Liputan6.com, Jakarta Ada momen-momen ketika para ilmuwan melangkah di luar batas kenyamanan dan membawa kita ke dalam dunia yang penuh misteri. Tahun 2023, seperti yang diantisipasi oleh banyak orang, ada klaim mengejutkan tentang keberhasilan superkonduktivitas pada suhu ruangan. Bagaimana mungkin benda dapat menghantarkan listrik tanpa hambatan pada suhu yang kita alami sehari-hari? Pertanyaan ini melahirkan banyak keraguan dan skeptisisme, tetapi juga membuka pintu untuk revolusi dalam dunia teknologi dan energi.
Namun, bukan hanya kemajuan teknologi yang membuat kepala kita berputar. Tahun ini, laporan penampakan spesies yang telah lama punah menggemparkan dunia. Seolah-olah makhluk-makhluk yang kita kira telah lama punah kembali untuk memberikan sinyal eksistensinya.
Baca Juga
Pada sisi lain, teori alternatif mengenai asal usul manusia juga meramaikan percakapan ilmiah. Apakah kita benar-benar berasal dari evolusi seperti yang telah diajarkan selama ini, ataukah ada aspek-aspek lain dalam sejarah manusia yang belum terungkap? Beberapa ilmuwan telah memunculkan teori alternatif yang memicu perdebatan hangat di kalangan komunitas ilmiah.
Advertisement
Setiap tahun, laporan-laporan tentang objek terbang misterius di langit terus membangkitkan rasa ingin tahu dan kegembiraan. Tahun 2023 bukanlah pengecualian, dengan sejumlah penampakan yang mengejutkan dan memicu diskusi tentang keberadaan kehidupan di luar angkasa. Merangkum dari livescience.com, simak 10 penemuan yang jadi perbincangan sepanjang 2023!
1. Mayat Alien di Meksiko
Pada bulan Mei, Kongres Amerika Serikat mengadakan dengar pendapat publik historis yang pertama kali sejak tahun 1960-an untuk membahas 144 laporan penampakan benda misterius di langit. Dalam sidang tersebut, dua pejabat militer ditemui dengan pertanyaan tajam tentang pengetahuan mereka terkait fenomena yang tidak dapat dijelaskan ini. Sidang Mei ini ternyata hanya awal dari sorotan terhadap misteri UFO, karena pada bulan Juli, diadakan sidang lanjutan di mana tiga saksi militer mengungkapkan bahwa bukti teknologi non-manusia disimpan dengan rahasia dari publik. Mereka mengklaim bahwa kemungkinan fenomena anomali tak teridentifikasi (UAP) terkait dengan aktivitas alien yang tertarik dengan kemampuan nuklir Amerika, menguji sistem pertahanan udara AS, atau bahkan melakukan pengintaian di wilayah udara Amerika.
Sementara itu, di Meksiko, negara tersebut dihadapkan dengan tantangan luar angkasa yang mendebarkan setelah seorang jurnalis mengungkap dua benda yang disebut "alien" di hadapan kongres pada bulan September. Berkolaborasi dengan seorang dokter medis militer, jurnalis Jaime Maussan mengklaim bahwa tes DNA menunjukkan mayat tersebut bukanlah manusia, meskipun tidak dapat dipastikan apakah itu benar-benar makhluk luar angkasa. Klaim ini segera menarik perhatian ilmuwan, yang bersatu untuk membantah dan menghapuskan prasangka yang mungkin timbul dari pengungkapan tersebut.
Keberlanjutan dari serangkaian peristiwa ini menggambarkan kompleksitas dan ketegangan dalam eksplorasi fenomena UFO, dengan implikasi yang mencakup aspek keamanan nasional, teknologi canggih, dan bahkan pertanyaan mendasar tentang keberadaan kehidupan di luar bumi.
Advertisement
2. Bola Logam 'Anomali'
Tahun ini, ketegangan antara pandangan ilmiah dan spekulasi tentang kehidupan luar angkasa mencapai puncaknya ketika Avi Loeb, ahli astrofisika terkemuka dari Harvard, mengklaim lebih dari 50 bola logam "anomali" yang ditarik dari Samudra Pasifik mungkin berasal dari alien cerdas. Loeb mendukung argumennya dengan menyebut bahwa butiran kecil ini kemungkinan jatuh ke laut pada tahun 2014, ketika bola api melintasi langit di atas Papua Nugini. Ia berspekulasi bahwa objek yang terbakar itu mungkin merupakan peninggalan dari sistem bintang lain dan mungkin menyimpan jejak teknologi alien yang belum terungkap.
