaksud terlihat bodoh. Sebaliknya, mereka berusaha mengekspresikan pengetahuan mereka tentang dunia sebagaimana yang mereka ketahui, yang tidak hanya didasarkan pada fakta geografis, tetapi juga kisah, kepercayaan, dan imajinasi.
Baca Juga
Yvette La Pierre, dalam karyanya Mapping a Changing World, mencatat bahwa pengetahuan orang-orang di masa lampau bukanlah sekadar hasil pengamatan objektif, melainkan juga terbentuk oleh kisah-kisah yang diceritakan dan keyakinan yang dipegang. Peta pada masa itu menjadi medium komunikasi untuk mentransmisikan pengetahuan dan dunia yang mereka percayai. Meskipun kita kini memiliki pemahaman yang lebih ilmiah tentang geografi, melihat ke belakang pada peta-peta lama memberikan wawasan tentang evolusi cara kita memandang dunia dan bagaimana pengetahuan kita terbentuk melalui waktu.
Advertisement
1. Peta Tercipta Bukan Hanya Untuk Menjadi Alat Navigasi
Selama ribuan tahun, manusia telah menciptakan peta sebagai alat untuk merekam dan memahami dunia di sekitar mereka. Peta menjadi cermin evolusi pengetahuan manusia tentang bumi, terus berubah seiring penjelajahan, penemuan ilmiah, dan petualangan mencari dunia baru. Pada abad ke-16, ketika dunia masih tampak seperti petualangan bagi para pengembara, relief peta terukir bahkan di koin Yunani Kuno. Peta-peta kuno tidak hanya terbatas pada kertas, melainkan juga diukir di tongkat, batu, uang perak, dan bahkan kulit anjing laut. Gambar-gambar aneh seperti manusia berkepala anjing, monster laut, dan lumba-lumba seukuran paus mempercantik lembaran peta, menciptakan citra dunia yang penuh keajaiban dan misteri.
Pada masa itu, peta bukanlah sekadar alat praktis untuk navigasi. Menurut Yvette La Pierre, pada akhirnya, peta menjadi lebih dari sekadar informasi geografis. Peta mencerminkan bagaimana manusia hidup dan berpikir, serta apa yang mereka ketahui dan percayai tentang dunia di sekitar mereka. Bukan hanya sebagai representasi fisik dari tanah dan laut, peta menjadi media untuk menyampaikan pandangan dunia, dihiasi dengan simbol-simbol aneh yang mencerminkan imaginasi dan keyakinan masyarakat saat itu.
Melalui relief peta yang terukir dan gambar-gambar yang menghiasi berbagai media, kita dapat mengikuti perjalanan manusia dalam memahami dan merekam dunia. Peta tidak hanya menyajikan informasi geografis, tetapi juga menggambarkan perjalanan dan perkembangan budaya manusia sepanjang sejarah. Sebagai catatan visual, peta menjadi karya seni yang merefleksikan hubungan manusia dengan alam dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Advertisement
2. Pembuatan Peta Jauh Lebih Awal Dibanding Pengembangan Tulisan
Walaupun peta tertua yang berasal dari Babilonia saat ini menjadi yang paling awal yang tercatat, Yvette La Pierre menyampaikan bahwa manusia telah memulai pembuatan peta jauh sebelumnya, meskipun detail mengenai peta-peta tersebut hilang dalam sejarah. Keingintahuan manusia tentang posisi mereka di dunia dan cara mencapai suatu tempat telah mendorong pembuatan peta sejak zaman kuno.
La Pierre mencatat bahwa manusia selalu merasa penasaran tentang letak geografis mereka dan bagaimana mengorientasikan diri di sekitar lingkungan mereka. Dalam konteks ini, peta bukan hanya alat navigasi praktis tetapi juga mencerminkan keingintahuan bawaan manusia untuk memahami dunia di sekitar mereka.
Yvette La Pierre menekankan bahwa pembuatan peta lebih mudah dan lebih awal daripada pengembangan tulisan. Peta menjadi salah satu bentuk komunikasi tertua yang pernah ada. Meskipun pada masa awal pembuatan peta mungkin didorong oleh kebutuhan praktis untuk navigasi, seiring waktu, peta menjadi sarana untuk menyampaikan pandangan dunia, mitos, dan legenda. Dalam konteks ini, peta bukan hanya mencatat bentuk fisik bumi tetapi juga menjadi medium untuk mentransmisikan cerita dan pengetahuan tentang tempat-tempat yang belum pernah dijelajahi.
