Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam mempertahankan hubungan asmara Anda dengan pasangan. Misalnya saja seperti mengetahui apa itu love language mereka bahkan attachment style yang kalian miliki.
Hal ini tentunya untuk bisa mencegah timbulnya konflik yang berkepanjangan, lemahnya komunikasi, dan tentunya demi membangun hubungan asmara yang lebih sehat. Namun dari semua itu, sebenarnya ada satu hal lain yang perlu kalian perhatian. Sebagai contohnya adalah mengenai conflict resolution style.
Menurut Very Well Mind, Senin (1/7/2024), conflict resolution style bisa mengidentifikasi lima gaya penyelesaian konflik yang dikembangkan oleh The Thomas-Kilmann Conflict Mode Instrument (TKI). Kelimanya antara lain competing (bersaing), avoiding (menghindari), collaborating (berkolaborasi), accommodating (mengakomodasi), dan compromising (berkompromi).
Advertisement
Meskipun kelimanya tentu bisa disesuaikan dengan situasi yang berbeda, tapi collaborating atau kolaborasi umumnya paling sehat untuk hubungan karena menekankan pendekatan berorientasi tim untuk menemukan solusi yang memuaskan kedua pasangan.
Sementara, competing sering kali memberikan tekanan berlebih pada suatu hubungan karena mengadu domba satu pasangan dengan yang lain dengan asumsi bahwa hanya satu yang bisa menang.
Penelitian menunjukkan bahwa conflict resolution style memiliki dampak yang lebih besar pada kekuatan dan kelanggengan suatu hubungan daripada jenis konflik atau frekuensi konflik. Dengan kata lain, cara Anda bertengkar lebih penting daripada seberapa sering Anda bertengkar atau apa yang Anda ributkan.
Maka dari itu, baca terus informasi selengkapnya untuk mengetahui lebih lanjut tentang masing-masing conflict resolution style, termasuk mengetahui mana yang Anda dan pasangan miliki.
Lima Conflict Resolution Style
Kelima conflict resolution style yang digambarkan oleh TKI diposisikan pada spektrum sikap kooperatif dan asertif. Ini dia masing-masing penjelasannya:
1. Competing (Bersaing)
Gaya ini mendekati konflik seolah-olah itu adalah pertarungan keinginan di mana satu orang akan menang dan satu lagi akan kalah. Ini bukan tentang memecahkan masalah dan lebih banyak tentang mencari tahu orang mana yang akan mendapatkan apa yang mereka inginkan kali ini.
Pada akhirnya, hal ini dapat mengikis fondasi hubungan karena pasangan semakin memandang satu sama lain sebagai pesaing yang berebut kendali atas hubungan.
2. Avoiding (Menghindari)
Gaya ini mencoba berpura-pura bahwa konflik tidak ada. Penghindaran biasanya dilakukan karena takut konflik tersebut dapat melukai atau bahkan mengakhiri hubungan. Namun ini bukanlah solusi jangka panjang karena Anda tidak bisa menyelesaikan masalah jika Anda menolak untuk menghadapinya.
Hal ini juga dapat mengikis hubungan karena masalah yang belum terselesaikan akan membebani hubungan dan semakin sulit untuk diabaikan.
3. Collaboration (Berkolaborasi)
Pasangan yang berkolaborasi memperlakukan konflik sebagai situasi “kita versus masalah”. Daripada bersaing satu sama lain, mereka bekerja sebagai tim untuk mencari solusi terhadap masalah yang mana kedua pasangan menang.
Hal ini akan memberikan hasil terbaik, tapi juga membutuhkan energi, kesabaran, dan empati yang paling besar, terutama ketika permasalahan tidak memiliki solusi yang saling menguntungkan.
4. Accommodating (Mengakomodasi)
Salah satu pasangan memilih untuk mengabaikan kebutuhan atau kekhawatirannya sendiri demi menjaga perdamaian. Untuk masalah yang relatif kecil, seperti tempat makan malam, mungkin tidak masalah.
Namun untuk permasalahan yang lebih besar, hal tersebut bukanlah solusi jangka panjang karena hanya “menyelesaikan” masalah bagi pasangan yang kebutuhannya terakomodir. Orang yang melakukan accomoadating akan tetap merasa masalahnya belum terselesaikan.
5. Compromising (Berkompromi)
Kompromi adalah jalan tengah antara dua pihak yang berlawanan. Hal ini masih memposisikan pasangan sebagai pesaing. Namun alih-alih berjuang untuk meraih kemenangan, mereka malah menegosiasikan solusi yang dapat diterima oleh keduanya.