Namun, pada bulan November, beberapa penelitian mendapati bahwa bola logam tersebut kemungkinan besar merupakan produk sampingan dari pembakaran batu bara dan, dengan demikian, kemungkinan berasal dari polusi industri di Bumi. Meskipun demikian, Loeb menolak temuan tersebut dalam postingan blognya pada tanggal 15 November. Ia mengargumentasikan bahwa batu bara bersifat non-magnetik dan tidak dapat terdeteksi oleh instrumen yang digunakan untuk mengambil butiran batu bara dari laut. Loeb juga menyoroti fakta bahwa 93% dari sampel yang dikumpulkan belum dianalisis sepenuhnya, memperingatkan para ilmuwan agar tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan sebelum semua data tersedia.
Kontroversi ini mencerminkan dinamika kompleks antara eksplorasi ilmiah dan spekulasi dalam studi tentang objek luar angkasa yang tidak dapat dijelaskan, mengundang kita semua untuk tetap terbuka terhadap berbagai kemungkinan dan mempertahankan pendekatan kritis terhadap bukti yang tersedia.
3. Laporan Penampakan Harimau Tasmania yang Dianggap Punah Sejak 1936
Berdasarkan laporan penampakan sejak tahun 1910, peneliti pada bulan Maret mengumumkan temuan mengejutkan bahwa harimau Tasmania (Thylacinus cynocephalus) mungkin bertahan di alam liar hingga tahun 1980-an dan bahkan mungkin masih berkeliaran di hutan belantara Tasmania hingga saat ini. Meskipun diperkirakan telah punah pada tahun 1936, ketika harimau Tasmania terakhir yang diketahui mati di penangkaran, para peneliti mengajukan tanggal kepunahan paling awal pada pertengahan tahun 1950-an jika spesies tersebut benar-benar telah punah. Temuan ini menciptakan optimisme baru tentang kemungkinan kelangsungan hidup harimau Tasmania yang dianggap punah.
Namun, reaksi skeptis muncul terhadap penelitian ini, karena temuan tersebut hanya didasarkan pada laporan penampakan harimau Tasmania tanpa adanya bukti fisik seperti bangkai. Para ahli menilai bahwa ketiadaan bukti konkret dan kemiripan antara harimau Tasmania dan anjing meningkatkan keraguan, dengan mengatakan bahwa laporan penampakan tersebut mungkin keliru atau terpengaruh oleh persepsi yang salah. Keberlanjutan debat ini memberikan pandangan baru tentang tantangan yang dihadapi dalam mengkonfirmasi keberadaan atau kepunahan spesies, terutama ketika hanya bergantung pada laporan mata manusia.
Meskipun penemuan tentang kemungkinan kelangsungan hidup harimau Tasmania di alam liar membawa harapan baru, kehati-hatian ilmiah tetap diperlukan dalam mengevaluasi bukti dan menghindari kesimpulan prematur. Dengan cara ini, penelitian ini menggambarkan kompleksitas dalam mengidentifikasi dan melacak spesies yang dianggap telah punah, menegaskan perlunya pendekatan ilmiah yang ketat untuk memastikan keberlanjutan penelitian dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati.
Advertisement
4. Fosil yang Dicuri dari Situs Asalnya
Bulan Mei menjadi saksi ketegangan dalam dunia paleontologi ketika ahli paleontologi mengkritik tim peneliti di Eropa setelah menerbitkan penelitian tentang fosil dinosaurus berusia 115 juta tahun yang digali oleh penggali komersial di Brasil dan kemudian dijual serta dikirim ke Jerman. Fosil tersebut adalah bagian dari spesies karnivora yang berkerabat dengan Spinosaurus, dikenal sebagai Irritator Challengeri. Penelitian baru mengungkap bahwa dinosaurus ini memiliki kebiasaan memangsa seperti burung pelikan, membuka wawasan baru tentang perilaku makhluk prasejarah tersebut.
