Liputan6.com, Jakarta - Bisphenol A (BPA), bahan kimia yang sering digunakan dalam kemasan plastik, terutama galon air minum, telah lama dilarang di banyak negara.
Hal ini diungkapkan oleh Prof Mochamad Chalid, pakar polimer Universitas Indonesia, yang turut serta dalam pertemuan Internasional Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) yang akan diselenggarakan di Busan, Korea Selatan, pada akhir November 2024.
Baca Juga
Prof. Chalid menegaskan bahwa pembatasan penggunaan BPA sudah menjadi bagian dari kesepakatan internasional mengenai bahan kimia berbahaya.
Advertisement
Menurutnya, banyak negara yang telah melarang penggunaan senyawa ini, terutama pada kemasan makanan dan minuman, karena dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
“Kalau bicara dilarang, sebenarnya (BPA) sudah lama dilarang di beberapa negara. Itu sudah ada dalam kesepakatan bahan-bahan kimia yang kategorinya berbahaya,” kata Prof Chalid, di Jakarta, Rabu (30/10).
Pernyataan tersebut menanggapi semakin maraknya kekhawatiran tentang efek samping BPA, yang bisa larut ke dalam produk makanan atau minuman yang dikemas dalam bahan plastik tertentu, seperti galon air minum.
Pernyataan Prof. Chalid mengarah pada sesi kelima Komite Negosiasi Antar-Pemerintah (INC-5), yang dijadwalkan berlangsung pada 25 November hingga 1 Desember 2024 di Busan, Korea Selatan. Pertemuan ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen hukum internasional yang mengikat (ILBI) terkait polusi plastik, termasuk dampaknya terhadap lingkungan laut.
“Konteks dengan ILBI, itu sudah disarankan oleh tim ahli, dalam hal ini pertemuan Bangkok lalu, yang direkomendasikan untuk mengacu pada konsensus-konsensus yang sudah dilakukan seperti di Rotterdam dan Perancis, salah satu di antaranya (yang direkomendasikan dilarang) senyawa BPA,” tambahnya.
Isu Global yang Makin Mendesak
Menurutnya, isu bahan kimia berbahaya pada kemasan plastik untuk manusia dan lingkungan ini sudah menjadi isu global. Kekhawatiran dunia internasional terhadap sampah plastik bukan hanya karena sampah plastiknya. Banyak bahan kimia yang disebutkan dan berkaitan dengan risiko kesehatan, diantaranya adalah BPA.
“Walhasil, hal ini menjadi masalah bukan hanya masalah nasional, tapi juga regional, bahkan jadi masalah global,” kata Prof Chalid.
"BPA bisa masuk dalam chemical of concern itu banyak hal. Pertama, yang menjadi hal penting adalah kaitan dengan kesehatan. Kalau kaitan dengan kesehatan itu nomor satu," lanjutnya.
Advertisement
Faktor yang Berisiko Bisa Membuat Kemasan Air Berbahan Polikarbonat Menjadi Rentan
Terlebih, bahan kimia tersebut saat ini kerap digunakan untuk kemasan pangan, termasuk galon guna ulang. Mengenai bahaya BPA pada kemasan polikarbonat, Prof Chalid menyampaikan bahwa proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan, sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
"Seringkali kemasan polikarbonat yang didistribusikan pada masyarakat terpapar oleh sinar matahari secara langsung. Paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air," tambahnya.
Selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan. Misalnya, banyak galon polikarbonat bermerek masuk ke depot isi ulang, kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya, kemudian kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang.