Sukses

BPA dalam Kemasan Pangan Aman atau Tidak? Ini Penjelasan Ahli Kesehatan

BPA yang terdapat dalam kemasan pangan, jika digunakan dengan benar, masih dalam batas aman bagi konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - Bisphenol A (BPA) adalah senyawa kimia yang sering digunakan dalam kemasan pangan, seperti botol plastik dan kaleng makanan.

Meskipun ada kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kesehatan, ahli kesehatan, Dr. Ngabila Salama menegaskan bahwa BPA yang terdapat dalam kemasan pangan, jika digunakan dengan benar, masih dalam batas aman bagi konsumen. Pernyataan ini muncul di tengah isu yang beredar mengenai bahaya BPA yang kembali mencuat di masyarakat.

"BPA aman selama tidak berpindah ke dalam tubuh manusia dalam jumlah yang melebihi batas normal. Sebagian besar BPA, sekitar 90%, akan dikeluarkan melalui urine dan feses," jelas Dr. Ngabila melalui akun Instagram-nya @ngabilasalama.

Ia menjelaskan bahwa BPA banyak ditemukan dalam produk sehari-hari, baik makanan maupun non-makanan. Misalnya, BPA terdapat dalam semua jenis makanan kaleng, seperti ikan, sayuran, daging, dan buah-buahan. Ia menambahkan bahwa kandungan BPA tertinggi ditemukan pada ikan kaleng, mencapai 106 ng/gram.

Sedangkan BPA dalam produk non makanan juga ada di botol plastik, mainan, peralatan listrik, perangkat otomotif, peralatan makanan, perangkat medis, peralatan olahraga, kemasan makanan, disket serta CD dan lain-lain.

"Jadi BPA ini memang banyaknya pada plastik tetapi juga sebenarnya ada di produk makanan," katanya. Pernyataan ini juga dibagikan di akun resmi Kementerian Kesehatan.

Ngabila menjelaskan bahwa BPA adalah senyawa kristal solid, berwarna putih, yang tahan pada suhu antara -40 hingga 145 derajat Celsius. Zat ini baru akan meleleh pada suhu 150 derajat Celsius dan dapat larut dalam air serta lemak.

Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat untuk menyimpan kemasan pangan dengan benar agar BPA tidak larut ke dalam makanan.

2 dari 3 halaman

Dampak BPA terhadap kesehatan masih diperlukan penelitian lebih lanjut

Ngabila juga mencatat bahwa meskipun ada penelitian tentang dampak BPA terhadap kesehatan manusia, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

"Pengaruh BPA kepada kesehatan dari berbagai studi yang masih minim mayoritas pada hewan uji coba dan studi observasional saja pada manusia," ujarnya.

Senada, pakar teknologi plastik Wiyu Wahono menjelaskan bahwa hasil penelitian tentang dampak BPA pada hewan tidak selalu relevan untuk manusia. Hal tersebut lantaran hasil penelitian dampak BPA dilakukan terhadap hewan percobaan.

Ia menggarisbawahi bahwa kesimpulan dari penelitian tersebut tidak bisa langsung diterapkan pada manusia.

"Kalaupun binatang-binatang tersebut mendapatkan masalah kesehatan maka tidak bisa diambil kesimpulan bahwa BPA juga akan menyebabkan masalah kesehatan di manusia," kata Wiyu, dalam keterangannya, Jumat (1/11/2024).

 

3 dari 3 halaman

Penggunaan kemasan pangan, terutama galon polikarbonat, masih aman

Anggota Council Komite Akreditasi Nasional (KAN) Badan Standardisasi Nasional (BSN), Arief Safari, menambahkan bahwa penggunaan kemasan pangan, terutama galon polikarbonat, masih aman. Ia menjelaskan bahwa penelitian lebih komprehensif dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana paparan BPA dari kemasan pangan.

"Selama ini saya pakai berpuluh-puluh tahun ya aman-aman saja tidak masalah," ungkap Arief.

Ia menekankan pentingnya penelitian untuk memberikan informasi akurat mengenai kemasan pangan mana yang memberikan paparan BPA lebih banyak.

"Tidak adil apabila hanya AMDK saja yang dikambing hitamkan memberikan paparan BPA ke tubuh padahal ada banyak kemasan lain yang juga menggunakan senyawa serupa," tambahnya.

Seperti diketahui, paparan BPA dalam kemasan pangan sudah diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) nomor 20 tahun 2019. Dr. Karin menegaskan bahwa saat ini paparan BPA masih di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM, yaitu 0,6 mg/kg.