Dengan peta sebagai bentuk komunikasi tertua, keberadaannya menegaskan bahwa manusia memiliki dorongan alami untuk memahami dunia mereka dan berbagi pengetahuan tersebut dengan orang lain. Pembuatan peta bukan hanya mencerminkan kemampuan manusia untuk menjelajahi dan memahami dunia, tetapi juga mengungkapkan aspek kreatif dan artistik dalam upaya manusia untuk merekam dan menggambarkan lingkungan mereka.
3. Peta Tablet, Artefak Peta Tertua dari Babilonia
Peta Tablet dari Babilonia menonjol sebagai artefak peta tertua yang masih bertahan hingga kini, menyajikan wawasan unik tentang keahlian pemetaan pada masa kuno. Orang-orang Babilonia, yang tinggal di wilayah Mesopotamia (kini Irak), menciptakan peta ini sekitar tahun 500 SM. Peta ini terukir pada tablet tanah liat kecil, seukuran tangan orang dewasa. Dengan desain yang unik, bagian atasnya menampilkan lingkaran mirip CD dengan garis lingkar yang mewakili gunung.
Dua garis yang menurun dari arah gunung kemungkinan melambangkan Sungai Eufrat dan Tigris. Adanya bentuk persegi yang melintasi simbol sungai menunjukkan pusat kota Babilonia, sementara kota-kota penting lainnya ditandai dengan lingkaran-lingkaran kecil. Hanya satu kota yang diidentifikasi, yaitu Deri. Lingkaran digunakan untuk menunjukkan lokasi wilayah lain, seperti Armenia di atas dan di kanan Babilonia, Assyria di bawah Armenia, dan Habban di sebelah kiri Babilonia. Keseluruhan peta diapit oleh lingkaran yang mewakili lautan, dengan segala macam monster imajiner berbentuk segitiga yang menghuni lautan di luar pulau-pulau.
Peta Tablet ini memberikan gambaran yang sangat menarik tentang cara orang Babilonia pada masa itu memandang dan merekam dunia mereka. Pada dasarnya, peta ini mencerminkan cara mereka memetakan wilayah dan merancang representasi visual yang penuh dengan unsur kreatif dan imajinatif.
Selain menjadi panduan geografis, peta ini juga mengungkapkan kecenderungan manusia untuk memasukkan elemen-elemen mitologis dan imajiner ke dalam pemahaman mereka tentang dunia. Monster-monster segitiga di sekitar lautan menambah dimensi legendaris pada peta ini, menciptakan karya seni yang mencerminkan hubungan kompleks antara pengetahuan, imajinasi, dan kepercayaan masyarakat kuno.
Advertisement
4. Peta Papirus yang Mengandung Gambar Dewa Mesir Kuno
Peta Papirus menjadi peninggalan berharga yang menyoroti pemahaman geografis dan mitologi pada zaman kuno. Salah satu peta papirus, yang dibuat sekitar tahun 330 SM, memperlihatkan tingkat keakuratan yang luar biasa dengan menunjukkan tempat yang benar-benar ada, yaitu Danau Moeris. Dahulu, danau ini meliputi sebagian besar wilayah Kota Fayum di Mesir Utara, yang kini telah berubah menjadi kota di tengah gurun pasir. Keakuratan peta ini memberikan gambaran terperinci tentang topografi dan geografi Mesir kuno.
Peta ini juga berfungsi sebagai medium untuk memasukkan unsur mitologis dan keagamaan dalam representasi dunia. Di dalamnya tergambar makhluk-makhluk setengah manusia dan dewa-dewa Mesir Kuno, termasuk Sobk, dewa berwujud buaya yang diyakini mendiami wilayah Danau Moeris. Peta ini menciptakan hubungan antara realitas fisik dan kepercayaan spiritual, mencerminkan betapa eratnya ikatan antara mitologi dan pemetaan pada masa itu.
Selain Peta Papirus, orang Mesir kuno juga menggambarkan peta menuju alam baka pada dinding-dinding makam. Peta ini bukan hanya berfungsi sebagai panduan fisik melainkan juga sebagai panduan spiritual. Penggambaran peta menuju alam baka menyoroti kompleksitas pandangan dunia dan kehidupan setelah mati dalam budaya Mesir kuno. Peta ini menjadi representasi visual yang mendalam tentang pemahaman manusia terhadap aspek-aspek kehidupan dan kematian, menciptakan sebuah karya seni yang memadukan dimensi fisik dan metafisik.
