Citizen6, Bangli: Bali merupakan daerah tujuan wisata, bagitu juga dengan Kecamatan Kintamani dengan objek wisata Gunung baturnya. Namun tidak semua tempat di Bali menjadi persinggahan para wisatawan, seperti halnya Desa Subaya. Walaupun Desa Subaya terletak di Kecamatan Kintamani, di sini kita tidak akan menjumpai pemandangan Gunung Batur karena letaknya yang berada di sebelah utara dari gunung tersebut. Namun sebaliknya, kita akan menjumpai pemandangan Kota Tejakula, Kabupaten Buleleng dan juga pemandangan laut Tejakula dari ketinggian + 700 m dpl.
Desa Subaya merupakan bagian dari 48 desa yang ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang secara geografis terletak di areal perbukitan, dikelilingi tanah hutan lindung air yang kondisinya saat ini sebagian tanah hutan perbukitan masih hijau, dan di dalamnya terdapat 3 buah air terjun.
Di antaranya Air terjun Palisan, Air terjun Linjong, dan Air terjun Subaya-Kutuh, yang lokasinya berada di barat daya Desa Subaya di tengah-tengah hutan dan aliran airnya mengalir ke Desa Les dan Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Keadaan iklim Desa Subaya seperti desa yang lain adalah beriklim tropis suhu berkisar rata-rata 23-26 derajat celsius.
Desa Subaya memiliki 8 subak yang seluruhnya adalah Subak Abian, yaitu subak pada areal perkebunan. Adapun ke-8 subak tersebut yaitu : Subak Abian Yeh Pengalapan, Subak Abian Yeh Buanga Bulakan, Subak Abian Munduk Tupada, Subak Abian Yeh Poh, Subak Abian Yeh Pukaya, Subak Abian Yeh Megadeg, Subak Abian Yeh Tangga, dan Subak Abian Yeh Cempaga.
Perekonomian masyarakat Desa Subaya masih bercorak agraris yang menitik beratkan pada sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan lahan pertanian masih mempunyai porsi yang terbesar sebanyak 45.6% dari total pengunaan lahan desa. Juga 70% mata pencaharian penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Pada sektor ini komoditi yang menonjol sebagai hasil andalan adalah perkebunan dan palawija. Beberapa sektor ekonomi yang tergolong economic base dan menonjol di samping sektor pertanian adalah sektor perternakan.
Potensi Wisata Desa Subaya
Desa Subaya juga memiliki beberapa potensi wisata, di antaranya adalah wisata air terjun Subaya-Kutuh, potensi wisata sosial budaya masyarakat, wisata perkebunan palawija, umbi-umbian, dan perkebunan cengkeh. Di Desa Subaya juga terdapat beberapa pura, yaitu Pura Puseh, Pura Bale Agung, Pura Dalem, Pura Pengubengan, Pura Pemujaan, Pura Pengalapan, Pura Batukepeh, Pura Dalem Kauh (Pura Ratu Pingit), Dalem Mrajapahit, Pura Bangsing dan Pura Mendaha, yang semuanya berjumlah 11. Di samping itu ada juga 3 pura berstatus Kahyangan Desa dan 8 pura berstatus Dangkahyangan Desa (Pura Dangka).
Di Desa Subaya terdapat pula pura yang memiliki daya tarik yang sangat unik dan sejarah yang menarik, yaitu Pura Ratu Pungit. Pura tersebut memiliki beberapa mitos-mitos tentang kasiat. Jika bersembahyang di pura tersebut dapat menyembuhkan segala penyakit. Selain itu terdapat arca dan prasasti peninggalan nenek moyang masyarakat Desa Subaya yang dianggap suci bagi masyarakat sekitar.
Dapat dijumpai pula Prasasti Subaya yang memiliki 9 lembar prasasti, dan merupakan peninggalan sejarah Desa Subaya yang masih disimpan utuh di Pura Ratu Pungit pada sebuah Goa Indrakula. Karena dianggap sebagai benda suci dan sakral, jadi tidak semua orang bisa melihat prasasti tersebut dan hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat prasasti tersebut. Selain itu di Desa Subaya juga terdapat Arca peninggalan nenek moyang masyarakat yang saat ini status umurnya masih belum diketahui dan masih diteliti oleh Dinas Purbakala Provinsi Bali.
