Sukses

GDP Venture Ajak Gen Z Melek Literasi Pengelolaan Keuangan Digital dengan Memanfaatkan Fintech

Rata-rata pengguna fintech adalah mereka yang masuk usia produktif seperti Gen Z. Hal ini mendorong para penggunanya untuk melek terhadap literasi pengelolaan keuangan dengan memperhatikan kebutuhan bukan keinginan.

Liputan6.com, Jakarta - GDP Venture menggelar acara bincang bisnis Power Lunch dengan tema “Dunia Baru Fintech: Praktis atau Berbahaya?” dengan menghadirkan tiga narasumber yang ahli di bidangnya. Ketiga narasumber tersebut di antaranya Suwandi Ahmad yang merupakan Chief Data Officer Lokadata.id, Iwan Dewanto selaku Direktur PT Indodana Multi Finance dan Albert Kurniawan selaku Head of Growth & Acquisition PT Bank Digital BCA.

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh kemudahan penggunaan fintech dan kemampuan para pengguna di kalangan usia produktif mendorong tingginya adopsi fintech dalam melakukan pengelolaan keuangan. Dengan kehadiran fintech di tengah-tengah masyarakat, akankah mendorong pengguna untuk menjadi lebih praktis atau malah membahayakan?

Berdasarkan data Lokadata.id, 78% masyarakat menggunakan aplikasi fintech setiap harinya dalam bentuk dompet digital, layanan pinjaman, dan pembayaran digital.

Sekitar 50% anak muda atau separuh dari Gen Z di Indonesia rutin melakukan perencanaan keuangan bulanan dengan menggunakan bank digital.

Dengan kemajuan ini Gen Z yang menjadi bagian dari tech-savy generation menciptakan ekosistem keuangan yang inklusif dan efisien.

“Generasi muda saat ini sudah sangat terbiasa dengan menggunakan teknologi finansial yang memberikan kemudahan dan fleksibilitas. Tak kalah penting yaitu memastikan bahwa layanan ini digunakan secara bijaksana, terutama terkait literasi keuangan dan risiko penggunaan yang berlebihan,” ungkap Suwandi Ahmad, Chief Data Officer Lokadata.id dalam acara bincang bisnis Power Lunch yang diselenggarakan oleh GDP Venture, Rabu (09/10/2024).

Selain itu, hadirnya Layanan Buy Now Pay Later (BNPL) dengan memberikan durasi cicilan selama satu hingga tiga bulan mendorong 67% pengguna fintech memanfaatkan layanan ini. Hal ini diakukan dengan alasan keterbatasan dana tunai dan penawaran promosi khusus menjadi faktor pendorong penggunaan layanan ini.

Namun, hal ini menjadi tantangan bagi pengguna apabila tidak memahami literasi keuangan dan risiko penggunaan yang dilakukan secara berlebihan.

“BNPL menjadi game changer di kalangan anak muda karena memberikan fleksibel dalam berbelanja. Namun, ada kebutuhan untuk meningkatkan literasi keuangan terutama agar mereka tidak terjebak dalam hutan yang berlebihan,” ujar Iwan Dewanto, Direktur PT Indodana Multi Finance

Iwan menambahkan bahwa Indodana terus berupaya memberikan panduan keuangan yang tepat kepada para pengguna.

Kemudahaan penggunaan fintech juga mengubah pola konsumsi para pengguna. Dahulu masyarakat mengedepankan kepentingan primer dan sekunder, tetapi sekarang bagi para pengguna fintech terutama kalangan Gen Z kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang tidak kalah penting.

“Makin ke sini teknologi menjadi lebih gampang sehingga antara kebutuhan dan keinginan menjadi bias. Sekarang ini keinginan malah jadi kebutuhan seperti ada pergeseran antara tersier dan primer,” ucap Suwandi.

Lokadata.id juga mendata hal yang menjadi prioritas para generasi digital. Pada urutan pertama skala prioritas generasi ini adalah fashion, kemudian dilanjutkan dengan skincare dan konser. Kemudian, yang menarik, di urutan ke empat Gen Z pengguna fintech memprioritasi kebutuhan keuangannya dengan melakukan investasi ke kantong dananya sendiri.

Investasi ke kantong dana ini dapat dilakukan melalui teknologi pengelola keuangan seperti fintech, salah satunya adalah Blu by BCA. Blu by BCA merupakan bank digital tanpa cabang yang berinovasi dengan mendukung gaya hidup digital secara relevan dengan menawarkan beberapa fitur.

