Citizen6, Kokosan: Ada yang berbeda dalam malam tirakatan yang dilakukan oleh warga Desa Kokosan, Kecamatan Prambanan, Klaten. Warga berkumpul disebuah rumah kecil yang tertata dengan dekorasi `kontemporer`. Di sisi halaman yang sempit itu, terpajang sebuah layar putih yang tengah menayangkan rangkaian adegan laga dari adegan film perjuangan yang disewa dari persewaan DVDÂ bajakan.
Dengan beralasankan tikar dan jajanan makanan tradisional ala kadarnya warga yang hadir pada, Jumat 16 Agustus 2013 itu terlihat asyik menikmati tontonan yang disajikan. Jangan dibayangkan ada pop corn dan minuman bersoda, tetapi cukup kacang rebus, kue lapis, dan minuman teh jahe hangat yang menemani mereka. Maklumlah, hiburan yang bisa mereka nikmati sekarang hanya pesawat televisi. Itupun telah penuh sesak dengan tayangan sinetron yang semakin lama semakin membosankan. Mereka nyaris tak punya alternatif lain, karena sudah lebih dari 25 tahun, tak pernah ada lagi bioskop di wilayah Prambanan.
Karena itu, tayangan layar tancap dalam rangka memperingati HUT RI ke-68 ini merupakan salah satu alternatif hiburan bagi warga setempat. Sementara itu, untuk memeriahkan suasana panitia juga membagikan hadiah bagi anak-anak kampung yang siang harinya telah mengikuti lomba permainan dalam rangka perayaan HUT Kemerdekaan RI.
Menurut Andri Yanto, pemutaran film berlatar belakang sejarag ini merupakan upaya masyarakat untuk menggugah rasa nasionalisme warga, terutama bagi kalangan anak muda. Sebab, film layar lebar merupakan sarana yang efektif sebagai sarana kampanye tersebut. "Kami berharap, melalui pemutaran layar tancap ini, warga bukan hanya mampu memperoleh hiburan tetapi juga sekaligus mampu mengambil pesan dari film tersebut," ujar Andri.
Gagasan pemutaran layar tancap ini sangat sederhana. Bahkan segala operasional dan pemasangan sarana, dilakukan secara gotong royong antar warga. "Layarnya saja, kami pakai dari spanduk bekas dekorasi pengajian. Pendek kata nyaris tanpa biaya," ujar Andri. Pemutaran film ini dilakukan untuk menunggu detik-detik pergantian menuju pukul 00.00 Wib. Tepat Pukul 23.55 Wib, film selesai diputar dan dilanjutkan dengan renungan mengenang perjuangan para pahlawan. Ini nasionalisme ala warga desa. Sangat sederhana tapi penuh makna. (Sulistyawan/YSH)
Sulistyawan dengan alamat twitter @sulistjogja adalah pewarta berita
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com
Dengan beralasankan tikar dan jajanan makanan tradisional ala kadarnya warga yang hadir pada, Jumat 16 Agustus 2013 itu terlihat asyik menikmati tontonan yang disajikan. Jangan dibayangkan ada pop corn dan minuman bersoda, tetapi cukup kacang rebus, kue lapis, dan minuman teh jahe hangat yang menemani mereka. Maklumlah, hiburan yang bisa mereka nikmati sekarang hanya pesawat televisi. Itupun telah penuh sesak dengan tayangan sinetron yang semakin lama semakin membosankan. Mereka nyaris tak punya alternatif lain, karena sudah lebih dari 25 tahun, tak pernah ada lagi bioskop di wilayah Prambanan.
Karena itu, tayangan layar tancap dalam rangka memperingati HUT RI ke-68 ini merupakan salah satu alternatif hiburan bagi warga setempat. Sementara itu, untuk memeriahkan suasana panitia juga membagikan hadiah bagi anak-anak kampung yang siang harinya telah mengikuti lomba permainan dalam rangka perayaan HUT Kemerdekaan RI.
Menurut Andri Yanto, pemutaran film berlatar belakang sejarag ini merupakan upaya masyarakat untuk menggugah rasa nasionalisme warga, terutama bagi kalangan anak muda. Sebab, film layar lebar merupakan sarana yang efektif sebagai sarana kampanye tersebut. "Kami berharap, melalui pemutaran layar tancap ini, warga bukan hanya mampu memperoleh hiburan tetapi juga sekaligus mampu mengambil pesan dari film tersebut," ujar Andri.
Gagasan pemutaran layar tancap ini sangat sederhana. Bahkan segala operasional dan pemasangan sarana, dilakukan secara gotong royong antar warga. "Layarnya saja, kami pakai dari spanduk bekas dekorasi pengajian. Pendek kata nyaris tanpa biaya," ujar Andri. Pemutaran film ini dilakukan untuk menunggu detik-detik pergantian menuju pukul 00.00 Wib. Tepat Pukul 23.55 Wib, film selesai diputar dan dilanjutkan dengan renungan mengenang perjuangan para pahlawan. Ini nasionalisme ala warga desa. Sangat sederhana tapi penuh makna. (Sulistyawan/YSH)
Sulistyawan dengan alamat twitter @sulistjogja adalah pewarta berita
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com