Liputan6.com, Jakarta Berita mengenai bullying atau perundungan di lingkungan sekolah makin sering kita temui di media massa dan media sosial. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) bahkan mencatat, sepanjang 2023 telah terjadi 723 kasus perundungan di lingkungan sekolah. Angka ini meningkat tajam dari tahun sebelumnya dengan jumlah 226 kasus.
Meningkatnya kasus perundungan sangat mungkin terjadi karena masih banyak yang menganggap remeh dampak jangka panjang perundungan dan seringkali dilihat hanya sebagai kenakalan biasa oleh anak-anak. Kondisi ini semakin menjadi perhatian para pendidik dan sebagai tindak lanjutnya, Kemendikbud Ristek saat ini telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan satuan pendidikan yang melibatkan dinas pendidikan di daerah masing-masing.
Baca Juga
Kondisi ini tentu membuat para pendidik risau akan kelangsungan interaksi sosial di sekolah baik antarsiswa, siswa dengan guru, sesama guru, dan lingkungan sekitar mereka. Di Kendari, Sulawesi Tenggara, sekelompok guru tidak tinggal diam menghadapi kasus perundungan yang mau tidak mau berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusianya di sektor pendidikan.
Advertisement
Bagi Wa Nini, guru matematika di SMAN 5 Kendari, seharusnya sekolah menjadi tempat yang dapat mengantisipasi terjadinya perundungan, karena selain menjadi tempat menimba ilmu, banyak interaksi sosial yang terjadi dalam aktivitas sehari-hari untuk waktu lama.
Modul Sosialisasi Anti Perundungan Disusun Berdasarkan Panduan Kemendikbud Ristek
Berangkat dari kerisauan tersebut, Wa Nini bersama guru-guru lainnya, yaitu Bahtiar, Mandara, Siti Nurhamna, dan Muhammad Sahrani yang berasal dari beberapa sekolah yang berbeda memanfaatkan kesempatan untuk merancang modul sosialisasi anti perundungan yang disusun berdasarkan panduan yang dibuat oleh Kemendikbud Ristek.
Kelima guru SMA di Kendari ini merupakan Master Teacher yang saat ini tengah dipercaya mengikuti program Teachers Learning Center (TLC) yang merupakan kolaborasi antara Dinas Pendidikan Sulawesi Tenggara (Disdik Sultra) dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) melalui inisiatif School Development Outreach (SDO).
“Perundungan merupakan isu nasional yang genting dan harus diantisipasi. Pada pelatihan TLC yang sedang kami ikuti ini, sebagai Master Teacher, kami diberikan kesempatan untuk merancang beberapa materi modul yang salah satunya adalah mengenai Perundungan. Kami berlima diarahkan untuk mengkaji, menganalisis, dan mengolah isinya berdasarkan kebutuhan lingkungan pendidikan di Kendari agar relevan pada saat disosialisasikan kepada rekan-rekan guru lainnya. Di dalam modul ini, kami juga memberikan langkah-langkah antisipasi dan cara pengimplementasian di masing-masing lingkungan, baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat,” jelas Wa Nini mewakili teman-teman guru lainnya.
Advertisement
Memahami Perundungan untuk Mempertegas Pencegahan Perundungan
Wa Nini dan keempat temannya yang merancang Modul Perundungan ini adalah lima dari 30 Master Teacher yang menjadi bagian dari program Teachers Learning Center (TLC). Mereka terpilih dari sekian banyak guru di Sulawesi Tenggara untuk mengikuti program peningkatan kompetensi guru tersebut. Dari berbagai materi yang disampaikan selama pelatihan berlangsung, materi perundungan merupakan salah satu yang disampaikan oleh PSF kepada para Master Teacher, sebagaimana juga telah menjadi bagian dari penerapan Kurikulum Merdeka yang juga memiliki materi terkait perundungan.
Program TLC yang berlangsung sejak 2021 di Sulawesi Tenggara ini memfasilitasi pembuatan Modul Perundungan sebagai langkah sigap untuk menanggapi berbagai isu nasional dan menjadi catatan perhatian bagi pemerintah, khususnya sektor pendidikan. Sebagai langkah awal yang kongkrit, Wa Nini dan rekan-rekannya membuat silabus yang membahas berbagai kebijakan pemerintah terkait perundungan dengan tujuan menguatkan landasan modul. Kemudian, dalam silabus tersebut menjabarkan pengertian perundungan secara komprehensif, termasuk lingkungan dimana perundungan sering terjadi serta jenis-jenis perundungan dan dampaknya terhadap korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, serta saksi.
Setelah menjabarkan permasalahan dari berbagai referensi dan pengalaman nyata, silabus tersebut juga menjabarkan strategi mencegah perundungan dari lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kemudian, silabus yang sudah lengkap disusun dalam bentuk tayangan presentasi dan handout sebagai materi sosialisasi.
