Sukses

Gerakan Anti Integrasi di Papua Meningkat?

Seruan aksi KMPB merupakan aspirasi mahasiswa Papua untuk menyuarakan pengusutan dan penuntasan berbagai kasus korupsi di Papua.

Citizen6, Jakarta - KMPB (Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit) merupakan gerakan mahasiswa di Papua yang menyerupai aktivitas KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) tahun 1966 melawan Pemerintah Orde Lama pimpinan Bung Karno. KMPB pada akhirnya diperkirakan akan menjadi gerakan mahasiswa yang mementang Pemerintahan RI di Papua. Gerakan ini dewasa ini meggunakan sasaran antara korupsi, penyalahgunaan wewenang di Papua, pemekaran daerah, politik dinasti dan lain-lain. Selain KMPB di Papua sudah ada berbagai kelompok organisasi mahasiswa yang secara lebih jelas menuntut agar PBB membatalkan Perjajian New York antara RI-Belanda yang disponsori oleh AS dan keputusan PBB tentang Penyerahan Papua kepada RI serta Perpera 1969.

“Gerakan anti integrasi di bumi Papua nampaknya akan terus menghebat dengan terbentuknya berbagai kesatuan aksi unsur masyarakat yang menentang berbagai ketidakberesan di Papua dan ujung-ujungnya tuntutan agar Papua menuntut memisahkan diri dari RI. Eksistensi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)  dengan sikapnya yang jelas sudah merambah kedalam permasalahan NKRI, yaitu dengan mengecam tingkah laku TNI-Polri yang dituduh melanggar HAM, jelas arahnya menuntut agar TNI-Polri ditarik dari Papua.

“Mengingat Pemerintah harus mampu menghadapi berbagai gerakan anti Integrasi yang semakin meningkat di Papua yang dilakukan melalui berbagai cara baik politis maupun gangguan keamanan, maka secara tertutup harus ada forum interdep yang bertugas merumuskan berbagai langkah pengendalian situasi di Papua,” . Khusus menghadapi aktivitas KMPB, maka perlu dipertimbangkan langkah untuk mengintervensi aktivitas mereka, sehingga terkendali.

Sebelumnya, di Jayapura, Papua, Koalisi Mahasiswa Papua Bangkit (KMPB) mengeluarkan seruan aksi menyikapi maraknya praktik KKN di Papua. KMPB yang merupakan gabungan mahasiswa Jayawijaya, Biak-Numfor, Supiori, Pegunungan Bintang, Sorong, Fak-Fak, Manokwari, Kaimana, Mimika, Mamberamo Raya, dan Teluk Bintuni, akan melakukan aksi damai di Kejati Papua.

Sedangkan, Komite Pimpinan Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (KPP-AMP), berencana melakukan aksi serentak di beberapa kota di wilayah Pulau Jawa antara lain Yogyakarta, Solo, Semarang, Bandung, Jakarta, Surabaya dan Malang. Adapun tema  aksi yakni “Negara Bertanggungjawab Atas Kejahatan Terhadap kemanusiaan di Papua”.
   
Seruan aksi KMPB merupakan aspirasi mahasiswa Papua untuk menyuarakan pengusutan dan penuntasan berbagai kasus korupsi di Papua. Sedangkan rencana aksi KPP-AMP dimaksudkan sebagai bentuk propaganda politik guna mendiskreditkan pemerintah dan TNI/Polri dengan tuduhan pelanggaran HAM di Papua. Rencana aksi KMPB dan KPP-AMP tersebut kiranya perlu diantisipasi, karena tidak tertutup kemungkinan dimanfaatkan kelompok separatis Papua untuk menciptakan gangguan kamtibmas. Ada Gerakan Revolusioner di Papua

Nampaknya Gerakan Anti Integrasi untuk melawan NKRI telah menggunakan taktik-taktik gerakan revolusioner ala kelompok-kelompok radikal di berbagai negara lain, dengan indikasi rakyat Papua harus terus menerus di provokasi dengan berbagai aski radikal, sehingga mereka bersikap revolusioner.

Gerakan revolusioner juga ditandai indikasi dibentuk berbagai organisasi dengan berbagai nama dari kalangan pemuda, mahasiswa, berbagai kelompok masyarakat dengan berbagai aktivitas radikal di Papua. “Mereka harapkan dapat terwujud kekuatan revolusioner rakyat Papua yang bisa melawan Polri dan TNI,” lanjutnya seraya mengingatkan aksi yang pernah dilakukan OPM akan terulang kembali, oleh karenanya berbagai langkah untuk menjinakkan kecenderungan tersebut dengan keras harus dilakukan oleh semua unsur Pemerintah secara terpadu.

Sebelumnya di Jayapura, Papua, Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua se-Indonesia (DPC AMPTPI) Kota Jayapura menginformasikan pada 19 Oktober 2013 bahwa polisi telah memblokade jalan raya Waena untuk menghalangi dan menghadang massa yang akan mengadakan acara syukuran 2 Tahun Kongres Rakyat Papua 3 (KRP-3) dan Deklarasi NFRPB di Kantor Dewan Adat Mamta, Sabronyaru Sentani Barat, Kabupaten Jayapura. Dalam pembubaran tersebut, beberapa koordinator aksi dan massa simpatisan diamankan untuk proses pemeriksaan. Banyak upaya politisasi terhadap sikap aparat kepolisian dalam mengamankan massa pendukung NFRPB yang akan merayakan HUT ke-2 NFRPB. “Kasus tersebut diperkirakan akan terus dimanfaatkan untuk menyuarakan tuduhan pelanggaran HAM terutama di dunia internasional,” (Ananda Rasti/kw)

*Ananda Rasti Penulis adalah pemerhati masalah strategis dan  peneliti muda di Forum Dialog (Fordial), Jakarta. Tinggal di Jakarta Selatan.      

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.  

Video Terkini