Citizen6, Yogyakarta: Permasalahan pendidikan di Indonesia sangatlah beragam mulai dari rusaknya gedung-gedung sekolah, mahalnya biaya pendidikan mendorong banyak anak putus sekolah, kurangnya guru-guru yang mengajar di sekolah pelosok, kurangnya sarana dan prasarana sekolah dan lainnya. Begitu pula buku-buku yang diperlukan.
Buku sering dikatakan sebagai sumber ilmu. Namun pada kenyataannya banyak sekolah di pelosok yang memiliki buku terbatas. Selain buku yang terbatas, keadaan sekolah yang rusak ditambah jumlah guru yang tidak memadai. Upaya pemerintah pun belum sepenuhnya menyentuh berbagai sekolah terutama Sekolah Dasar di pelosok.
Itulah sebabnya kemudian banyak terbentuk komunitas yang fokus untuk mengumpulkan dan menyebarkan buku-buku di sekolah-sekolah pelosok. Salah satunya adalah Komunitas Book for Mountain (BFM). Sebuah komunitas sosial yang berupaya mendekatkan anak-anak dengan buku.
Ada berbagai kegiatan yang dilakukan komunitas ini. Kegiatan utama komunitas yang mempunyai akun twitter @Komunitas_BFM ini adalah membangun perpustakaan khususnya untuk Sekolah Dasar (SD). Hingga tiga tahun berdiri sudah membangun 19 perpustakaan di berbagai pelosok di Indonesia. Mulai dari desa Bebidas di Rinjani Lombok Timur, Keningar, Bromo, Bone, Pulau Sebesi, Semeru, Asahan, Belu, Bintuni Papua, Lebak Banten. Dan project pembangunan perpustakaan ke-19 yang dilakukan baru-baru ini tepatnya pada 5-16 September 2013 lalu di SD Negeri 4 Batukandik, Nusa Penida, Bali.
Selama sekitar 10 hari tersebut Komunitas BFM berupaya mendekatkan anak-anak SDN 4 Batukandik dengan buku dan ilmu. Mengajak mereka mencintai buku dan mengajak anak-anak tersebut untuk membangun perpustakaan mereka. Komunitas ini tidak hanya sekedar mengumpulkan buku kemudian mendistribusikan ke sekolah namun juga membantu pengaturan bukunya. Anak-anak diajak untuk disiplin mengembalikan buku setelah dibaca, disiplin mengembalikan buku sesuai tempat, anak-anak juga diajak untuk mencintai perpustakaan mereka.
Dalam project pembangunan perpustakaan tersebut anak-anak diajak membaca buku kemudian diminta menceritakan kembali isi buku. Ada juga kegiatan mendongeng, dan kegiatan lain yang membuat anak keranjingan membaca. Selain membangun perpustakaan, komunitas ini juga memiliki kegiatan lainnya yaitu voluntourism, Sekolah Berjalan dan Sekolah Kreatif.
Voluntourism ditujukan untuk para traveller atau bagi siapa saja yang menyukai jalan-jalan sekaligus menjadi volunteer kegiatan sosial. Lokasi yang digunakan biasa lokasi yang sebelumnya pernah digunakan sebagai lokasi pembangunan perpustakaan maupun kegiatan lainnya. Misalnya di Bromo dan Sebesi, Krakatau. Jadi kegiatan ini terbuka bagi siapa saja baik mahasiswa, pelajar maupun pekerja. Ada kegiatan wisata sekaligus kegiatan sosial dengan mengajar anak-anak. Para peserta juga menginap di rumah warga sehingga bisa sekaligus mempelajari kearifan lokal penduduk lokal.
Bagaimana dengan Sekolah Berjalan? Sekolah Berjalan dilakukan di area Yogyakarta. Meskipun bernama sekolah namun tidak seperti kebanyakan sekolah di kelas-kelas atau dalam ruangan. Namun kegiatan ini mengajak anak-anak belajar sambil bermain di luar ruangan. Mengajak mereka memahami ilmu pengetahuan dengan permainan. Misalnya mengetahui bagaimana kinerja roket menggunakan balon.