Bagi para wistawan yang berkunjung ke sana, arca tersebut memiliki sejarah yang menarik. Di sana digambarkan bagaimana Desa Subaya terbentuk.
Â
Daya tarik wisata lain yang terdapat di Desa Subaya adalah tradisi masyarakat setempat, yakni Upacara Sambah Ayunan. Yaitu upacara yang dilaksanakan satu tahun sekali, dimana menurut perhitungan sasih umumnya jatuh pada bulan Januari. Upacara ini merupakan upacara Piodalan Ida Betara Pengubengan yang mana menurut tradisi setempat dibuat suatu ayunan besar dengan tinggi kurang lebih 14 meter, yang pada bagian atas ayunan tersebut diletakan bermacam Banten atau Sesaji sebagai simbol permohonan kepada Tuhan.
Selain itu terdapat tradisi Nyepi yang terbagi ke dalam nyepi adat dan nyepi pemeritah. Nyepi adat dilaksanakan sebanyak 3 kali, yaitu Nyepi adat pertama yaitu Mesegeh Wali. Tradisi ini dilaksanakan pada Tilem ke Wolu (delapan) pada bulan februari, yang mana hampir sama dengan tradisi Nyepi pada umumnya. Namun sehari sebelum Nyepi Mesegeh Wali dilakukan pemotongan sapi dipertigaan jalan di Desa Subaya.Â
Nyepi adat kedua yakni Nyepi Posa. Merupakan tradisi Nyepi yang dilaksanakan selama 15 hari pada bulan maret, yang mana pada lima hari pertama dilaksanakan sembahyang kepada Ida Betara di Pura desa. Kemudian pada lima hari kedua dilaksanakan Tajen (sabung ayam) oleh masyarakat adat Desa Subaya, dan lima hari terakhir dilaksanakan perang api antara desa bagian atas dan desa bagian bawah, yang dilaksanakan di Pura Desa. Setelah rangkaian Nyepi Posa selesai, dilaksanakan Nyepi umat Hindu pada umunya. Tetapi di Desa Subaya Nyepi dilakukan selama 17 jam, dimulai dari pukul 00.00 WITA sampai dengan pukul 17.00 WITA.
Setelah itu Nyepi adat ketiga yaitu tradisi Nyepi yang dilaksanakan selama 24 jam. Dalam tradisi ini masyarakat Desa Subaya dilarang menyalakan api disekitar pemukiman dan dilarang membawa tamu ke dalam lingkungan pekarangan rumah.
Selanjutnya tradisi Tabur Rah. Tradisi ini merupakan tradisi yang dilaksanakan pada saat hari raya Kuningan setelah melakukan persembahyangan di pura. Dalam tradisi Tabur Rah tersebut diadakan kegiatan Sabung Ayam (Tajen), yang memiliki tata cara dan peraturan yang dibuat oleh adat. Biasanya dalam kegiatan Tajen, ayam yang kalah dapat dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi lain halnya dengan tradisi ini, ayam yang kalah tidak boleh dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi dihaturkan ke Pura, dipotong dan dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat.
Tradisi yang terakhir, yakni tradisi pembayaran klaci/perbuan. Tradisi klaci ini dilakukan secara turun temurun, yang mana merupakan tradisi setiap masyarakat adat Subaya yang melakukan perkawinan. Baik itu mengambil pasangan dari sesama orang Desa Subaya maupun dengan orang di luar wilayah Desa Subaya. Dalam tradisi ini harus dibayarkan upeti berupa babi sebanyak 40 kg, 10 butir Kelapa, beras sebanyak 10 Kg, dan bumbu-bumbuan sebanyak 1 timbang yaitu 10,5 Kg. Selain itu upeti ini diberlakukan juga pada perkawinan pasangan orang dari luar Desa Subaya yang melewati wilayah Desa Subaya untuk menuju ke tempat pelaksanaan perkawinan.