“Blu by BCA hadir untuk memberi solusi keuangan yang praktis dan inovatif bagi generasi yang melek teknologi. Melalui aplikasi mobile, kami menyediakan fitur-fitur seperti pengelolaan tabungan multi-tujuan, layanan patunan, investasi, hingga fitur loyal yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan finansial generasi muda,” ujar Albert Kurniawan, Head of Growth & Acquisition.

2 dari 3 halaman

Muncul Istilah Doom Spending di Kalangan Generasi Muda Pengelola Keuangan Digital

Belakangan ini muncul istilah doom spending di kalangan Generasi Z. Fenomena ini menjadi salah satu dari penerapan penggunaan teknologi fintech yang memungkinkan seseorang berbelanja secara impulsif tanpa berpikir panjang.

Hal ini didasari oleh perasaan keinginan memiliki seperti yang dimiliki oleh teman sepergenerasinya. Kondisi ini menunjukan bahwa pengambilan keputusan pembelian dilakukan bersadarkan pola kebutuhan komunal.

Fenomena semacam ini menjadi kekhawatiran bagi generasi muda terkhusus Gen Z yang belum memahami literasi pengelolaan keuangan berbasis fintech. Hal yang mungkin akan terjadi adalah pengguna akan terbiasa berperilaku konsumtif dan terbiasa untuk berhutang.

Dalam acara bincang bisnis Power Lunch, Iwan menyetujui bahwa dengan kemudahan fintech membuat seseorang menjadi lalai jika tidak menerapkan fungsi penggunaanya secara bijak.

Namun, dirinya juga menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyuarakan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) yang merupakan bagian dari literasi keuangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pengguna mampu mengedukasi finansialnya sendiri.

“Konsumen harus sadar mengedukasi finansial pribadinya. Satu, konsumen harus punya kemampuan untuk membayar. Dua, konsumen harus sadar belanja sesuai dengan keutuhan bukan keinginan. Jangan sampe nantinya malah berdampak ke slip gaji pekerjaan,” ucap Iwan.

Di lain sisi Blu by BCA juga memberikan edukasi kepada penggunanya tentang bagaimana mengelola keuangan. Hal utama yang harus dilakukan adalah saving first melalui fitur blu saving dengan melakukan budgeting sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan yang disediakan.

3 dari 3 halaman

Pengamanan Teknologi Fintech untuk Penggunanya

Dalam menggunakan teknologi fintech, Indodana menerapkan kontrol kepada konsumennya. Pemberian limit kepada konsumen dilakukan dengan memperhatikan behavior dan demografis para pengguna. Tidak hanya itu, Indodana juga menerapkan skorsing bagi mereka yang tidak membayar melewati kurun waktu yang telah ditentukan.

“Dengan begitu kemungkinan pengguna melakukan transaksi misalnya ke tiga tempat berbeda akan sulit jika masih belum terselesaikan di kami,” ujar Iwan.

Berbeda dengan Indodana, Blu by BCA menerapkan Blu extra cash dengan memperhatikan kebutuhan atau keinginanya sesuai dengan budget yang dimiliki. Sehingga, pengguna dapat membuat budgeting per bulan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Blu by BCA tidak menyediakan kebutuhan konsumtif penggunanya, melainkan lebih kepada keperluan mendesak penggunanya.

“Lewat Blu bisa 1% balik hal itu membantu masyarakat lebih melek finansial dan edukasi tersampaikan. Kita pengen dengan Blu orang jadi hemat. Dibandingkan nasbah melakukan pinjol dengan suku bunga yang mencekik,” ungkap Albert.

Di sisi lain, Lokadata.id menegaskan bahwa pola penggunaan bank digital makin diperketat. Salah satunya, bank digital dijadikan sebagai alat kontrol keuangan dari orang tua ke anak serta degan pasangan. Dengan demikian keuangan dapat dikelola dengan baik dan sifatnya yang transparan.

Namun, tantangan trend lingkungan sosial sekitar menjadi salah satu yang harus disadari pengguna agar tidak salah mengambil langkah dalam pegelolaan keuangan berbasis teknologi.

Pengguna fintech diharapkan dapat mempertanggungjawabkan hal tersebut dengan cara membayar tepat waktu.

“Harapannya pengguna punya kemampuan untuk melakukan pembayaran dan yang pasti penting adalah literasi inklusi karena memang, literasi inklusi itu dari kacamata OJK masih perlu ditingkatkan, seperti belanja sesuai kebutuhan bukan keinginan,” pungkas Iwan.