5. Peta Sutra Menggunakan Garis Bervariasi Untuk Memberi Informasi
Peta Sutra yang tersegel di dalam makam di Provinsi Gunan pada 168 SM menjadi penemuan luar biasa ketika ditemukan pada tahun 1973. Peta ini menghadirkan kemajuan signifikan dalam pemetaan pada masa itu dan memberikan wawasan yang lebih rinci serta akurat dibandingkan dengan peta-peta kuno lainnya. Pembuat peta dengan cermat menggunakan simbol-simbol untuk menunjukkan desa dan provinsi, sungai, jalan, pegunungan, dan benteng militer. Penggunaan simbol-simbol ini tidak hanya memudahkan pemahaman geografi tetapi juga menyoroti tingkat keahlian dalam teknik pemetaan pada masa tersebut.
Dalam Peta Sutra, penggunaan garis-garis berbeda memberikan informasi yang lebih kaya tentang topografi. Garis bergelombang, misalnya, digunakan untuk menunjukkan keberadaan gunung, sementara garis tipis mewakili aliran sungai. Selain itu, garis yang lebih tebal digunakan untuk menggambarkan ukuran dan arah aliran sungai. Kombinasi simbol-simbol ini menciptakan peta yang tidak hanya informatif tetapi juga estetis, menunjukkan tingkat keterampilan artistik dan kecerdasan teknis pembuat peta pada masa itu.
Peta Sutra menjadi penanda penting dalam sejarah pemetaan dan budaya pada masa itu. Keberadaannya mengungkapkan bagaimana masyarakat pada abad ke-2 SM memiliki pemahaman yang canggih tentang representasi visual dan pengetahuan geografis. Dengan rinciannya yang luar biasa, Peta Sutra menyajikan warisan budaya yang memperkaya pemahaman kita tentang perkembangan teknologi pemetaan pada masa kuno dan nilai seni yang tertanam dalam penggambaran geografi.
Advertisement
6. Peta Koin Perak dan Kota Ephesus
Peta Koin Perak menyajikan keunikan sebagai salah satu peta tertua yang tercetak di balik sebuah koin perak, mewakili kemajuan teknologi pemetaan pada masa Yunani kuno. Diperkirakan berasal dari abad ke-4 SM, koin ini menggambarkan lokasi yang sebenarnya ada, yakni kota Ephesus, yang kini merupakan bagian dari Turki. Keberadaan peta ini di atas permukaan koin memberikan pandangan yang menarik tentang bagaimana masyarakat Yunani kuno memadukan seni dan pemetaan sebagai bentuk unik dalam menyampaikan informasi geografis.
Pada permukaan koin, terlihat daerah-daerah terangkat yang mempresentasikan pegunungan, dengan lembah-lembah sungai yang membagi mereka. Keberanian untuk mencetak peta pada medium sekecil koin perak menunjukkan tingkat kecanggihan teknik cetak dan pencetakan yang dimiliki oleh masyarakat Yunani pada masa itu. Peta ini bukan hanya sekadar representasi geografis, melainkan juga sebuah karya seni yang menggabungkan unsur-unsur estetika dan informasi praktis.
Peta Koin Perak memberikan wawasan tentang cara manusia kuno memahami dan merekam wilayah sekitar mereka, dan bagaimana pemetaan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Penggunaan koin sebagai media untuk menyebarkan peta menggambarkan keterampilan teknis dan inovatif dalam menyampaikan informasi di masa lalu. Peta ini bukan hanya catatan sejarah geografis tetapi juga saksi bisu perkembangan budaya dan teknologi pada masa Yunani kuno.
7. Petra Grafik Batang dari Orang-orang Kepulauan Marshall
Peta Grafik Batang menciptakan gambaran unik tentang keahlian dan pengetahuan navigasi orang-orang dari Kepulauan Marshall di wilayah Pasifik Selatan sebelum kedatangan orang Eropa. Dengan menggunakan serat daun palem dan kerang, mereka menciptakan peta yang mengambil bentuk mirip grafik batang. Proses pembuatan peta ini melibatkan ikatan batang-batang dengan sabut, yang kemudian digunakan untuk menunjukkan pola gelombang air laut dan arah angin. Simbol pulau ditambahkan dengan menempatkan kerang atau potongan karang pada peta, menciptakan representasi visual yang sederhana namun sangat efektif tentang kondisi navigasi di lautan.