Sedangkan potensi wisata alamnya yakni Air Terjun Kutuh. Air terjun ini merupakan air terjun yang terletak di perbatasan antara Desa Subaya dengan Desa Kutuh. Air terjun ini berjarak sekitar ±15 Km dari Desa Subaya dan bisa ditempuh dengan cara berjalan kaki sambil melihat-lihat pemandangan perkebunan dan pemandangan hutan yang masih alami di Desa Subaya. Akses menuju air terjun ini melewati jalan perbukitan dan pegunungan serta semak belukar. Ciri khas dari air terjun ini adalah mempunyai tinggi 40 meter dan kondisinya masih sangat alami, karena lokasinya yang berada di tengah hutan.
Di Desa Subaya juga terdapat Bukit Menda yang merupakan bukit yang berlokasi di sebelah barat Desa Subaya dan berjarak 1 km dari pusat desa. Panoramanya berupa pemandangan alam yang sangat indah. Akses yang dapat dilalui dengan cara menggunakan kendaraan roda dua sampai dengan areal pekarangan Pura, selanjutnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki 200 m untuk sampai ke lokasi, dengan melewati jalan bebatuan dan jalan setapak.Â
Desa Subaya juga memiliki areal perhutanan yang merupakan hamparan areal perhutanan dan terletak di sekeliling areal Desa Subaya. Akses yang dapat dilalui untuk melihat areal perhutanan berjarak 500 meter dari pusat desa yang memberikan pemandangan alam yang hijau dan masih alami. Areal perhutanan ini berdampingan dengan areal pertanian masyarakat Desa Subaya.
Desa Subaya juga memiliki berbagai macam vegetasi. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tanaman pertanian oleh masyarakat. Secara umum vegetasi terletak dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat menyebar. Terletak pada dataran tinggi. Dalam menunjang kegiatan ekowisata di Desa Subaya, lahan pertanian yang dapat dijadikan kegiatan ekowisata berada di 2 km sebelah selatan pusat desa. Jenis-jenis flora yang terdapat pada lahan pertanian tersebut adalah kopi, coklat/Kakao, pisang, nangka, alpokat, dan jeruk. (Pande Megy/Mar)
Pande Megy adalah pewarta warga.
Desa Subaya merupakan bagian dari 48 desa yang ada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, yang secara geografis terletak di areal perbukitan, dikelilingi tanah hutan lindung air yang kondisinya saat ini sebagian tanah hutan perbukitan masih hijau, dan di dalamnya terdapat 3 buah air terjun.
Di antaranya Air terjun Palisan, Air terjun Linjong, dan Air terjun Subaya-Kutuh, yang lokasinya berada di barat daya Desa Subaya di tengah-tengah hutan dan aliran airnya mengalir ke Desa Les dan Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Keadaan iklim Desa Subaya seperti desa yang lain adalah beriklim tropis suhu berkisar rata-rata 23-26 derajat celsius.
Desa Subaya memiliki 8 subak yang seluruhnya adalah Subak Abian, yaitu subak pada areal perkebunan. Adapun ke-8 subak tersebut yaitu : Subak Abian Yeh Pengalapan, Subak Abian Yeh Buanga Bulakan, Subak Abian Munduk Tupada, Subak Abian Yeh Poh, Subak Abian Yeh Pukaya, Subak Abian Yeh Megadeg, Subak Abian Yeh Tangga, dan Subak Abian Yeh Cempaga.
Perekonomian masyarakat Desa Subaya masih bercorak agraris yang menitik beratkan pada sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan lahan pertanian masih mempunyai porsi yang terbesar sebanyak 45.6% dari total pengunaan lahan desa. Juga 70% mata pencaharian penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Pada sektor ini komoditi yang menonjol sebagai hasil andalan adalah perkebunan dan palawija. Beberapa sektor ekonomi yang tergolong economic base dan menonjol di samping sektor pertanian adalah sektor perternakan.