Sebagai bagian dari implementasi modul yang telah disusun, Wa Nini dan teman-teman melakukan simulasi beberapa skenario perundungan melalui role-play kepada guru dan siswa yang mengikuti sosialisasi anti perundungan. Skenario yang disosialisasikan kepada peserta merupakan hasil dari berbagai referensi perundungan di dunia nyata, termasuk body shaming, kekerasan verbal, perundungan siber, candaan kasar, sampai kekerasan fisik dan psikis.
Pada akhir sesi role-play, para peserta sosialisasi perundungan melakukan refleksi masalah dari sudut pandang korban, saksi, pelaku, keluarga atau teman agar mereka dapat mengetahui sikap apa saja yang harus diambil ketika perundungan terjadi.
Agar implementasi pencegahan perundungan makin terarah, modul perundungan memetakan tiga lingkungan utama, yaitu rumah, sekolah, dan masyarakat yang saling berperan sebagai agen perubahan.
Keluarga menjadi pendidikan pertama dan utama yang wajib memberikan rasa aman dan nyaman sekaligus mengontrol akses informasi yang berpotensi memicu tindakan perundungan masing-masing anggota keluarga.
Kemudian, sekolah harus membentuk TPKK lingkungan satuan pendidikan dengan membuat alur informasi perundungan dari pelaporan korban dan saksi agar perundungan tidak berkelanjutan. Dalam lingkungan masyarakat, pergaulan anak di luar sekolah dan rumah yang lebih kompleks dapat dikontrol dengan kedekatan emosional antara anggota keluarga.
Teachers Learning Center sebagai Support System Guru dalam Antisipasi Perundungan
Program TLC yang dijalankan oleh PSF-SDO berusaha melengkapi para Master Teacher dengan kompetensi untuk menentukan pelatihan apa yang dibutuhkan oleh para guru penerima manfaat di masing-masing daerah berdasarkan tantangan yang mereka alami. TLC juga hadir berperan untuk menanggapi isu-isu nasional terkini, terutama dari sektor pendidikan yang menjadi catatan perhatian bagi pemerintah. Menanggapi perundungan yang makin marak, PSF-SDO melalui program TLC melakukan perubahan pada paradigma guru dengan melatih guru-guru menjadi fasilitator handal sebagai perpanjangan tangan dalam pencegahan perundungan.
Selain Modul Perundungan, para Master Teacher juga menyusun berbagai modul lainnya yang dirancang sejalan dengan IKM, sehingga kontekstual dan bisa mendukung target capaian pengajaran, seperti Mudahnya Membuat Penelitian Tindakan Kelas, Desain Pembelajaran Abad 21, Model Pembelajaran Cooperative Learning, Bersahabat dengan Laboratorium, Literasi Numerasi dalam P5, Implementasi Kurikulum Merdeka, Pembelajaran Berdiferensiasi, Media Pembelajaran Matematika Aktif dan Menyenangkan, P5 dalam IKM, dan Literasi Numerasi dalam Pembelajaran.
Modul pelatihan yang dibuat oleh para Master Teachers tidak hanya mencakup landasan akademis yang bertujuan membuat suasana kelas menjadi interaktif, tetapi juga pendidikan karakter yang bertujuan meningkatkan kualitas para siswa.
“Kami bangga menyaksikan kemampuan para Master Teacher menyusun Modul Perundungan dan modul materi lainnya dan aktif melakukan sosialisasi di sekolah masing-masing. Saya pribadi percaya, melalui para Master Teacher sebagai perpanjangan tangan kami dalam mencegah perundungan serta isu-isu pendidikan lainnya, sosialisasi dari modul-modul yang dibuat dalam program TLC ini akan terus meluas dan saya harap dapat memberikan imbas dalam jangka panjang,” ungkap Jani Natasari Sinulingga, Kepala Program Teachers Learning Center Sultra.
Selama dua dekade, PSF terus mengukuhkan komitmen untuk mendukung kualitas pendidikan Indonesia melalui berbagai programnya. Hingga saat ini, program-program PSF-SDO terus berjalan secara paralel, yaitu Teachers Learning Center (TLC) di Kabupaten Musi Banyuasin, Gowa, Kudus, Karawang, Sulawesi Tenggara, Bojonegoro, Tuban, Manado, Kubu Raya, Pasuruan dan Lumajang; Lighthouse School Program (LSP) di Sukamara, Tompobulu, dan Baubau; Ekosistem Pendidik Profesional (EPP) di Samarinda, Kalimantan Timur; serta Program Sekolah Berasrama di Kediri, Jawa Timur. Terselenggaranya seluruh program PSF-SDO merupakan hasil dari kerja sama yang dijalin dengan para mitra, baik dari lembaga pemerintahan maupun swasta.
Advertisement