Sukses

Studi: Pola Makan Vegan Selama 2 Bulan Bisa Membuat Anda Tampak Lebih Muda

Penelitian tersebut menemukan bahwa setelah hanya delapan minggu mengikuti pola makan nabati, peserta mengalami penurunan usia biologis pada jantung, hormon, hati, serta sistem inflamasi dan metabolisme mereka.

Liputan6.com, Jakarta Menurut penelitian baru, pola makan vegan berpotensi memutar balik waktu proses penuaan tubuh Anda. Penelitian tersebut menemukan bahwa setelah hanya delapan minggu mengikuti pola makan nabati, peserta mengalami penurunan usia biologis pada jantung, hormon, hati, serta sistem inflamasi dan metabolisme mereka.

Namun, perubahan ini tidak diamati pada mereka yang terus mengonsumsi daging, telur, dan susu. Selain itu, mereka yang beralih ke pola makan vegan kehilangan berat badan rata-rata dua kilogram lebih banyak daripada rekan-rekan mereka yang bukan vegan, kemungkinan karena mengonsumsi 200 kalori lebih sedikit selama empat minggu awal penelitian.

Penurunan berat badan mungkin berperan dalam perbedaan yang terlihat dalam usia biologis antara kedua kelompok, menurut para ahli. Namun, mereka juga memperingatkan bahwa pola makan vegan jangka panjang dapat menyebabkan kekurangan gizi dan mungkin tidak cocok untuk semua usia.

Beberapa orang percaya bahwa perbedaan yang diamati dapat dikaitkan dengan penurunan berat badan.

Penelitian ini melibatkan 21 pasang saudara kembar identik, yang semuanya berusia 39 tahun. Setengahnya mengikuti pola makan vegan sementara setengah lainnya mempertahankan pola makan omnivora, demikian dilaporkan Gloucestershire Live.

Pada akhir penelitian, para peneliti mencatat adanya penurunan estimasi usia biologis berdasarkan tingkat metilasi DNA - modifikasi kimiawi DNA yang digunakan untuk memperkirakan usia biologis.

Penuaan biologis mengacu pada penurunan fungsi jaringan dan sel dalam tubuh, yang berbeda dengan usia kronologis. Penelitian sebelumnya telah mengaitkan peningkatan kadar metilasi DNA dengan penuaan.

Namun, Varun Dwaraka dari TruDiagnostic Inc, sebuah perusahaan pengujian epigenetik, dan Christopher Gardner dari Universitas Stanford, California, beserta tim mereka, menyatakan bahwa tidak jelas seberapa besar perbedaan antara kedua pasangan tersebut dapat dikaitkan dengan perbedaan pola makan. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perlu penelitian lebih banyak

Mereka menyarankan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengeksplorasi hubungan antara pola makan, berat badan, dan penuaan, serta efek jangka panjang dari pola makan vegan.

Tom Sanders, seorang Profesor emeritus Nutrisi dan Dietetika di King's College London (KCL), yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut, mengemukakan bahwa penelitian tersebut menemukan beberapa perbedaan dalam hal penuaan bagi para vegan, tetapi tidak memperhitungkan bahwa kekurangan vitamin dan mineral sering kali membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terwujud.

Ia lebih lanjut mencatat bahwa penelitian juga menunjukkan bahwa pola makan vegan mungkin tidak bermanfaat bagi kesehatan orang yang lebih tua. 

Sanders berkata: "Meskipun penelitian observasional menunjukkan bahwa pola makan vegan mungkin memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan di usia paruh baya (seperti risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2 yang lebih rendah), hal ini tidak terjadi pada vegan yang lebih tua yang tampaknya lebih mungkin menderita kehilangan otot, kepadatan tulang yang rendah, dan gangguan neurologis yang berdampak signifikan pada kualitas hidup."

"Memang, harapan hidup tidak berbeda pada para vegan dibandingkan dengan mereka yang memilih pola makan campuran."

 

3 dari 4 halaman

Terdapat perbedaan pendapat

Mungkin ada perubahan dalam kisah tentang bagaimana pola makan vegan memengaruhi gen kita, seperti yang ditunjukkan oleh Dr. Duane Mellor, seorang ahli diet dan juru bicara Asosiasi Diet Inggris, beberapa perbedaan penting dalam sebuah penelitian baru-baru ini. 

Ia mencatat bahwa penelitian tersebut tidak secara persis membandingkan diet yang sama satu sama lain, dari segi kalori, dengan menyatakan: "Ada kemungkinan bahwa pengurangan asupan energi berpotensi mengubah bagaimana DNA peserta diubah."

Yang menambah daya tarik, Dr. Mellor menyoroti kontras yang mencolok dalam pola makan penelitian tersebut - para vegan diinstruksikan untuk melahap dua kali lipat sayuran, dan lebih banyak buah, polong-polongan, kacang-kacangan, dan biji-bijian dibandingkan dengan rekan-rekan omnivora mereka, yang menurutnya dapat membantu menjelaskan efek diferensial yang dilaporkan.

Wawasan menarik ini diungkap dalam jurnal BMC Medicine edisi terbaru.

4 dari 4 halaman

Turunkan Kolesterol dengan Konsumsi Jus Tomat, Ketahui Kandungan dan Cara Mengolahnya

Dalam era modern ini, gaya hidup yang kurang sehat sering kali menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah, yang merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit jantung.

Kolesterol tinggi adalah salah satu masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh masyarakat modern. Gaya hidup yang tidak sehat, pola makan yang buruk, dan kurangnya aktivitas fisik kerap menjadi penyebab utama.

 Mengatasi masalah ini tidak selalu harus melalui obat-obatan kimia; ada solusi alami yang bisa diambil, salah satunya adalah dengan mengonsumsi jus tomat. Jus tomat bukan hanya lezat dan menyegarkan, tetapi juga kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Ya, jus tomat, dengan kandungan nutrisi yang kaya, bisa menjadi solusi alami bagi mereka yang ingin menjaga kesehatan jantung. Faktanya, tomat adalah sumber nutrisi yang kaya dan memiliki berbagai kandungan yang bermanfaat untuk kesehatan, termasuk dalam menurunkan kadar kolesterol. Berikut adalah beberapa kandungan utama dalam tomat yang berperan penting:

Selengkapnya...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.