Liputan6.com, Jakarta Tantrum atau amukan anak yang sering terjadi pada usia di bawah lima tahun sering kali membuat orang tua merasa bingung dan khawatir. Kondisi ini umumnya ditandai dengan perilaku mengamuk, marah, atau menangis meraung-raung. Meskipun begitu, apakah ini menandakan masalah emosional yang lebih besar pada anak? Menurut psikolog anak, tantrum sebenarnya adalah hal yang normal dalam tahap perkembangan anak. "Tantrum merupakan bagian dari proses belajar anak dalam mengelola emosi mereka," kata Dr. Amira Suryani, psikolog anak yang dikutip dalam sebuah wawancara dengan media nasional.
Fenomena tantrum biasanya terjadi ketika anak mengalami dua jenis emosi yang kuat, yaitu kesedihan dan kemarahan. Di usia dini, kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaan melalui kata-kata masih terbatas, sehingga mereka sering merasa frustrasi ketika tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. "Penting bagi orang tua untuk memahami bahwa tantrum adalah cara anak untuk mengekspresikan perasaannya, bukan semata-mata tindakan negatif," jelas Dr. Amira.
Baca Juga
Meskipun tantrum merupakan hal yang normal, orang tua perlu mengetahui kapan hal tersebut memerlukan perhatian lebih, terutama jika frekuensinya berlebihan. Dalam beberapa kasus, tantrum yang terjadi terlalu sering atau dalam durasi lama bisa menjadi indikasi adanya masalah perkembangan yang lebih serius. Oleh karena itu, penting untuk memahami tanda-tanda kapan orang tua perlu membawa anak ke psikolog untuk penanganan lebih lanjut.
Advertisement
Tantrum adalah Bagian dari Perkembangan Anak
Pada usia balita, tantrum adalah bagian alami dari perkembangan emosi anak. Selama periode ini, anak mulai belajar bagaimana mengatur dan mengekspresikan perasaan mereka, namun keterbatasan kemampuan verbal mereka sering kali menyebabkan frustrasi. “Tantrum adalah reaksi emosional yang muncul karena anak belum mampu mengungkapkan keinginannya dengan kata-kata,” jelas Dr. Amira. Di sinilah orang tua berperan penting dalam mengajari anak untuk mengenali dan mengelola emosi dengan cara yang lebih sehat.
Penting bagi orang tua untuk tidak melihat tantrum sebagai tindakan sengaja atau pembangkangan. Tantrum seringkali muncul saat anak merasa kesulitan dalam menghadapi emosi yang intens, seperti rasa marah atau kecewa. Oleh karena itu, langkah pertama yang harus diambil orang tua adalah tetap tenang dan tidak terpancing untuk merespon dengan marah.
Advertisement
Ketahui Penyebab Tantrum
Tantrum pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik fisik maupun emosional. Beberapa penyebab umum tantrum antara lain rasa lapar, kelelahan, atau kebutuhan untuk mendapatkan perhatian dari orang tua. Anak yang merasa tidak diperhatikan atau diabaikan dapat menunjukkan perasaan kecewa dengan cara tantrum. Selain itu, ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan keinginan mereka juga dapat memicu tantrum.
Menurut Dr. Amira, pengaruh lingkungan sekitar juga berperan dalam pemicu tantrum. Anak yang berada dalam situasi yang penuh tekanan atau kebingungan dapat merasa tidak nyaman, yang mengarah pada perilaku mengamuk. Tantrum adalah salah satu cara anak mencoba untuk mengendalikan situasi yang mereka rasakan sulit.
Cara Mengelola Tantrum yang Efektif
Mengelola tantrum anak memerlukan ketenangan dan pendekatan yang bijak dari orang tua. Kuncinya adalah untuk tetap tenang dan tidak terpancing untuk merespons dengan kekerasan atau kemarahan. "Anak-anak belajar dari bagaimana orang tua menanggapi situasi mereka, jadi sangat penting untuk tetap sabar dan memberikan mereka rasa aman," kata Dr. Amira. Langkah pertama adalah memberi ruang bagi anak untuk mengekspresikan emosinya tanpa adanya ancaman atau hukuman.
Orang tua juga perlu membantu anak untuk mengenali perasaan mereka. Setelah tantrum mereda, ajak anak untuk berbicara tentang perasaan mereka dan apa yang sebenarnya membuat mereka marah atau sedih. Hal ini dapat membantu anak untuk belajar cara yang lebih sehat dalam mengekspresikan perasaan mereka di masa depan.
Advertisement
Kapan Harus Mencari Bantuan dari Psikolog
Meskipun tantrum adalah hal yang normal, ada beberapa situasi di mana orang tua perlu mencari bantuan profesional. Jika tantrum berlangsung lebih lama dari biasanya atau terjadi lebih sering dalam sehari, mungkin ada masalah yang lebih serius yang perlu ditangani. "Jika tantrum sudah mulai mengganggu kehidupan sehari-hari anak dan keluarga, atau anak mulai menunjukkan perilaku agresif terhadap diri sendiri atau orang lain, sebaiknya segera konsultasikan dengan psikolog," ujar Dr. Amira.
Tanda lainnya yang perlu diwaspadai adalah jika anak tidak dapat mengendalikan emosinya atau merasa kesulitan untuk berinteraksi sosial dengan teman sebaya. Psikolog anak dapat membantu untuk mendiagnosis apakah ada masalah perkembangan atau emosional yang mendasari perilaku tersebut. Penanganan sejak dini sangat penting untuk membantu anak mengatasi masalah yang lebih mendalam.
Tanda-Tanda Tantrum yang Tidak Wajar
Ada beberapa tanda tantrum yang tidak wajar yang perlu diperhatikan oleh orang tua. Salah satunya adalah durasi tantrum yang sangat lama, yang bisa berlangsung lebih dari 20-30 menit tanpa berhenti. Jika anak tidak bisa mengendalikan dirinya atau bahkan melukai diri sendiri atau orang lain, ini bisa menjadi indikasi masalah yang lebih serius. Selain itu, jika tantrum terjadi terlalu sering atau muncul tanpa alasan yang jelas, orang tua sebaiknya mencari bantuan dari profesional untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Tantrum yang disertai dengan perilaku agresif atau melukai diri sendiri juga memerlukan perhatian khusus. Beberapa anak yang mengalami gangguan emosional atau psikologis, seperti depresi atau kecemasan, dapat menunjukkan perilaku yang lebih ekstrem saat tantrum. Segera hubungi psikolog untuk mendapatkan penilaian lebih lanjut dan dukungan dalam menangani kondisi ini.
Advertisement
Apakah tantrum pada anak normal?
Ya, tantrum merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal.
Kapan harus membawa anak ke psikolog?
Jika tantrum anak berdurasi lama, sering terjadi, dan disertai perilaku menyakiti diri sendiri atau orang lain, sebaiknya segera konsultasikan dengan psikolog anak.
Advertisement