Meskipun penulis penelitian mengklaim bahwa fosil-fosil tersebut secara sah milik Jerman karena tiba di sana sebelum tahun 1990, ketika Brasil mulai membatasi ekspor ilmu pengetahuan, undang-undang lama tahun 1942 di Brasil menyatakan bahwa fosil adalah properti federal dan tidak boleh dijual. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa fosil tersebut mungkin telah dicuri dari situs asalnya. Ahli paleontologi, termasuk penulis penelitian, menyuarakan kesepakatan bahwa fosil tersebut seharusnya dikembalikan ke Brasil untuk menghormati aturan dan melindungi integritas sejarah alam yang berharga.
Pertentangan ini mencerminkan kompleksitas dalam penanganan fosil yang ditemukan melalui penggalian komersial, menyoroti perlunya kerjasama internasional yang lebih erat dalam perlindungan dan pengembalian benda-benda bersejarah, serta menekankan pentingnya menghormati hukum dan regulasi negara asal dalam menjaga integritas penelitian paleontologi.
Â
5. Keberhasilan Teknologi Superkonduktor yang Menjadi Tanda Tanya
Musim panas ini, para peneliti di Korea Selatan mengklaim telah menciptakan superkonduktor pada suhu dan tekanan ruangan, membuka potensi teknologi baru yang mengesankan. Penemuan ini, jika terbukti benar, dapat mengubah paradigma dalam penghantar listrik dengan memungkinkan superkonduktivitas pada kondisi sehari-hari tanpa hambatan listrik. Upaya untuk meniru hasil tersebut mulai berkembang, mendorong banyak penelitian tambahan di berbagai belahan dunia yang berharap dapat mengulangi pencapaian Korea Selatan.
Namun, di tengah kegembiraan ini, para ahli lain merilis peringatan terkait validitas temuan tersebut. Mereka menilai bahwa karya yang diterbitkan terlalu ceroboh dan belum ditinjau oleh rekan sejawat, memberikan potensi ketidakpastian terhadap keakuratan klaim tersebut. Saat mencoba mereplikasi temuan ini, peneliti lain gagal menghasilkan bahan dengan karakteristik superkonduktor yang sama dengan LK-99, superkonduktor buatan tim Korea Selatan. Kritik terhadap metodologi penelitian dan ketidakmampuan untuk menduplikasi hasil tersebut menyoroti perlunya kehati-hatian dalam menginterpretasi temuan ilmiah yang belum memenuhi standar validasi yang ketat.
Meskipun keberhasilan LK-99 masih menjadi tanda tanya, pengumuman tersebut menciptakan gelombang diskusi di media sosial dan ruang ilmiah. Ini memunculkan kesadaran masyarakat umum terhadap aspek-aspek asing dalam bidang ilmu pengetahuan, meskipun perlu diingat bahwa pengumuman semacam itu membutuhkan validasi lebih lanjut sebelum dianggap sebagai tonggak ilmiah yang sah.
Advertisement
6. Fosil Hominin di Luar Angkasa
Bulan September menjadi saksi lepas landas penerbangan luar angkasa Virgin Galactic yang sangat kontroversial, membawa muatan yang tak ternilai harganya: sisa-sisa dua kerabat purba kita, Australopithecus sediba dan Homo naledi. Miliarder kelahiran Afrika Selatan Timothy Nash memilih membawa fosil hominin ini ke luar angkasa dalam tabung berbentuk cerutu, menciptakan gelombang kontroversi di kalangan komunitas ilmiah. Meskipun izin untuk membawa fosil ini dikeluarkan oleh Badan Sumber Daya Warisan Afrika Selatan, tujuan misi tersebut dipertanyakan oleh para ahli karena dianggap kurang memiliki dasar ilmiah yang jelas, terutama dengan potensi kerusakan yang dapat terjadi pada fosil akibat perjalanan antarplanet yang kasar.
Izin tersebut, yang menyatakan bahwa tujuan utama adalah mempromosikan ilmu pengetahuan dan memberikan pengakuan global terhadap penelitian asal usul manusia di Afrika Selatan, mendapat kritik karena dinilai tidak cukup jelas dan terukur. Para kritikus menyoroti potensi kerugian ilmiah yang dapat terjadi akibat kegagalan fungsi serta menggarisbawahi masalah etika seputar penghormatan terhadap peninggalan nenek moyang manusia. Kritikus juga menyatakan keprihatinan mereka terhadap kemungkinan mencemari citra penelitian paleoantropologi, yang seharusnya didasarkan pada prinsip-prinsip etika dan penelitian ilmiah yang ketat.
