Sukses

Buruknya Pelayanan Publik di Indonesia

Pelayanan publik sering kali menjadi sebuah rutinitas kerja para pegawai yang seharusnya melayani dengan baik demi kepentingan semua unsur.

Citizen6, Yogyakarta: Kita sering kali berhadapan dengan pelayanan publik dimana kebutuhan kita harusnya dilayani dengan baik, namun kadang kita kecewa dengan hal tersebut. Pelayanan publik sering kali hanya menjadi sebuah rutinitas kerja para pegawai yang seharusnya melayani dengan baik demi kepentingan semua unsur, golongan maupun komunitas masyarakat.

Sebagai contoh terkecil pemerintahan salah satunya layanan publik pihak kelurahan. Di situ kita bisa melihat betapa buruknya sebuah kinerja layanan yang jauh dari harapan. Mereka memandang sebuah jabatan ataupun bagian kerja adalah sebuah rutinitas, melayani kebutuhan masyarakat tanpa adanya profesionalisme ataupun service yang baik, bahkan jauh dari harapan masyarakat sebagai customer mereka.

Kita dapat merasakan mulai dari jam kerja yang molor, bahkan setiap hari pasti ada yang tidak masuk karena alasan yang tidak jelas hingga tata cara kerja yang seolah-olah tidak adanya target dan administrative yang tidak baik menjadikan semua permasalahan harus ditanggung oleh masyarakat yang mau tidak mau harus menyerah kepada mereka. Kita dapat melihat betapa santainya pegawai kelurahan dan buruknya dalam pelayanan, misalnya dalam pembuatan KTP.

Betapa kecewanya kita disaat hendak mengurus sebuah KTP harus bersusah payah untuk mendapatkannya. Berbagai alasan terlontar disaat kita akan mendapatkannya, mulai dari antrian, blanko yang kosong, pejabat kelurahan yang belum hadir, dan lain-lain tanpa adanya kejelasan yang pasti. Padahal kita sudah meluangkan waktu dan memenuhi segala persyaratan. Namun yang terjadi adalah kekecewaan yang seolah-olah harus kita tanggung sebagai harga mahal membuat KTP.

Sungguh ironis disaat kita harus mendapatkan hak sebagai warga negara namun tidak ada pelayanan yang baik bagi kita, padahal kita sudah memenuhi kewajiban sebagai warga negara. Mulai dari membayar pajak, mentaati peraturan pemerintah hingga berbelanja apapun sudah dikenakan pungutan atau pajak. Dari sini jelas tidak adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Seharusnya pemerintah sudah sadar sepenuhnya arti pelayanan bagi masyarakat, mulai dari hal-hal yang kecil hingga besar dimana sudah seharusnya mereka berorientasi pada the real service.( pelayanan yang sesungguhnya ). (Elisabeth Sutriningsih/mar).

Elisabeth Sutriningsih adalah mahasiswa Public Relations ASMI Santa Maria dan pewarta warga.

Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.