Potensi Wisata Desa Subaya
Desa Subaya juga memiliki beberapa potensi wisata, di antaranya adalah wisata air terjun Subaya-Kutuh, potensi wisata sosial budaya masyarakat, wisata perkebunan palawija, umbi-umbian, dan perkebunan cengkeh. Di Desa Subaya juga terdapat beberapa pura, yaitu Pura Puseh, Pura Bale Agung, Pura Dalem, Pura Pengubengan, Pura Pemujaan, Pura Pengalapan, Pura Batukepeh, Pura Dalem Kauh (Pura Ratu Pingit), Dalem Mrajapahit, Pura Bangsing dan Pura Mendaha, yang semuanya berjumlah 11. Di samping itu ada juga 3 pura berstatus Kahyangan Desa dan 8 pura berstatus Dangkahyangan Desa (Pura Dangka).
Di Desa Subaya terdapat pula pura yang memiliki daya tarik yang sangat unik dan sejarah yang menarik, yaitu Pura Ratu Pungit. Pura tersebut memiliki beberapa mitos-mitos tentang kasiat. Jika bersembahyang di pura tersebut dapat menyembuhkan segala penyakit. Selain itu terdapat arca dan prasasti peninggalan nenek moyang masyarakat Desa Subaya yang dianggap suci bagi masyarakat sekitar.
Dapat dijumpai pula Prasasti Subaya yang memiliki 9 lembar prasasti, dan merupakan peninggalan sejarah Desa Subaya yang masih disimpan utuh di Pura Ratu Pungit pada sebuah Goa Indrakula. Karena dianggap sebagai benda suci dan sakral, jadi tidak semua orang bisa melihat prasasti tersebut dan hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat prasasti tersebut. Selain itu di Desa Subaya juga terdapat Arca peninggalan nenek moyang masyarakat yang saat ini status umurnya masih belum diketahui dan masih diteliti oleh Dinas Purbakala Provinsi Bali.
Bagi para wistawan yang berkunjung ke sana, arca tersebut memiliki sejarah yang menarik. Di sana digambarkan bagaimana Desa Subaya terbentuk.
Â
Daya tarik wisata lain yang terdapat di Desa Subaya adalah tradisi masyarakat setempat, yakni Upacara Sambah Ayunan. Yaitu upacara yang dilaksanakan satu tahun sekali, dimana menurut perhitungan sasih umumnya jatuh pada bulan Januari. Upacara ini merupakan upacara Piodalan Ida Betara Pengubengan yang mana menurut tradisi setempat dibuat suatu ayunan besar dengan tinggi kurang lebih 14 meter, yang pada bagian atas ayunan tersebut diletakan bermacam Banten atau Sesaji sebagai simbol permohonan kepada Tuhan.
Selain itu terdapat tradisi Nyepi yang terbagi ke dalam nyepi adat dan nyepi pemeritah. Nyepi adat dilaksanakan sebanyak 3 kali, yaitu Nyepi adat pertama yaitu Mesegeh Wali. Tradisi ini dilaksanakan pada Tilem ke Wolu (delapan) pada bulan februari, yang mana hampir sama dengan tradisi Nyepi pada umumnya. Namun sehari sebelum Nyepi Mesegeh Wali dilakukan pemotongan sapi dipertigaan jalan di Desa Subaya.Â
Nyepi adat kedua yakni Nyepi Posa. Merupakan tradisi Nyepi yang dilaksanakan selama 15 hari pada bulan maret, yang mana pada lima hari pertama dilaksanakan sembahyang kepada Ida Betara di Pura desa. Kemudian pada lima hari kedua dilaksanakan Tajen (sabung ayam) oleh masyarakat adat Desa Subaya, dan lima hari terakhir dilaksanakan perang api antara desa bagian atas dan desa bagian bawah, yang dilaksanakan di Pura Desa. Setelah rangkaian Nyepi Posa selesai, dilaksanakan Nyepi umat Hindu pada umunya. Tetapi di Desa Subaya Nyepi dilakukan selama 17 jam, dimulai dari pukul 00.00 WITA sampai dengan pukul 17.00 WITA.