Daripada saling merasa menang, yang terjadi lebih sering berupa hasil imbang di mana masing-masing pihak hanya puas sebagian. Untuk permasalahan rumit yang tidak ada win-win solution, kompromi adalah alternatif yang baik.
Namun ketika pasangan terlalu mengandalkan kompromi, kedua pasangan akan merasa terlalu banyak berkorban demi hubungan.
Advertisement
Jenis Konflik yang Umum dalam Hubungan
Konflik adalah hal yang normal dalam setiap hubungan. Semakin banyak dua orang mencoba membangun kehidupan bersama, mereka akan semakin menghadapi perbedaan pandangan dan harapan.
Terlebih saat mereka menavigasi logistik dalam menggabungkan keuangan, berbagi tanggung jawab, dan menyepakati apa yang mereka inginkan untuk masa depan bersama. Inilah konflik yang umum sering terjadi:
-
Ketidaksepakatan keuangan
Pasangan seringkali berselisih paham tentang bagaimana menyeimbangkan tabungan untuk masa depan dan membayar gaya hidup yang mereka inginkan saat ini. Yang lain tidak setuju tentang bagaimana membagi tanggung jawab keuangan.
-
Ketidaksepakatan orang tua
Perbedaan pandangan mengenai disiplin, gizi, pendidikan, dan pembagian kerja sebagai orang tua dapat menjadi konflik yang sulit untuk diatasi.
-
Pembagian kerja rumah tangga
Setiap orang mungkin memiliki standar kebersihan berbeda yang sulit dipadukan. Dalam kasus lain, satu orang mungkin membawa beban lebih banyak dibandingkan yang lain.
-
Keintiman
Ini mengacu pada seks serta jenis keintiman emosional dan fisik lainnya seperti berpelukan, menghabiskan waktu berkualitas bersama, dan mengekspresikan cinta dan penghargaan satu sama lain.
Meskipun wajar jika keintiman berfluktuasi selama suatu hubungan, konflik dapat muncul ketika salah satu atau Anda berdua mulai merasa kurang dicintai dibandingkan sebelumnya pada saat-saat lain dalam hubungan.
Cara Meningkatkan Conflict Resolution Skills
Setelah mengetahui tentang conflict resolution style masing-masing, tentunya Anda juga memerlukan keterampilan lain dalam menyelesaikan konflik. Hal ini tentunya supaya tidak saling menyalahkan satu sama lainnya.
Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
-
Maafkan satu sama lain dan mulailah dengan lembaran baru
Jika conflict resolution style Anda tidak sehat di masa lalu, akan mudah bagi Anda untuk terlibat dalam konflik di masa depan dengan mengharapkan munculnya dinamika tidak sehat yang sama.
Harapan itu bisa menjadi ramalan yang menjadi kenyataan jika Anda bersandar pada kebiasaan defensif lama yang memicu pasangan Anda kembali ke kebiasaan lamanya.
Jadi, Anda berdua harus sepakat untuk memaafkan luka masa lalu dan bersabar serta memaafkan satu sama lain saat Anda berupaya mengembangkan conflict resolution style yang lebih sehat.
-
Dengar dan ulangi
Jangan menyela satu sama lain saat sedang berbicara. Selain membiarkan orang lain selesai berbicara, mulailah tanggapan Anda dengan merangkum apa yang mereka katakan untuk memastikan bahwa Anda memahaminya.
-
Tahan penilaian
Jika Anda merasa kekhawatiran orang lain berlebihan atau tidak penting, simpan saja untuk diri Anda sendiri. Anda berdua harus bisa membicarakan pikiran dan perasaan Anda secara terbuka tanpa khawatir akan diabaikan begitu saja.
Perlakukan itu seperti sesi curah pendapat, bukan argumen. Masing-masing dari Anda akan memberikan solusi yang tidak disukai orang lain. Daripada menghakimi, fokuslah untuk mengatasi elemen rencana yang tidak berhasil dan menyarankan alternatif lain.
-
Bertukar pikiran dengan empati
Daripada hanya berfokus pada kebutuhan Anda, fokuslah pada cara untuk memasukkan kekhawatiran pasangan Anda ke dalam solusi yang Anda usulkan. Meskipun kekhawatiran tersebut tidak begitu penting bagi Anda, Anda masih dapat mencari cara untuk mengubah ide awal Anda untuk mengatasinya. Pasangan Anda juga harus melakukan hal yang sama.
Advertisement