Uniknya, hanya pelayar berpengalaman yang memiliki keahlian khusus yang mampu membuat Peta Grafik Batang ini. Keahlian ini diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, menandakan pentingnya pengetahuan dan keterampilan navigasi dalam kehidupan masyarakat Kepulauan Marshall. Peta ini bukan hanya alat navigasi praktis tetapi juga menjadi bagian integral dari warisan budaya dan tradisi kelautan yang dijaga dan dilestarikan oleh komunitas tersebut.
Pembuatan Peta Grafik Batang mengilustrasikan tingkat pemahaman yang mendalam terhadap lingkungan maritim. Dengan memanfaatkan bahan-bahan sederhana seperti serat daun palem dan kerang, orang-orang Kepulauan Marshall berhasil menciptakan alat navigasi yang efektif dan andal. Peta ini menjadi simbol kearifan lokal dalam navigasi dan merupakan bukti konkret bagaimana pengetahuan seputar alam dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, menjaga keberlanjutan budaya dan kehidupan laut mereka.
Advertisement
8. Kontribusi Bapak Geografi, Claudius Ptolemaeus
Claudius Ptolemaeus, atau lebih dikenal sebagai Ptolemeus, diakui sebagai Bapak Geografi karena kontribusinya yang monumental dalam pemetaan dan penyusunan peta pada abad ke-2. Meskipun ia lebih dikenal sebagai seorang astronom dan peramal bintang dari Alexandria, ketertarikannya pada pembuatan horoskop membawanya pada penemuan teknik baru yang revolusioner, yang kemudian dikenal sebagai geografi. Matthew Edney, seorang profesor kartografi di University of Southern Maine, menyatakan bahwa Ptolemeus menemukan geografi karena hasratnya untuk membuat horoskop yang lebih akurat.
Ptolemeus tidak hanya membatasi diri pada teknik astronomi, tetapi juga mengumpulkan dokumen yang merinci lokasi kota dan menambahkannya dengan cerita-cerita para pelancong. Dengan pendekatan ini, ia menyusun sistem garis lintang dan bujur serta memasukkan sekitar 10.000 lokasi, membentang dari Inggris hingga Eropa, Asia, dan Afrika Utara. Salah satu kekhasan peta versi Ptolemeus adalah penempatan Samudera Hindia yang terkurung daratan, menghalangi kemungkinan pelayaran di selatan Afrika. Meskipun demikian, peta ini tetap mencerminkan ide-ide dan teknik pembuatan peta yang menjadi rujukan penting hingga kini.
Bentuk aneh peta dunia versi Ptolemeus tidak hanya menjadi karya unik dari seorang astronom, tetapi juga menyiratkan dampak besar pada penjelajahan maritim di masa depan. Gagasan bahwa Samudera Hindia terisolasi daratan menjadi kendala bagi eksplorasi Eropa di selatan Afrika, dan ide-ide ini memengaruhi semangat para pelaut dan penjelajah yang ingin menyusuri pantai barat Afrika. Dengan demikian, meski peta ini memiliki keanehan dalam representasinya, warisan ide dan teknik Ptolemeus dalam pembuatan peta masih terus memengaruhi pemetaan modern hingga saat ini.
9. Peta T-O Isidore of Seville
Peta T-O, yang dihasilkan oleh Isidore of Seville, menjadi salah satu model peta yang dominan selama lebih dari tiga dekade, terutama pada abad ke-6 dan ke-7 M. Peta ini menggambarkan dunia dalam bentuk lingkaran dengan Samudera yang membentuk bagian luar, menandakan batas bumi. Dalam desainnya, tiga benua utama, yakni Asia, Afrika, dan Eropa, ditempatkan di dalam lingkaran. Pemisahan antara benua-benua ini dilakukan oleh aliran Sungai Don dan Sungai Nil, serta Laut Mediterania, menciptakan bentuk seperti huruf T di dalam lingkaran. Meskipun tidak merepresentasikan secara akurat bentuk geografis sebenarnya, peta ini bertujuan untuk menyajikan tatanan umum dunia dan hubungan spasial antara benua-benua.
