Liputan6.com, Jakarta - Setiap individu pasti memiliki masalah. Seperti misalnya dimarahi atasan karena pekerjaan yang salah, bertengkar dengan kekasih, salah mengambil jalan pulang jadi terkena macet, dan berbagai hal lain yang kadang membuat kita lelah.
Memang tidak bisa dipungkiri jika Anda pasti pernah mengalami hari-hari di mana berjalan tidak sesuai dengan rencana. Bisa juga Anda mungkin mendengar kabar buruk yang tidak disangka dan membuat bersedih lama, seperti berita duka.
Baca Juga
Saat hal tersebut terjadi, Anda biasanya akan menceritakannya kepada seseorang yang dekat. Misalnya kepada orang tua, pasangan, atau kepada sahabat. Ya, segala sesuatu yang berat tentunya akan lebih mudah jika dibagikan kepada orang lain. Semuanya tidak perlu disimpan untuk diri sendiri.
Advertisement
Akan tetapi, terkadang saat "curhat" lebih menguras tenaga kita. Salah satu alasannya karena mereka cenderung memberikan pendapat yang tidak sesuai dengan apa yang Anda harapkan. Misalnya saja saat tertimpa musibah, mereka justru cenderung memaksa untuk bersyukur karena setidaknya Anda masih terlindungi.
Contoh lainnya saat Anda putus dengan pasangan, mereka malah menyuruh berbahagia sebab terhindar dari hubungan yang salah dan bisa jadi ada red flag pasangan yang belum terlihat. Pernahkah Anda berada dalam situasi seperti itu?
Anda tahu, ketika individu tidak menganggap serius apa pun yang Anda katakan. Mereka mengharapkan Anda untuk melupakan semuanya dengan senyuman dan sikap tidak acuh. Jika ya, Anda telah menjadi korban dari toxic positivity oleh orang terdekat.
Sayangnya, melansir Her Way, Rabu (20/11/2024), toxic positivity ini justru bisa mengganggu kesehatan mental Anda. Untuk itu, ketahui alasannya dan bagaimana cara mengatasi hal tersebut.
Bagaimana Lingkungan Menganggap Toxic Positivity Itu Normal
Setelah membaca ini, cobalah perhatikan hal-hal di sekitar Anda, iklan TV, papan reklame, hal-hal yang muncul di ponsel Anda. Setelah dilihat-lihat, sebenarnya tanpa sadar kita dikelilingi oleh hal-hal positif ke mana pun kita pergi.
Hal ini mungkin terdengar lucu dan tidak membahayakan. Akan tetapi, sebenarnya lingkungan dan masyarakat memberi beban berat pada kita.
Pernahkah Anda melihat iklan pembalut yang tayang di televisi? Anda pasti melihat gadis-gadis ini berlari dan melompat-lompat dengan celana jins putih mereka.
Mereka tampak seperti baru saja memenangkan jackpot dan tidak seperti sedang menstruasi. Padahal, Anda saat mengalaminya sendiri tidak terpikir untuk melakukan hal tersebut, kan? Sebab, ketika menstruasi badan cenderung lemas dan malas beraktivitas.
Selain itu, pola pikir positif dipaksakan kepada kita setiap saat. Di mana para influencer mengkhotbahkan gaya hidup yang mudah, kutipan “good vibes only" ada di sekeliling kita.
Faktanya, Anda bahkan tidak bisa mendapatkan waktu istirahat di tempat kerja. Semakin sering perusahaan mendorong hal positif melalui budaya tempat kerja mereka dengan alasan ingin menciptakan lingkungan yang sehat padahal sebenarnya mereka melakukan hal yang sebaliknya.
Hidup dengan cara seperti itu tidaklah normal dan alami bagi manusia. Ditambah lagi hal itu menciptakan reaksi yang lebih besar dalam jangka panjang.
Advertisement
Kenapa Toxic Positivity Membahayakan?
Memaksa orang untuk menutup mulut mereka dengan kata-kata manis hanya akan mengabaikan perasaan mereka dan membuat mereka merasa reaksi dan emosi mereka dilebih-lebihkan. Dan ini adalah jalan yang berbahaya.
Menjaga sikap optimis memang dianjurkan karena kita tidak boleh pesimis tentang segala hal. Namun, memaksakan diri untuk bahagia bahkan ketika itu tidak terjadi sama sekali tidak sehat.
Bahkan sains telah menemukan bahwa menekan emosi hanya mengarah pada apa yang mereka sebut sebagai “rebound effect” atau efek pantulan. Tentu, Anda dapat memilih untuk mengabaikan perasaan Anda dan hanya mengekspresikan emosi tertentu untuk beberapa waktu.
Namun, cepat atau lambat, itu akan memantul dan hanya menciptakan efek yang lebih buruk daripada sebelumnya ketika kita memilih untuk tidak menghadapinya.
Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa menghindari emosi negatif untuk waktu yang lama dapat menyebabkan perkembangan banyak penyakit, termasuk kanker. Jadi, bagaimana kita keluar dari lingkaran racun yang tak berujung ini?
Cara Mengatasi Toxic Positivy
Hal yang sulit tapi harus dilakukan yaitu Anda perlu merasakan segalanya. Tentu merasakan emosi yang buruk tidaklah menyenangkan dan mudah, tetapi itu adalah suatu keharusan untuk menjaga kewarasan kita.
Untuk itu, jangan bersembunyi dari kemarahan, kesedihan, dan frustrasi dengan menggulir ponsel Anda atau menonton acara TV secara maraton. Jika Anda melakukannya, emosi negatif tersebut akan menemukan Anda saat Anda tidak menduganya dan menghancurkan Anda.
Hal ini juga berlaku saat berhadapan dengan orang lain. Jika seseorang mencurahkan isi hatinya kepada Anda, hindari mengatakan hal-hal seperti:
- "Jangan terlalu negatif.”
- “Selalu bisa lebih buruk/Seseorang mengalami hal yang lebih buruk daripada Anda.”
- “Selalu lihat sisi baiknya.”
- “Semua terjadi karena suatu alasan."
Memang, menolong orang lain merupakan sifat dasar manusia dan kita sering berpikir cara yang tepat untuk melakukannya adalah dengan menghibur mereka, tetapi terkadang itu tidak benar. Tidak apa-apa untuk merasa kesal dan sering kali hal terbaik yang dapat kita tawarkan kepada seseorang hanyalah anggukan atau cukup diam.
Kiat bermanfaat lainnya adalah selalu mengonsumsi media dengan pikiran terbuka. Anda tidak mengunggah momen terburuk dalam hidup Anda di Instagram, bukan? Jadi, menurut Anda mengapa seorang influencer dan teman dari sekolah menengah menjalani kehidupan terbaik mereka setiap hari?
Jadi, setiap kali Anda merasa hidup seseorang sempurna, ketahuilah bahwa Anda tidak melihat gambaran utuhnya. Anda harus ingat bahwa ada hal lain dalam hidup selain apa yang kita tunjukkan di media sosial. Setiap orang memiliki kesulitannya sendiri dan tentu saja, kita tidak akan membagikan semuanya kepada dunia.
Namun, yang harus kita lakukan adalah mencari teman yang dapat kita ajak berbagi dan tidak diserang oleh toxic positivity, tetapi kasih sayang dan pengertian. Jangan lupa untuk melakukan hal yang sama untuk diri Anda sendiri dan ingatlah bahwa semua perasaan itu valid dan sepenuhnya baik-baik saja.
Advertisement