Liputan6.com, Jakarta Puyo Desserts membuktikan kepedulian mereka terhadap anak-anak di pelosok negeri dengan meluncurkan kampanye Puyo Peduli 2024. Kali ini, sasarannya adalah pembangunan Sekolah Abdi Kasih Bangsa di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Co-Founder Puyo Desserts Eugenie Patricia menjelaskan bahwa inspirasi kampanye Puyo Peduli tersebut bermula dari pertemuannya dengan Victoriani Inabuy yang dulunya mengajar di sekolah internasional di Jakarta, kemudian memilih untuk mengabdikan dirinya untuk pendidikan anak-anak di kampung halamannya.
Baca Juga
"Saya percaya tiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Lewat kampanye Puyo Peduli, kami ingin membantu membuka kesempatan bagi mereka anak-anak daerah untuk meraih masa depan yang lebih baik," ungkap Eugenie saat ditemui di Jakarta, Sabtu (02/11/2024).
Advertisement
Untuk mendukung kampanye tersebut, pelanggan Puyo dapat membeli produk Silky Kids Bundle, paket spesial yang terdiri dari 4 buah desserts Puyo dan sebuah buku cerita anak berjudul Pina, Sang Penyanyi karya Reda Gaudiamo.
Nantinya, untuk setiap pembelian Silky Kids Bundle tersebut akan disumbangkan Rp 20 ribu untuk pembangunan Sekolah Abdi Kasih Bangsa di NTT.
Eugenie mengaku mengangkat kisah Pina dengan harapan dapat menginspirasi anak-anak di NTT untuk terus bermimpi dan meraih cita-cita.
"Buku ini mengajarkan pentingnya keberanian, kebersamaan, dan dukungan dari teman-teman dalam mewujudkan cita-cita."
Â
Keinginan memajukan daerah NTT
Di kesempatan yang sama, Victoriani yang biasa dipangggil Vica menjelaskan bagaimana dirinya kemudian terketuk untuk mengabdikan diri di Kupang, Nusa Tenggara Timur yang juga merupakan kota tempat dirinya dibesarkan.
"Sekolah ini awalnya didirikan oleh ibu dan ayah saya yang pensiun dan kembali ke kampung halaman. Kami melihat bagaimana timpangnya pendidikan di Jakarta ini, jika dibandingkan dengan di Kupang," ungkap dia.
Ia menjelaskan bahwa setelah belasan tahun mengajar di sekolah internasional di Jakarta, ia menjadi tergerak mengembangkan pendidikan yang berkualitas di Kupang.
"Jadi pola pendidikan keluarga di sana, anak-anak tidak diperlakukan sebagai subjek. Itu juga berlaku di sekolah, anak-anak hanya menerima dari gurunya."
Â
Advertisement
Berharap membawa perubahan
Vica ingin mengubah teknik pembelajaran spoon feeding yang biasa diterima siswa di NTT, sehingga siswa di sekolahnya bisa berpikir kritis, inisiatif, dan mampu berinovasi. Ia kemudian mempraktikkan teknik pembelajaran yang biasa lakukan saat mengajar di sekolah internasional dulu.
"Kami membuka sekolah tersebut dengan harapan guru-guru lain belajar dari kami, atau sama-sama belajar. Supaya siswa-siswa di Abdi Bangsa memiliki soft skill yang cukup untuk bersaing di abad 21 ini," pungkasnya.