Peta T-O, dengan huruf T yang membagi tiga benua, membawa dampak besar pada pemetaan abad pertengahan. Pada masa tersebut, model ini menjadi dasar untuk Psalter maps, yaitu peta-peta yang sering ditemukan di dalam Kitab Mazmur. Pemilihan Psalter maps sebagai istilah untuk peta-peta ini mencerminkan keberadaannya dalam teks keagamaan dan kecenderungan abad pertengahan untuk menyertakan elemen-elemen keagamaan dalam pemetaan. Peta T-O tidak hanya memberikan gambaran geografis, tetapi juga mengandung makna simbolis dan spiritual, menciptakan pemahaman tentang dunia yang terkait dengan keyakinan dan budaya pada masanya.
Meskipun peta T-O tidak lagi digunakan sebagai representasi geografis yang akurat, warisannya tetap hidup dalam sejarah pemetaan dan ikonografi abad pertengahan. Desainnya yang sederhana dan mudah dipahami menjadikannya model yang relevan untuk menyampaikan informasi geografis dan spiritual pada masa lalu.
Advertisement
10. Kitab Rudjdjar
Tabula Rogeriana, atau dikenal juga sebagai Kitab Rudjdjar (Kitab Roger), merupakan sebuah pencapaian besar dalam sejarah pemetaan yang digambar oleh pakar geografi Arab, Al-Sharif al-Idrisi, pada tahun 1154. Peta ini dikomisikan oleh Raja Roger II dari Sisilia setelah al-Idrisi tinggal selama delapan belas tahun di istananya. Al-Idrisi, keturunan dari para penguasa Idrisiyyah di Maroko yang memiliki hubungan ke keluarga Nabi Muhammad, membentuk sebuah peta dunia yang mencakup tujuh benua. Dalam karyanya, ia juga menampilkan rute perdagangan, danau, sungai, dataran tinggi, dan pegunungan.
Sebagai tokoh kunci dalam kelahiran globe, al-Idrisi menghasilkan 70 lembaran peta datar yang dihubungkan dalam simpul melingkar koordinat astronomi. Pencapaiannya tidak berhenti di situ; ia mengeksekusikan ide unik dengan mengecor peta tersebut dalam sebuah bola perak yang mencapai berat sekitar 400 kg dan berdiameter sekitar 80 inci. Globe ini dapat diputar 180 derajat, meskipun bagian utara sengaja diatur berada di bawah.
Berbeda dengan Ptolemeus, al-Idrisi menyajikan Samudera Hindia yang terbuka, memisahkan benua Asia dan Afrika. Peta dunia ini tidak hanya mencerminkan pencapaian geografi yang luar biasa pada masanya tetapi juga menjadi bagian integral dari kemajuan ilmu pengetahuan di era pramodern.
Tabula Rogeriana oleh Al-Sharif al-Idrisi tidak hanya menjadi tonggak penting dalam sejarah pemetaan tetapi juga mewakili hubungan erat antara pengetahuan geografi dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa lalu. Peta ini membuktikan keterlibatan Arab dalam progres ilmiah global dan melanjutkan tradisi penelitian dan penciptaan peta yang diperkenalkan oleh budaya Arab pada periode Keemasan Islam.
11. Peta Berbahasa Catalan
Catalan Atlas, merupakan salah satu peta berbahasa Catalan yang paling penting dari abad pertengahan, dihasilkan pada tahun 1375 oleh Abraham Cresques atau dikenal juga sebagai Cresques putra Abraham, bersama dengan anaknya, Jehuda Cresques. Abraham Cresques adalah seorang kartografer Yahudi yang berasal dari Palma, Majorca, yang pada waktu itu merupakan bagian dari Aragon. Peta ini awalnya terdiri dari enam lembar selebar 65-50 cm yang dilipat secara vertikal, dicat dengan warna-warni termasuk emas dan perak.
Dua lembar pertama Catalan Atlas berisi teks berbahasa Catalan yang mencakup kosmografi, astronomi, dan astrologi, disertai dengan ilustrasi yang menjelaskan informasi penting untuk pelaut, seperti pasang surut air laut. Keempat lembar sisanya memuat peta sebenarnya, dengan Yerusalem ditempatkan dekat di pusatnya. Peta ini menggambarkan wilayah dunia timur, Eropa, dan Afrika Utara dengan menggunakan garis vertikal biru sebagai simbol lautan. Catalan Atlas juga menyertakan informasi mengenai letak pelabuhan-pelabuhan penting yang ditandai dengan simbol warna merah, sementara pelabuhan lainnya ditandai dengan warna hitam.