Setelah itu Nyepi adat ketiga yaitu tradisi Nyepi yang dilaksanakan selama 24 jam. Dalam tradisi ini masyarakat Desa Subaya dilarang menyalakan api disekitar pemukiman dan dilarang membawa tamu ke dalam lingkungan pekarangan rumah.
Selanjutnya tradisi Tabur Rah. Tradisi ini merupakan tradisi yang dilaksanakan pada saat hari raya Kuningan setelah melakukan persembahyangan di pura. Dalam tradisi Tabur Rah tersebut diadakan kegiatan Sabung Ayam (Tajen), yang memiliki tata cara dan peraturan yang dibuat oleh adat. Biasanya dalam kegiatan Tajen, ayam yang kalah dapat dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi lain halnya dengan tradisi ini, ayam yang kalah tidak boleh dibawa pulang oleh pihak yang menang, tetapi dihaturkan ke Pura, dipotong dan dibagi-bagikan kepada masyarakat setempat.
Tradisi yang terakhir, yakni tradisi pembayaran klaci/perbuan. Tradisi klaci ini dilakukan secara turun temurun, yang mana merupakan tradisi setiap masyarakat adat Subaya yang melakukan perkawinan. Baik itu mengambil pasangan dari sesama orang Desa Subaya maupun dengan orang di luar wilayah Desa Subaya. Dalam tradisi ini harus dibayarkan upeti berupa babi sebanyak 40 kg, 10 butir Kelapa, beras sebanyak 10 Kg, dan bumbu-bumbuan sebanyak 1 timbang yaitu 10,5 Kg. Selain itu upeti ini diberlakukan juga pada perkawinan pasangan orang dari luar Desa Subaya yang melewati wilayah Desa Subaya untuk menuju ke tempat pelaksanaan perkawinan.
Sedangkan potensi wisata alamnya yakni Air Terjun Kutuh. Air terjun ini merupakan air terjun yang terletak di perbatasan antara Desa Subaya dengan Desa Kutuh. Air terjun ini berjarak sekitar ±15 Km dari Desa Subaya dan bisa ditempuh dengan cara berjalan kaki sambil melihat-lihat pemandangan perkebunan dan pemandangan hutan yang masih alami di Desa Subaya. Akses menuju air terjun ini melewati jalan perbukitan dan pegunungan serta semak belukar. Ciri khas dari air terjun ini adalah mempunyai tinggi 40 meter dan kondisinya masih sangat alami, karena lokasinya yang berada di tengah hutan.
Di Desa Subaya juga terdapat Bukit Menda yang merupakan bukit yang berlokasi di sebelah barat Desa Subaya dan berjarak 1 km dari pusat desa. Panoramanya berupa pemandangan alam yang sangat indah. Akses yang dapat dilalui dengan cara menggunakan kendaraan roda dua sampai dengan areal pekarangan Pura, selanjutnya dapat ditempuh dengan berjalan kaki 200 m untuk sampai ke lokasi, dengan melewati jalan bebatuan dan jalan setapak.Â
Desa Subaya juga memiliki areal perhutanan yang merupakan hamparan areal perhutanan dan terletak di sekeliling areal Desa Subaya. Akses yang dapat dilalui untuk melihat areal perhutanan berjarak 500 meter dari pusat desa yang memberikan pemandangan alam yang hijau dan masih alami. Areal perhutanan ini berdampingan dengan areal pertanian masyarakat Desa Subaya.
Desa Subaya juga memiliki berbagai macam vegetasi. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tanaman pertanian oleh masyarakat. Secara umum vegetasi terletak dari satu tempat ke tempat lain dan bersifat menyebar. Terletak pada dataran tinggi. Dalam menunjang kegiatan ekowisata di Desa Subaya, lahan pertanian yang dapat dijadikan kegiatan ekowisata berada di 2 km sebelah selatan pusat desa. Jenis-jenis flora yang terdapat pada lahan pertanian tersebut adalah kopi, coklat/Kakao, pisang, nangka, alpokat, dan jeruk. (Pande Megy/Mar)
Pande Megy adalah pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com
Â