Sukses

Pakar Polimer ITB Minta Isu BPA Jangan Dipakai untuk Persaingan Bisnis

Isu Bisfenol A (BPA) sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganggu persaingan usaha yang sehat.

Liputan6.com, Jakarta - Pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin, menanggapi isu Bisfenol A (BPA) yang berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Ia menegaskan bahwa isu ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengganggu persaingan usaha yang sehat.

 

Dia pun meminta agar isu BPA ini tidak digunakan untuk mengombang-ambingkan persaingan usaha yang sehat.  

”Saya ingin memberi pengertian kepada masyarakat bagaimana agar kita bisa menunjukkan persoalan BPA ini sesuai dengan semestinya secara ilmiah. Jadi, jangan sampai melalui isu BPA ini, persaingan sehat diombang-ambingkan oleh persaingan yang tidak sehat,” ungkap Ahmad, dalam keterangannya, Rabu (5/12/2024).

Menurut Zainal, hal tersebut sudah berkali-kali disampaikannya baik di Jakarta maupun di daerah, di lembaga pemerintah maupun juga yang non pemerintah. Hal itu bertujuan supaya masyarakat tidak terombang-ambing oleh isu BPA yang terus dihembuskan pihak-pihak tertentu untuk persaingan usaha tidak sehat ini.

”Isu BPA ini terus dihembuskan hingga sekarang, seolah-olah ilmiah. Tapi sesungguhnya, secara ilmiah sendiri tidak mengatakan bahwa BPA itu sama dengan polikarbonat. Jadi, penting mengetahui hakikat yang sebenarnya supaya bisa menunjukkan persoalan ini sesuai pada tempatnya,” tukasnya.

Dia menegaskan galon kuat polikarbonat itu bukan BPA, tapi bahannya yang dari BPA. Menurutnya, itu dua hal yang berbeda. Tapi, lanjutnya, demi persaingan usaha, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghembuskan isu bahwa galon kuat polikarbonat itu disamakan dengan BPA.

”Polikarbonat itu dijamin 100 persen aman. Tapi kalau BPA sendiri itu memang banyak yang mengatakan karsinogenik. Tapi, polikarbonat dan BPA itu sendiri merupakan dua karakteristik yang berbeda,” ucapnya. 

Apalagi, menurut Zainal, terkait migrasi BPA yang ada di dalam bahan kemasan polikarbonat itu sudah jelas-jelas diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ada ambang batas amannya.

”Kita boleh makan, boleh minum dan sebagainya, tapi ada ambang batas amannya. Nah, ambang batas aman ini tiap-tiap negara beda-beda,” tuturnya.

 

2 dari 3 halaman

BPA Ditemukan di Mana-mana, Bukan Hanya di Galon Polikarbonat

Dia juga menjelaskan bahwa BPA itu ada di mana-mana, di Tanah, Air, dan udara. Di ikan segar malah kadar BPA-nya sampai 13.000 mikrogram atau 13 mg.

”Sementara BPOM menetapkan ambang batas aman migrasi BPA itu di angka 0,6 bpj, sangat jauh dari yang ada pada ikan segar. Jadi, jangan sampai terprovokasi oleh isu-isu yang tidak jelas lah yang membuat hidup kita jadi susah,” tandasnya. 

Dia juga mengatakan tidak habis pikir mendengar ada pakar-pakar kimia dan farmasi serta kesehatan yang menyampaikan adanya bahaya kesehatan seperti kanker, kemandulan, dan lain-lain, saat mengonsumsi air minum dalam kemasan galon kuat polikarbonat.  

 

 

3 dari 3 halaman

Isu BPA dan Persaingan Bisnis yang Terselubung

Apalagi, menurut Zainal, yang disentuh itu hanya terkait air galon kuat polikarbonat saja. Padahal, lanjutnya, kadar migrasi BPA yang paling besar itu ada pada kemasan lain seperti makanan kaleng.

“Makanya curiga, ini riil mau memperbaiki kesehatan atau persaingan bisnis?  Sebab, ada tanda-tanda yang nggak pas di situ. Kenapa BPA di kemasan lain dibiarkan dan terus bicarakan soal BPA yang ada di galon kuat polikarbonat saja,” ucap Zainal dengan penuh tanda tanya.  

Dia menjelaskan berdasarkan data bahwa bahan polikarbonat itu, jika pun terjadi fragmentasi atau penguraian karena terjadinya gesekan dan lain sebagainya, zat kimia yang dihasilkan itu sangat komplek dan bukan BPA.

”Benar ada fragmentasi, ada penguraian, tapi BPA itu tidak muncul di sana. BPA itu akan terjadi jika kemasan polikarbonat itu terurai pada temperatur 550 derajat celcius,” sambungnya.