Selain itu dalam Sekolah Berjalan tersebut, anak-anak juga diajak mencintai membaca. Biasanya ada sesi membacakan buku maupun dongeng. Dongeng sangat efektif mengajak anak-anak tertarik untuk membaca. Sementara itu pada Sekolah Kreatif, anak-anak dikenalkan dengan kesenian dari Indonesia. Misalnya diajak belajar Tari Saman. Sehingga anak-anak tidak hanya mengenal Gangnam Style atau K-Pop saja yang lebih banyak dibahas di media massa. (Dian Kp/Arn)
*Dian Kp adalah pewarta warga yang dapat dihubungi melalui Twitter @diankp
Buku sering dikatakan sebagai sumber ilmu. Namun pada kenyataannya banyak sekolah di pelosok yang memiliki buku terbatas. Selain buku yang terbatas, keadaan sekolah yang rusak ditambah jumlah guru yang tidak memadai. Upaya pemerintah pun belum sepenuhnya menyentuh berbagai sekolah terutama Sekolah Dasar di pelosok.
Itulah sebabnya kemudian banyak terbentuk komunitas yang fokus untuk mengumpulkan dan menyebarkan buku-buku di sekolah-sekolah pelosok. Salah satunya adalah Komunitas Book for Mountain (BFM). Sebuah komunitas sosial yang berupaya mendekatkan anak-anak dengan buku.
Ada berbagai kegiatan yang dilakukan komunitas ini. Kegiatan utama komunitas yang mempunyai akun twitter @Komunitas_BFM ini adalah membangun perpustakaan khususnya untuk Sekolah Dasar (SD). Hingga tiga tahun berdiri sudah membangun 19 perpustakaan di berbagai pelosok di Indonesia. Mulai dari desa Bebidas di Rinjani Lombok Timur, Keningar, Bromo, Bone, Pulau Sebesi, Semeru, Asahan, Belu, Bintuni Papua, Lebak Banten. Dan project pembangunan perpustakaan ke-19 yang dilakukan baru-baru ini tepatnya pada 5-16 September 2013 lalu di SD Negeri 4 Batukandik, Nusa Penida, Bali.
Selama sekitar 10 hari tersebut Komunitas BFM berupaya mendekatkan anak-anak SDN 4 Batukandik dengan buku dan ilmu. Mengajak mereka mencintai buku dan mengajak anak-anak tersebut untuk membangun perpustakaan mereka. Komunitas ini tidak hanya sekedar mengumpulkan buku kemudian mendistribusikan ke sekolah namun juga membantu pengaturan bukunya. Anak-anak diajak untuk disiplin mengembalikan buku setelah dibaca, disiplin mengembalikan buku sesuai tempat, anak-anak juga diajak untuk mencintai perpustakaan mereka.
Dalam project pembangunan perpustakaan tersebut anak-anak diajak membaca buku kemudian diminta menceritakan kembali isi buku. Ada juga kegiatan mendongeng, dan kegiatan lain yang membuat anak keranjingan membaca. Selain membangun perpustakaan, komunitas ini juga memiliki kegiatan lainnya yaitu voluntourism, Sekolah Berjalan dan Sekolah Kreatif.
Voluntourism ditujukan untuk para traveller atau bagi siapa saja yang menyukai jalan-jalan sekaligus menjadi volunteer kegiatan sosial. Lokasi yang digunakan biasa lokasi yang sebelumnya pernah digunakan sebagai lokasi pembangunan perpustakaan maupun kegiatan lainnya. Misalnya di Bromo dan Sebesi, Krakatau. Jadi kegiatan ini terbuka bagi siapa saja baik mahasiswa, pelajar maupun pekerja. Ada kegiatan wisata sekaligus kegiatan sosial dengan mengajar anak-anak. Para peserta juga menginap di rumah warga sehingga bisa sekaligus mempelajari kearifan lokal penduduk lokal.
Bagaimana dengan Sekolah Berjalan? Sekolah Berjalan dilakukan di area Yogyakarta. Meskipun bernama sekolah namun tidak seperti kebanyakan sekolah di kelas-kelas atau dalam ruangan. Namun kegiatan ini mengajak anak-anak belajar sambil bermain di luar ruangan. Mengajak mereka memahami ilmu pengetahuan dengan permainan. Misalnya mengetahui bagaimana kinerja roket menggunakan balon.
Selain itu dalam Sekolah Berjalan tersebut, anak-anak juga diajak mencintai membaca. Biasanya ada sesi membacakan buku maupun dongeng. Dongeng sangat efektif mengajak anak-anak tertarik untuk membaca. Sementara itu pada Sekolah Kreatif, anak-anak dikenalkan dengan kesenian dari Indonesia. Misalnya diajak belajar Tari Saman. Sehingga anak-anak tidak hanya mengenal Gangnam Style atau K-Pop saja yang lebih banyak dibahas di media massa. (Dian Kp/Arn)
*Dian Kp adalah pewarta warga yang dapat dihubungi melalui Twitter @diankp
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Mulai 10-20 September ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Komunitasku Keren!". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.