Kontroversi ini menciptakan diskusi mendalam tentang batasan etika dalam eksplorasi luar angkasa dan menyoroti perlunya mempertimbangkan dampak potensial pada penelitian ilmiah dan warisan manusia ketika melibatkan materi sejarah yang sangat berharga.
7. Lubang Ozon di Antartika
Pada bulan November, sebuah penelitian mengenai lubang ozon di atas Antartika menjadi sumber kontroversi setelah para ahli mengkritik metodologi yang digunakan, menuding penulisnya hanya mengambil data tanpa mempertimbangkan faktor-faktor penting. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa lubang ozon di Antartika tidak pulih secepat yang diperkirakan, bahkan mungkin bisa menjadi lebih besar.
Namun, para ahli menilai bahwa metodologi penelitian ini kurang memadai karena tidak memperhitungkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi ozon, seperti fenomena La Niña, kebakaran hutan di Australia, dan uap air dari letusan di Tonga pada tahun 2022. Kritik terhadap keputusan penulis untuk mengesampingkan data selama dua tahun juga menjadi sorotan, karena dianggap dapat memengaruhi validitas hasil.
Para ahli yang membaca penelitian tersebut menyatakan bahwa pengabaian terhadap faktor-faktor penting ini menghasilkan kesimpulan yang tidak realistis dan tidak berguna untuk menyimpulkan tren pemulihan ozon global. Konsentrasi ozon yang menurun sebesar 26% di pusat lubang ozon Antartika antara tahun 2001 dan 2022 disebut tidak mencerminkan kondisi sebenarnya karena pengecualian terhadap peristiwa signifikan yang dapat mempengaruhi kualitas udara di kawasan tersebut. Kontroversi ini menyoroti pentingnya memperhitungkan semua faktor yang relevan dalam penelitian lingkungan dan menekankan perlunya metodologi yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menghasilkan kesimpulan ilmiah.
Advertisement
8. Narasi Alternatif tentang Asal Usul Hominin
Fosil kera yang baru diidentifikasi dari situs berusia 8,7 juta tahun di Turki telah menciptakan gelombang kontroversi dalam pemahaman sejarah evolusi manusia. Para ilmuwan yang meneliti fosil tersebut mengusulkan bahwa hominin, kelompok yang mencakup manusia, kera Afrika, dan nenek moyang fosil mereka, pertama kali berevolusi di Eropa daripada di Afrika seperti yang dikemukakan oleh pandangan konvensional. Ini menantang keyakinan yang telah lama dipegang bahwa hominin berasal dari Afrika dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Meskipun klaim ini menciptakan narasi alternatif tentang asal usul hominin, para ahli paleontologi menunjukkan bahwa analisis yang lebih mendalam terhadap fosil-fosil manusia purba dan kera besar tidak secara tegas mendukung argumen bahwa evolusi hominin dimulai di Eropa. Beberapa menyatakan bahwa ada kemungkinan spesies yang baru ditemukan, Anadoluvius turkae, bermigrasi ke Mediterania dari Afrika setelah berevolusi di sana, bukan sebaliknya. Fosil jenis ini relatif jarang dalam catatan fosil Afrika, dan meskipun hal itu tidak menyingkirkan kemungkinan hominin ada di sana, pertanyaan muncul tentang di mana tepatnya kelompok ini pertama kali muncul dalam sejarah evolusi manusia.
Debat ini mencerminkan dinamika kompleks dalam penelitian evolusi manusia, dengan temuan baru sering kali memunculkan pertanyaan yang lebih dalam dan menuntut pendekatan ilmiah yang hati-hati dalam menginterpretasi temuan fosil dan menggambarkan narasi evolusi manusia yang lebih komprehensif.
9. Film Dokumenter Netflix tentang Homo Naledi yang Tuai Perdebatan
Homo naledi, kelompok hominin yang eksis sekitar 300.000 tahun yang lalu, menjadi pusat kontroversi pada awal tahun ini setelah tim peneliti mengklaim bahwa spesies ini secara sengaja melakukan tindakan penguburan dan ukiran pada batu mati mereka. Klaim ini diperkenalkan melalui film dokumenter Netflix berjudul "Unknown: Cave of Bones" yang dirilis pada tahun 2023, hanya beberapa hari setelah publikasi klaim tersebut di jurnal eLife. Meskipun klaim ini menciptakan sensasi, para ahli skeptis menyoroti ketiadaan bukti ilmiah yang meyakinkan saat ini untuk mendukung gagasan bahwa Homo naledi, dengan otak seukuran oranye, dapat melibatkan perilaku yang kompleks seperti penguburan, yang biasanya terkait dengan spesies manusia modern yang memiliki otak yang lebih besar.
