Sukses

Kasus Pencemaran Laut Timor, Agenda APEC 2013

Kasus pencemaran minyak di Laut Timor hendaknya dijadikan sebagai salah satu isu internasional dalam agenda APEC 2013 di Bali.

Citizen6, Kupang: Kasus pencemaran minyak di Laut Timor hendaknya dijadikan sebagai salah satu isu internasional dalam agenda APEC 2013 di Bali pada Oktober mendatang, karena berkaitan erat dengan masalah lingkungan hidup dan perubahan iklim global.

"Kami harapkan dukungan dunia internasional, khususnya Presiden AS Barrack Obama untuk mengangkat masalah pencemaran Laut Timor sebagai salah satu isu internasional dalam sidang APEC 2013 di Denpasar, Bali pada Oktober mendatang," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni di Kupang, Rabu (21/8/2013).

Harapan Tanoni yang juga pemerhati masalah Laut Timor itu disampaikan kepada para wartawan di Kupang, sehubungan dengan peringatan 4 tahun tragedi meledaknya kilang minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor pada 21 Agustus 2009, yang mengakibatkan 90 persen wilayah perairan yang kaya minyak dan biota laut itu tercemar.

Petaka tumpahan minyak mentah dari kilang Montara yang kemudian dikenal sebutan "Montara Timor Sea Oil Spill Disaster" itu disertai pula dengan zat timah hitam bercampur bubuk kimia dispersant jenis Corexit 9500 dan 9572 yang sangat beracun untuk menenggelamkan tumpahan minyak ke dasar Laut Timor.

"Tragedi itu sudah berlangsung 4 tahun, namun tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Indonesia, Australia, dan perusahaan pencemar PTTEP Australasia selaku operator dan pemilik ladang minyak dan gas Montara Sea Drill Norway Pty Ltd terhadap persoalan kemanusiaan yang di alami masyarakat pesisir di Nusa Tenggara Timur," ujar Tanoni.

Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membentuk Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut dan Tim Advokasi Pencemaran Laut Timor guna menyelesaikan petakan tumpahan minyak tersebut, namun gagal total sehingga petaka kemanusiaan dan lingkungan terbesar di abad ini jadi terabaikan.

Berdasarkan hasil penyelidikan Komisi Penyelidik Tumpahan Minyak Montara bentukan Pemerintah Federal Australia dengan tegas menyatakan tumpahan minyak Montara telah mencemari sedikitnya 90.000 Km2 wilayah perairan Laut Timor. Sementara, pendapat para ahli dan ilmuwan independen menyatakan sekitar 90 persen dari luas wilayah yang tercemar tersebut berada di wilayah perairan Indonesia.

Menurut para ilmuwan independen, petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor pada 2009 sama besarnya dengan petaka tumpahan minyak di Teluk Mexico atau bahkan jauh lebih besar, namun ditutupi oleh Pemerintah Australia yang bekerja sama dengan PTTEP Australasia serta Sea Drill Norway Pty Ltd.

Dampak pencemaran

Berdasarkan hasil uji kesehatan yang dilakukan tim medis dari YPTB memaparkan, dalam 1 terakhir ini telah muncul penyakit aneh yang menimpa masyarakat pesisir Nusa Tenggara Timur bahkan sampai ada yang meninggal dunia. Diduga kuat, penyakit aneh tersebut muncul sebagai akibat dampak dari pencemaran sehingga dikhawatirkan menjadi sebuah ancaman serius kesehatan bagi sekitar 2.000.000 jiwa masyarakat NTT yang mengonsumsi ikan dan biota laut lainnya dari Laut Timor yang sudah terkontaminasi dengan minyak mentah, zat timah hitam, dan bubuk kimia sangat beracun dispersant jenis Corexit 9500 yang telah dilarang penggunaannya di berbagai negara Eropa termasuk Amerika Serikat.

Saat in ratusan ribu masyarakat NTT berdomisili di sepanjang garis pantai selatan dan utara Pulau Timor, Rote Ndao, Sabu Raijua, Alor, Sumba dan Flores serta Lembata, tak lagi bisa membudidayakan rumput laut yang dilukiskan sebagai "emas hijau" karena wilayah perairan budidaya mereka sudah terkontaminasi dengan minyak mentah, zat timah hitam dan bubuk kimia dispersant yang bersumber dari ladang minyak Montara.

