Sukses

Perubahan Cuaca Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan Mental, Ini Faktanya

Tahukah kamu, kalau perubahan cuaca yang terjadi akhir-akhir ini bisa berpengaruh kepada kesehatan mental. Cek informasi selengkapnya.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari terakhir, pasti Anda merasakan perubahan cuaca yang cukup tiba-tiba. Di mana tiba-tiba hujan seharian, atau cuaca yang sangat panas. Namun, tahukah Anda bahwa faktor cuaca ternyata bisa memengaruhi kesehatan mental Anda?

Walaupun sebenarnya Anda sendiri tidak dapat mengontrol cuaca, terutama cuaca ekstrem, tapi Anda dapat mempelajari pengaruh cuaca dan iklim terhadap kesehatan mental.

Sebab, menurut informasi yang kami lansir dari VeryWellMind, Rabu (31/1/2024), pergantian musim rupanya dapat memengaruhi suasana hati kita, lho. Misalnya, kita mungkin mengasosiasikan musim panas dengan liburan keluarga dan jalan-jalan ke pantai.

Oleh karena itu, kita memiliki ekspektasi positif ketika musim tersebut tiba dan akhirnya bisa berlibur ke pantai. Namun sayangnya, hal ini bisa menjerumuskan diri terhadap ekspektasi dan kenyataan yang berbanding terbalik.

Sebagai contoh, ketika kita sedang menghadapi cuaca buruk seperti sekarang, atau kendala lainnya seperti kekurangan uang untuk liburan, hal ini bisa menyebabkan stres. Hal ini dikarenakan kenyataan yang ada tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau diperkirakan. Selain itu, perubahan musim berdampak pada suasana hati dan perilaku kita dengan cara yang kompleks.

Nah, meskipun cuaca ternyata bisa berpengaruh sebesar itu, tapi tidak perlu khawatir. Ada baiknya kita bisa menyiapkan sesuatunya termasuk tentang bagaimana cuaca mempengaruhi kita. Alhasil, kita tahu bagaimana mempersiapkan diri menghadapi kondisi ini.

2 dari 4 halaman

Pengaruh Suhu Dingin terhadap Kesehatan Mental

Meskipun Anda mungkin mengasosiasikan suhu dingin dengan kondisi fisik yang berbahaya seperti frostbite dan hipotermia, suhu yang lebih dingin membuat kesehatan mental kita lebih mudah.

Sebuah studi baru-baru ini yang berjudul “Temperature and mental health: Evidence from the spectrum of mental health outcomes" pada tahun 2019, menetapkan bahwa suhu yang lebih dingin mengurangi dampak negatif kesehatan mental, sementara suhu yang lebih panas meningkatkannya.

Suhu yang lebih tinggi, misalnya, dikaitkan dengan peningkatan kunjungan ke ruang gawat darurat untuk penyakit mental dan juga peningkatan bunuh diri.

Tidak hanya itu, ada juga penyakit yang disebabkan oleh perubahan cuaca, seperti Seasonal Affective Disorder (SAD). Ini adalah bentuk depresi yang umumnya dimulai ketika musim gugur dimulai dan cahaya redup. SAD memburuk di musim dingin dan terjadi lagi pada waktu yang sama setiap tahunnya.

Penting untuk diperhatikan bahwa SAD disebabkan oleh kurangnya sinar matahari dan hari yang semakin pendek. Meskipun terjadi selama musim gugur dan musim dingin, hal ini bukan karena suhu dingin.

Meskipun merasa terkurung karena harus berada di dalam ruangan atau di bawah karena aktivitas Anda kini dibatasi, SAD adalah hal yang nyata. Meskipun penyebab pastinya tidak diketahui, ada beberapa faktor biologis yang diperkirakan berkontribusi terhadap hal ini termasuk gangguan ritme sirkadian kita, produksi melatonin yang berlebihan, kekurangan serotonin dan kurangnya vitamin D.

Kabar baiknya adalah pengobatan sudah tersedia. Obat-obatan tersebut termasuk terapi cahaya, suplemen vitamin D, perubahan kebiasaan gaya hidup, dan antidepresan.

3 dari 4 halaman

Pengaruh Suhu Hangat terhadap Kesehatan Mental

Cuaca memengaruhi suasana hati, temperamen, depresi, dan pandangan kita. Hal ini juga dapat memengaruhi kepribadian seseorang. Meskipun suhu yang sedikit hangat mungkin menyenangkan, suhu yang sangat panas dapat menyebabkan orang menjadi agresif.

Ya, Anda tidak salah membacanya. Cuaca panas bisa meningkatkan emosi seseorang. Jadi, jika seseorang di keluargamu lebih rentan kehilangan kesabaran saat cuaca sangat panas, ternyata ada penjelasannya di balik hal tersebut.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam sebuah artikel di The Association for Psychological Science, orang lebih cenderung menjadi mudah tersinggung dan berperilaku agresif, atau bahkan melakukan kekerasan, ketika terkena panas yang berlebihan.

Faktanya, meskipun faktor-faktor seperti usia, ras, dan kemiskinan dikendalikan, kota-kota di kawasan bersuhu hangat cenderung mengalami lebih banyak kejahatan dengan kekerasan dibandingkan kota-kota di kawasan bersuhu lebih dingin.

 

4 dari 4 halaman

Dampak Cuaca Ekstrem pada Kesehatan Mental

Cuaca sehari-hari, baik itu hujan, salju atau sinar matahari yang berlimpah, secara langsung memengaruhi kehidupan kita. Cuaca ekstrem berupa angin puting beliung, banjir besar, atau angin topan misalnya, juga berdampak langsung terhadap kita. Namun, kita juga harus ingat untuk memperhatikan dampak tidak langsungnya.

Sementara itu, para ilmuwan baru-baru ini menemukan dampak tidak langsung dari cuaca ekstrem dan perubahan iklim. Anak-anak dan mereka yang memiliki penyakit kejiwaan bisa lebih berisiko setelah terpapar berita tentang perubahan iklim atau bencana.

Dalam sebuah penelitian pada tahun 2018, ilmuwan menemukan bahwa anak-anak Australia sangat prihatin terhadap perubahan iklim. Mereka juga berisiko mengalami kerugian psikologis bahkan setelah paparan tidak langsung. Dampak negatif terhadap kesehatan mental antara lain PTSD, depresi, kecemasan, fobia, gangguan tidur, gangguan keterikatan, dan penyalahgunaan zat.

Dalam penelitian lain, yang merupakan investigasi skala besar pertama mengenai kecemasan iklim pada anak-anak dan remaja secara global, para ilmuwan juga menemukan dampak negatif dari paparan tidak langsung.

Studi ini mensurvei 10.000 anak-anak dan remaja di sepuluh negara. Peserta berusia 16 hingga 25 tahun. Sekitar 59% merasa sangat atau sangat khawatir, sementara 84% merasa cukup khawatir terhadap perubahan iklim. Lebih dari setengahnya melaporkan merasa sedih, cemas, marah, tidak berdaya dan bersalah.

Hampir separuh responden melaporkan bahwa perasaan terhadap perubahan iklim berdampak negatif terhadap fungsi dan kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, 75% mengatakan mereka menganggap masa depan menakutkan.