Para ahli yang memeriksa klaim tersebut menekankan bahwa meskipun temuan ini bisa jadi akan terbukti suatu hari nanti, saat ini tidak ada bukti yang kuat yang mendukung kemampuan Homo naledi untuk melakukan tindakan penguburan dan ukiran seperti yang diklaim dalam film dokumenter dan publikasi jurnal. Tim peneliti yang bertanggung jawab atas klaim ini telah merespons kritik, namun kontroversi ini mencerminkan dinamika kompleks dalam dunia penelitian paleontologi dan arkeologi, di mana temuan baru sering kali memicu perdebatan dan analisis mendalam yang diperlukan untuk memahami konteks dan implikasi dari temuan tersebut. Perdebatan ini terus bergulir, menunjukkan bahwa kata-kata para ahli mungkin tidak akan menjadi penutup dari cerita ini.
Advertisement
10. ‘Lempengan Kutukan’ Seruan Kepada Yahweh
Sebuah temuan kontroversial di Tepi Barat pada tahun 2019 menarik perhatian peneliti setelah sebuah potongan timah seukuran prangko ditemukan membawa prasasti paling awal yang mencantumkan nama dewa Yahweh di Israel. Penulis makalah asli menyebut artefak ini sebagai ‘lempengan kutukan’ menginterpretasikan tanda-tanda pada timah sebagai seruan kepada Yahweh untuk mengutuk musuh-musuhnya.
Namun, beberapa pihak meragukan interpretasi ini, mengklaim bahwa lekukan pada tablet itu mungkin hanya akibat pelapukan dan bahwa pesan seperti itu tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Sebuah perdebatan pun muncul seputar sifat dan makna sebenarnya dari temuan ini.
Para kritikus tablet timah tersebut menegaskan bahwa tidak ada tulisan di dalamnya, hanya lekukan yang mungkin terjadi karena pelapukan atau penggunaan tablet tersebut sebagai pemberat tradisional pada masa tablet itu dibuat, yaitu antara tahun 1400 dan 1200 SM, mungkin digunakan untuk memancing atau sebagai pemberat jaring burung. Respons dari para peneliti asli datang dengan keyakinan bahwa ada tulisan di tablet tersebut dan bahwa mereka sedang mengerjakan makalah kedua yang akan merinci tulisan di bagian luar tablet yang dilipat. Kontroversi ini mencerminkan kompleksitas dalam menafsirkan artefak kuno, di mana interpretasi yang akurat memerlukan analisis yang cermat dan mendalam.
Kenapa disebut alien?
Salah satu pengguna Quora bernama Ravindran S, menjelaskan bahwa alien merupakan kata dasar dari bahasa Tamil yang mengacu kepada orang asing.
Â
Advertisement
UFO itu apa artinya?
UFO atau juga dikenal sebagai benda terbang aneh (disingkat BETA) adalah istilah yang digunakan untuk seluruh fenomena penampakan benda terbang yang tidak bisa diidentifikasi oleh pengamat dan tetap tidak teridentifikasi walaupun telah diselidiki.
Â
Apakah pernah ada UFO di Indonesia?
Penampakan UFO yang pernah dilaporkan terjadi di Indonesia: Medan, Sumatera Utara, 28 Januari 1953. Medan, Sumatera Utara, 26 Juni 1955. Jakarta, 1962.
Â
Advertisement
Apakah ada kehidupan di luar angkasa Menurut Islam?
Alquran menegaskan adanya kehidupan di planet selain bumi. Hal ini tercatat dalam beberapa ayat, termasuk surat Asy-Syura ayat 29 yang berbunyi: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan makhluk-makhluk melata (dabbah) yang Dia sebarkan pada keduanya (langit dan bumi).
Â
Apakah ada manusia lain di planet lain?
Menurut ilmuwan senior untuk astrobiologi di Markas Besar NASA di Washington, DC, Mary Voytek, walaupun beberapa planet tampak bisa ditinggali atau layak huni, tapi sejauh ini hanya ada manusia di Bumi. "Tidak ada yang lain di tata surya dengan banyak kehidupan di atasnya.
Advertisement