Catalan Atlas bukan hanya merupakan prestasi dalam pemetaan tetapi juga mencerminkan keberagaman dan inklusivitas dalam dunia ilmu pengetahuan pada masa itu, dengan melibatkan seorang kartografer Yahudi dalam penciptaannya.
Advertisement
12. Peta Tabula Novarum Insularum
Menggambar Benua Amerika menjadi sebuah pencapaian signifikan dalam evolusi pemetaan dunia. Meskipun belum sepenuhnya tergambar sempurna, benua Amerika akhirnya menemukan bentuknya dalam peta, dan salah satu pencapaian penting dalam hal ini adalah peta "Tabula novarum insularum". Peta ini diakui sebagai peta pertama yang secara geografis menunjukkan benua Amerika terpisah dari benua lainnya.
Sebastian Münster, seorang kartograf Jerman, menjadi pencipta peta ini, dan karyanya pertama kali dipublikasikan pada tahun 1540. Peta ini menandai kemajuan pesat dalam pemahaman geografi, di mana Amerika Utara dan Selatan pertama kali digambarkan saling menyambung dan terpisah dari Asia.
Peta "Tabula novarum insularum" bukan hanya sekadar prestasi kartografi pada masanya, tetapi juga mencerminkan perkembangan pengetahuan geografis yang terus berkembang. Meskipun beberapa pembuat peta masih menggambarkan Amerika sebaliknya dalam dua dekade berikutnya, peta ini menjadi tonggak penting dalam pemahaman kita tentang tata letak dunia pada masa itu.
Cosmographia pada tahun 1544, yang mencakup peta ini, menjadi deskripsi dunia berbahasa Jerman paling awal, sukses, dan populer pada abad ke-16. Karya ini dicetak dalam 24 edisi selama 100 tahun dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Latin, Prancis, Italia, Inggris, dan Ceko. Cosmographia tidak hanya menjadi referensi utama dalam pemetaan tetapi juga berperan dalam menyebarkan pengetahuan geografis kepada berbagai lapisan masyarakat pada masa tersebut.
13. Peta Proyeksi Kartografer Belgia Gerardus Mercator
Proyeksi Mercator, diperkenalkan oleh kartografer Belgia Gerardus Mercator pada tahun 1569, menandai tonggak penting dalam sejarah pemetaan dan navigasi laut. Sebagai seorang ahli matematika, Mercator mengembangkan proyeksi pemetaan yang berdasarkan pada keahliannya, menghasilkan peta yang jauh lebih akurat dibandingkan peta-peta sebelumnya. Keunggulan utama proyeksi ini terletak pada kemudahannya untuk navigasi laut.
Dalam peta Proyeksi Mercator, daratan dan lautan secara bertahap diperluas seiring dengan perubahan ke utara dan selatan. Hal ini memberikan bantuan yang luar biasa bagi pelaut, karena garis lintang dan garis bujur terlihat sebagai garis lurus, mempermudah perhitungan navigasi.
Meskipun demikian, proyeksi ini memiliki efek samping yang penting terhadap persepsi geografi global. Daerah-daerah yang berdekatan dengan kutub, seperti Kanada dan Rusia, diperbesar secara artifisial, sementara daerah-daerah di khatulistiwa, seperti Afrika, tampak menyusut. Hal ini menggambarkan perubahan perspektif yang mungkin memengaruhi pemahaman orang terhadap proporsi sebenarnya antara berbagai negara dan wilayah.
Proyeksi Mercator, meskipun memudahkan navigasi, telah menjadi subjek perdebatan karena distorsinya terhadap ukuran daerah. Namun, inovasi ini tetap menjadi fondasi penting dalam pengembangan peta dan memberikan dampak signifikan pada eksplorasi dan perdagangan laut di masa berikutnya.
Advertisement
14. Terbitnya Atlas Model Pertama Kali
Pada abad ke-16, dunia kartografi mengalami perkembangan yang signifikan dengan diterbitkannya atlas modern pertama oleh Abraham Ortelius pada tahun 1570. Ortelius, seorang kartografer asal Antwerp, Belgia, memberikan dedikasi penuh dalam memahami dan merepresentasikan dunia dalam bentuk peta. Karyanya yang monumental, Theatrum Orbis Terrarum (Teater Dunia), menjadi atlas dunia pertama yang memadukan sejumlah peta dalam satu buku.