Hasil tangkapan nelayan dan petani rumput laut juga dilaporkan turun drastis sampai ke titik 85 persen yang mengakibatkan banyak anak nelayan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena ekonomi keluarga tidak mendukung, serta rusaknya terumbu karang sampai seluas sekitar 65.000 hektare.

Bercermin dari kasus Exxon Valdez Oil Spill 1989 di Laut Alaska, Amerika Serikat, yang sudah berlangsung 24 tahun, kata Tanoni, tapi belum mampu pula memulihkan keadaan lingkungan perairan di sana. Demikian pun halnya dengan kasus tumpahan minyak mentah di Teluk Mexico 2010 akibat dari meledaknya sumur minyak Deep Horizon yang sangat mengerikan itu.

Petisi YPTB

Tanoni mengatakan yang paling mengerikan adalah munculnya berbagai macam jenis penyakit, di antaranya mulai dari pusing-pusing, sakit kepala, muntah-muntah, mual, gatal-gatal, lemah syaraf, sesak napas, kanker, pendarahan dan lain sebagainya sehingga korban meninggal dunia yang dialami masyarakat pesisir Alaska dan di Teluk Mexico.

"Situasi buruk semacam in sudah mulai dirasakan oleh masyarakat kita di pesisir selatan dan utara NTT sebagai dampak dari pencemaran minyak di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 yang kini telah memasuki tahun ke-4," kata mantan agen imigrasi Kedubes Australia itu.

Atas dasar itu, YPTB atas nama rakyat Timor Barat mengeluar sebuah petisi dan tuntutan terhadap proses penyelesaian petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor kepada Pemerintah Indonesia dan Australia untuk segera mengambil langkah-langkah pertanggung jawaban.

Petisi tersebut antara lain mendesak Pemerintah Indonesia dan Australia untuk menjadikan kasus petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor tersebut sebagai sebuah "legal precedent" atau rujukan hukum serta menolak segala bentuk penyelesaiannya berdasarkan pada kesepakatan-kesepakatan bilateral.

Mendesak Pemerintah Indonesia untuk menghentikan langkah dan upaya Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut dan Tim Advokasinya yang telah kehilangan kepercayaan dan mempermalukan serta merendahkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia di mata dunia dalam menyelesaikan kasus petaka tumpahan minyak Montara.

Menegaskan kepada Pemerintah Indonesia bahwa penyelesaian petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor ini sesungguhnya tidak perlu mengalami kegagalan, setelah Pemerintah Federal Australia secara resmi mengumumkan Hasil dan Rekomendasi Komisi Penyelidik Montara pada 24 November 2010.

"Jakarta dan Canberra harus mengakui, satu-satunya lembaga yang bisa menyelesaikan kasus tersebut adalah YPTB yang telah memiliki legitimasi hukum dari Australia serta mendapat kepercayaan dari masyarakat serta pemerintah di berbagai daerah di NTT," ujar penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta.

Tanoni mengatakan Pemerintah Federal Australia perlu segera memerintahkan perusahaan pencemar Laut Timor PTTEP Australasia untuk membuka kembali perundingan dengan YPTB yang telah disepakati bersama pada Oktober 2012 serta menutup izin operasi perusahaan minyak tersebut di Laut Timor sampai kasus Montara terselesaikan.

"Kami meminta dukungan masyarakat internasional, terutama Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang akan menghadiri sidang APEC 2013 di Bali pada Oktober mendatang agar dapat memasukkan kasus petaka tumpahan minyak Montara di Laut Timor sebagai isu internasional, karena berkaitan dengan lingkungan global dan perubahan iklim dunia," demikian Ferdi Tanoni. (Leo/Mar)

Leo adalah pewarta warga yang bisa dihubungi lewat email: carewesttimor@gmail.com,  Facebook: www.facebook.com/public/Peduli-Timor-Barat dan Twitter : https://twitter.com/WestTimor

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com