Sukses

Penyebab Ketindihan Saat Tidur dan Cara Mengatasinya

Sleep paralysis, atau ketindihan saat tidur, adalah kondisi di mana seseorang ingin bangun dari tidur tetapi tidak dapat bergerak atau berbicara.

Liputan6.com, Jakarta - Sleep paralysis atau ketindihan saat tidur adalah fenomena yang terjadi ketika seseorang terbangun dari tidur namun tidak mampu bergerak atau berbicara. Keadaan ini seringkali disertai dengan sensasi tertekan di dada dan perasaan tidak dapat bernapas dengan bebas.

Meskipun sering disalahartikan sebagai bagian dari mimpi buruk, saat mengalami ketindihan, seseorang sebenarnya dalam keadaan sadar dan menyadari lingkungan sekitar.

Di Indonesia, fenomena ini dikenal dengan istilah 'ketindihan', yang seringkali disebabkan oleh kondisi fisik saat tidur yang tidak sinkron dengan aktivitas otak yang kembali ke keadaan sadar.

Melansir dari Bright Side, Sabtu (29/6/2024), sekitar 7,6% individu pernah mengalami ketindihan saat tidur. Kondisi ini sering terkait dengan gangguan tidur seperti narkolepsi, meskipun tidak jarang dialami oleh individu yang tidak memiliki gangguan tidur yang signifikan.

Pemicu lainnya dapat berupa stres berlebihan, kurangnya pola tidur yang teratur, atau konsumsi kafein yang berlebihan sebelum tidur.

Bagi yang sering mengalami ketindihan, disarankan untuk memperbaiki pola tidur mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan tidur pada jam yang sama setiap malam, menghindari konsumsi kafein atau minuman beralkohol sebelum tidur, serta menciptakan lingkungan tidur yang nyaman dan tenang.

Mengatur rutinitas tidur yang baik dapat membantu mengurangi frekuensi ketindihan serta meningkatkan kualitas tidur secara keseluruhan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Kehilangan kendali pada tubuh

Ketindihan saat tidur membuat seseorang merasa seolah-olah ada beban berat yang menekan tubuh mereka, sehingga sulit untuk bergerak atau bahkan berbicara. Kondisi ini seringkali menyertai sensasi halusinasi yang dapat membuat pengalaman tersebut terasa menakutkan dan tidak menyenangkan.

Meskipun berusaha keras untuk bangun, upaya tersebut seringkali tidak berhasil. Namun, setelah satu atau dua menit berlalu, tubuh akhirnya bisa kembali bergerak. Ketindihan juga bisa terjadi hanya dalam beberapa detik saja, dengan durasi yang bervariasi antara individu satu dengan yang lainnya.

3 dari 6 halaman

Alami halusinasi dan mimpi buruk

Pada sebagian individu, salah satu gejala utama dari ketindihan saat tidur adalah munculnya mimpi buruk dan halusinasi yang sangat berbeda dengan mimpi biasa yang dialami saat tidur.

Ketika mengalami sleep paralysis, seseorang seringkali mengalami halusinasi seperti melihat bayangan atau mendengar suara-suara yang menakutkan.

Kondisi ini bisa sangat mengganggu karena membuat seseorang merasa panik dan kehilangan kendali atas tubuh mereka yang tidak dapat begerak atau bersuara. Sensasi ini seringkali dipicu oleh rasa cemas karena situasi yang tidak bisa dikendalikan.

Fenomena sleep paralysis telah menjadi bagian dari banyak legenda di seluruh dunia, sering digambarkan sebagai kondisi di mana tubuh seseorang didatangi atau 'dikunjungi' oleh entitas gaib.

Bahkan sejak zaman Renaisans, fenomena ini telah menarik perhatian seniman seperti Henry Fuseli, seorang seniman Swiss yang menciptakan lukisan yang menggambarkan sleep paralysis.

Dalam lukisannya, Fuseli menggambarkan sosok setan yang tampak menguasai dada seorang wanita, menangkap esensi mencekam dari pengalaman tersebut.     

