Citizen6, Garut: Akibat tidak ada hujan yang turun, puluhan hektar lahan di Kabupaten Garut, Jawa Barat yang di tanamai tomat mulai kering. Petani mulai mengeluh karena tidak adanya sumber air sejak 3 bulan terakhir. Akibatnya bentuk buah tomat yang dihasilkannya pun hanya sebesar kelereng dan ada pula yang membusuk.
Salah satu petani tomat, Adi (30) warga Desa Jaya Raga, Kecamatan Tarogong Kidul, kabupaten Garut yang menyewa lahan seluas 1 hektare di Jalan Raya Ciateul, Kecamatan Tarugong Kaler, Kabupaten Garut, saat ditemui pada Jumat ( 27/9/2013) mengaku rugi Rp 30 juta. Hal ini disebabkan minimnya hasil tomat yang dipanen akibat kekeringan serta dibarengi serangan hama. Selain itu juga karena harga obat-obatan untuk sayuran yang harganya terlalu mahal.
Sedangkan di tingkat petani pengepul atau bandar, tomat hanya dihargai Rp 1000 per kilo gramnya. Padahal dulu tomat pernah bisa mencapai harga jual Rp 7.000 per kilonya untuk tomat yang besar. Tomat yang sebesar kelereng tidak laku di jual.
Karen itu Adi tak punya pilihan lain kecuali membiarkan tanaman tomatnya membusuk dan mengering di sawahnya karen tidak akan laku dijual. Melihat kondisi ini, Adi hanya bisa pasrah dan menghitung kerugian yang harus di tanggung sendiri. Untuk mensiasati harga tomat yang minim, Adi memilih sayuran borkol dan bonteng.
"Hingga saat ini Pemda Kabupaten Garut belum pernah datang ke tempat sawah kami untuk memberian penyuluhan, " aku Andi. (Kus/Mar)
Engkus Kuswara adalah pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Salah satu petani tomat, Adi (30) warga Desa Jaya Raga, Kecamatan Tarogong Kidul, kabupaten Garut yang menyewa lahan seluas 1 hektare di Jalan Raya Ciateul, Kecamatan Tarugong Kaler, Kabupaten Garut, saat ditemui pada Jumat ( 27/9/2013) mengaku rugi Rp 30 juta. Hal ini disebabkan minimnya hasil tomat yang dipanen akibat kekeringan serta dibarengi serangan hama. Selain itu juga karena harga obat-obatan untuk sayuran yang harganya terlalu mahal.
Sedangkan di tingkat petani pengepul atau bandar, tomat hanya dihargai Rp 1000 per kilo gramnya. Padahal dulu tomat pernah bisa mencapai harga jual Rp 7.000 per kilonya untuk tomat yang besar. Tomat yang sebesar kelereng tidak laku di jual.
Karen itu Adi tak punya pilihan lain kecuali membiarkan tanaman tomatnya membusuk dan mengering di sawahnya karen tidak akan laku dijual. Melihat kondisi ini, Adi hanya bisa pasrah dan menghitung kerugian yang harus di tanggung sendiri. Untuk mensiasati harga tomat yang minim, Adi memilih sayuran borkol dan bonteng.
"Hingga saat ini Pemda Kabupaten Garut belum pernah datang ke tempat sawah kami untuk memberian penyuluhan, " aku Andi. (Kus/Mar)
Engkus Kuswara adalah pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.