Atlas Ortelius bukan hanya menciptakan representasi yang lebih akurat tentang bentuk dunia, tetapi juga memberikan pandangan yang lebih ilmiah. Sebelumnya, peta-peta tersebar merupakan kombinasi antara fakta, spekulasi, dan unsur fantasi. Dengan penerbitan atlas ini, Ortelius meresapi pengetahuan geografis yang semakin berkembang dan menciptakan karya yang dianggap sebagai instrumen paling akurat pada masanya untuk memahami dan menyampaikan bentuk dunia.
Atlas modern Ortelius menandai tonggak penting dalam sejarah pemetaan, menyediakan sarana yang konsisten dan terorganisir untuk menggambarkan dunia. Karya ini memengaruhi banyak generasi kartografer dan memberikan dasar bagi pengembangan atlases masa depan. Selain memberikan sumbangan signifikan dalam pengembangan ilmu geografi, atlas ini juga menjadi perwakilan pertama dari upaya manusia untuk menyusun dan memahami dunia dalam format yang terstruktur dan sistematis.
15. Perang Dunia II Mengubah Peta Politik
Perubahan geografis dunia sepanjang sejarah tercermin dengan jelas dalam perkembangan peta. Sebelum Perang Dunia I, peta Eropa menunjukkan struktur politik yang sangat berbeda dari masa kini. Wilayah yang sekarang menjadi negara merdeka dulu berada di bawah kekuasaan beberapa negara besar seperti Austro-Hungaria, Jerman, Ottoman, dan Kekaisaran Rusia. Selain itu, terdapat negara-negara kecil seperti Serbia, Montenegro, Albania, Romania, Bulgaria, dan Yunani. Beberapa negara yang kini eksis, seperti Polandia, belum muncul dalam peta tersebut.
Perang Dunia II membawa perubahan dramatis dalam peta politik Eropa. Pada tahun 1981, Jerman terpecah menjadi dua bagian, Jerman Barat dan Jerman Timur. Uni Soviet, yang muncul sebagai kekuatan besar pasca-perang, memperoleh kembali wilayah yang hilang oleh Kekaisaran Rusia setelah Perang Dunia I. Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan kembali menghantui wilayah tersebut. Jerman kemudian bersatu kembali, sedangkan Uni Soviet tidak lagi ada.
Pada lokasinya sekarang, muncul negara-negara baru seperti Rusia, Ukraina, Belarusia, Moldova, dan sejumlah negara lainnya. Bekas wilayah Yugoslavia juga mengalami pembagian, membentuk negara-negara seperti Slovenia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, Serbia, dan Makedonia. Perjalanan peta Eropa mencerminkan dinamika politik yang terus berubah dan pergeseran batas negara sepanjang abad ke-20.
Advertisement
16. Metode Pengambilan Foto Udara
Perkembangan teknologi telah membawa revolusi dalam akurasi pemetaan dunia. Pada bulan Desember 1968, tiga astronot dari misi Apollo 8 melakukan perjalanan keluar angkasa dan melihat dunia langsung dengan mata kepala mereka, sebuah pengalaman yang mengubah cara pandang manusia terhadap planet ini. Sebelumnya, persepsi mengenai bentuk dunia tergantung pada pengalaman dan interpretasi manusia. Namun, dengan kemajuan teknologi melalui penggunaan satelit dan komputer, kita dapat mengungkapkan banyak hal menarik tentang bumi.
Sejak abad ke-19, foto-foto bumi telah diambil dari angkasa, memberikan perspektif baru tentang planet ini. Metode pengambilan foto udara menjadi standar dalam pembuatan peta dan informasi geografi. Pendekatan ini memungkinkan akurasi yang lebih besar dan pemetaan yang lebih detail tanpa harus melakukan pengukuran langsung di atas tanah.
Perbedaannya dengan pemetaan pada masa lalu, sekarang kita dapat melihat dunia dari luar angkasa tanpa memandang kondisi politik atau batasan-batasan buatan manusia. Hal ini membantu menciptakan pemetaan yang objektif dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan politik atau ideologis.
Bagaimana sejarah lahirnya peta dunia?
Peta dunia pertama kali dibuat oleh Bangsa Babilonia sekitar 2300 sebelum masehi.
Â
Advertisement
Peta pertama dibuat oleh siapa?
Menurut laman resmi Kemdikbud, sekitar tahun 2300 SM, peta kuno tertua juga dibuat oleh bangsa Babilonia dan Cina.