4 dari 6 halaman

Kondisi terjadinya ketindihan saat tidur

Ketindihan saat tidur terjadi karena suatu gangguan pada mekanisme normal tubuh saat tidur. Saat kita tertidur, tubuh memasuki fase Rapid Eye Movement (REM), di mana otak mengirim sinyal untuk merilekskan otot-otot dan mengalami keadaan yang disebut atonia.

Atonia adalah keadaan di mana otot-otot tubuh menjadi sangat rileks untuk mencegah kita melakukan gerakan yang berlebihan saat bermimpi.

Ketindihan terjadi ketika seseorang seharusnya sudah bangun dari tidur, tetapi otot-otot tubuh masih berada dalam keadaan atonia, sehingga kita tidak dapat bergerak meskipun sudah sadar. Hal ini dapat menyebabkan sensasi yang tidak menyenangkan, terutama ketika terjadi halusinasi.

Salah satu kemungkinan terjadinya halusinasi saat mengalami sleep paralysis adalah karena bagian otak yang mengatur rasa takut dan emosi menjadi sangat aktif dalam kondisi tersebut. Sehingga, otak dapat menciptakan bayangan dan suara yang menyeramkan, memperburuk pengalaman ketindihan yang sedang dialami.

5 dari 6 halaman

Faktor penyebabnya

Sleep paralysis dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti pola tidur yang buruk, posisi tidur tertentu, faktor genetika, dan kondisi mental yang buruk seperti gangguan kecemasan atau PTSD. Berikut adalah beberapa faktor penyebab dan cara mengatasinya:

  1. Pola Tidur yang Buruk dan Gangguan Tidur: Insomnia, kurang tidur, dan narkolepsi dapat meningkatkan risiko mengalami sleep paralysis. Kondisi ini sering terjadi pada orang-orang yang bekerja dalam shift kerja yang tidak teratur.

  2. Posisi Tidur Telentang: Tidur dalam posisi telentang dapat menjadi faktor utama terjadinya sleep paralysis. Posisi ini dapat menyebabkan tekanan pada paru-paru dan meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan saat tidur.

  3. Faktor Genetika: Beberapa individu mungkin memiliki predisposisi genetik terhadap gangguan sleep paralysis, yang dapat diturunkan dalam keluarga.

  4. Kondisi Mental: Kondisi mental yang buruk seperti PTSD, trauma, atau gangguan kecemasan lainnya dapat berkontribusi pada terjadinya sleep paralysis.

 

6 dari 6 halaman

Cara untuk mengatasinya

Meskipun tidak ada pengobatan spesifik untuk sleep paralysis, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mengelola kondisinya:

  1. Menerapkan Kebiasaan Tidur yang Sehat: Mengatur waktu tidur dan bangun secara teratur setiap hari dapat membantu mengatur siklus tidur. Hal ini membantu tubuh untuk beradaptasi dan mengurangi kemungkinan mengalami sleep paralysis.

  2. Hindari Konsumsi Kafein atau Zat Stimulan Lainnya: Menghindari minuman yang mengandung kafein atau zat stimulan lainnya sebelum tidur dapat membantu menjaga tidur yang lebih tenang.

  3. Pilih Posisi Tidur yang Tepat: Hindari tidur dalam posisi telentang atau tengkurap. Mengubah posisi tidur bisa membantu mengurangi tekanan pada tubuh dan mengurangi kemungkinan terjadinya sleep paralysis.

  4. Mengelola Lingkungan Tidur: Menyimpan barang elektronik jauh dari tempat tidur dan menciptakan lingkungan tidur yang tenang dan nyaman juga dapat membantu dalam mengelola gangguan tidur.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, seseorang dapat membantu mengurangi frekuensi dan intensitas dari sleep paralysis yang mereka alami. Sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau ahli tidur jika mengalami gangguan tidur yang serius atau jika sleep paralysis menjadi lebih sering atau mengganggu kehidupan sehari-hari.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.