Citizen6, Sanggau: Banyak hal yang dapat ditemukan dan dikenang saat masa sekolah, baik itu teman, pelajaran, dan yang paling penting adalah guru. Guru merupakan sosok yang sentral dalam kehidupan di lingkungan sekolah. Bahkan banyak murid yang menjadikan guru sebagai alasan mereka datang dan mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah. Guru yang dapat membuat muridnya merasa nyaman bergaul dengannya tanpa harus takut berlebihan terhadap sosok guru itu sendiri.
Tidak semua orang dapat menjadi guru. Tidak semua guru dapat menjadi guru, teman, dan inspirasi. Kebanyakan guru hanya bisa mengajarkan pelajaran secara teoritis. Mereka terkadang lupa akan siswa yang tidak hanya butuh teori tetapi penerapan yang baik dari suatu pelajaran. Mereka terkadang menjadikan diri mereka sebagai atasan mutlak bagi siswa-siswinya.
Sebagai seorang pelajar, kita selalu butuh seorang guru yang dapat menjadi guru, teman, dan inspirasi. Guru yang dapat bergaul secara luwes bersama muridnya tanpa melupakan derajat. Guru yang sadar akan posisinya sebagai guru di sekolah dan sadar dapat menjadi teman di lingkungan luar sekolah dan sadar dapat menjadi inspirasi dalam banyak hal adalah guru yang ideal.
Mungkin di masa Paud, TK, SD, dan SMP kebanyakan orang belum menyadari sosok guru seperti apa yang mereka perlukan. Tetapi masa SMA saya kira pasti kita sudah menyadari hal tersebut. Seperti yang saya alami, saya membutuhkan guru yang dapat menghargai saya. Guru yang tahu posisinya dan bisa menempatkan diri dimana dia berada bersama murid-muridnya. Sosok guru seperti ini saya temukan pada diri Pak Benediktus Berry, seorang guru di SMA Don Bosco Sanggau.
Pak Berry adalah panggilan akrabnya. Dia adalah guru bahasa Indonesia saya di kelas X dan kelas XI IPA. Pribadinya yang punya selera humor yang bagus membuat murid-muridnya tidak merasa bosan dalam pelajarannya. Dia mengerti murid-muridnya adalah remaja yang masih labil dan masih perlu di bimbing dengan sikap bijaksana.
Dalam memberikan pelajaran, ia selalu memberikan pelajaran dengan santai, seperti seorang sahabat membimbing sahabatnya belajar. Pak Berry tidak pernah mencekal suatu kesalahan yang dilakukan oleh muridnya, tetapi dia selalu berusaha memperbaiki kesalahan itu agar lebih baik. Berbeda dengan guru kebanyakan yang hanya tahu muridnya adalah seorang peserta didik di sekolah. Pak Berry benar-benar guru yang sadar bahwa muridnya punya banyak jiwa dalam satu nama. Dia tahu bagaimana sikap muridnya sebagai seorang pelajar, remaja, dan anak, serta mengerti akan kondisi muridnya.
Pak Berry adalah seorang guru yang patut diteladani. Kebijaksanaannya tak perlu diragukan lagi. Hal ini terbukti saat pelaksanaan Community Shield SMA Don Bosco 2013. Saat itu SMA Don Bosco sebagai tuan rumah berhadapan dengan MAN Sanggau dan kebetulan Pak Berry adalah wasitnya. Permainan yang ia pimpin membuat kami sebagai tuan rumah puas meskipun kalah. Dia jeli dalam memimpin pertandingan, keputusannya tak berat sebelah. Dia tak menjadikan Don Bosco sebagai lapangan kerjanya dan status SMA Don Bosco yang sekolah yayasan Khatolik sebagai alasan kemenangan mutlak tanpa kualitas. Dia juga mengedepankan keprofesionalan. Jika memang tim SMA Don Bosco punya kualitas lebih dari tim MAN Sanggau, waktu itu SMA don Bosco pasti menang.
Hal lebih yang dimiliki Pak Berry adalah berani menawarkan diri untuk menjadi teman bagi murid-muridnya. Sebagai seorang guru yang telah berusia 32 tahun ,dia sanggup menempatkan dirinya untuk bergaul dengan murid SMA seperti saya dan teman-teman yang lain. Pak Berry membuat muridnya berharga di depan setiap mata. Dari mulutnya selalu terucap kata-kata yang bermakna tetapi dapat dimengerti oleh murid SMA. (Kristina Niya/mar)
Kristina Niya adalah pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Tidak semua orang dapat menjadi guru. Tidak semua guru dapat menjadi guru, teman, dan inspirasi. Kebanyakan guru hanya bisa mengajarkan pelajaran secara teoritis. Mereka terkadang lupa akan siswa yang tidak hanya butuh teori tetapi penerapan yang baik dari suatu pelajaran. Mereka terkadang menjadikan diri mereka sebagai atasan mutlak bagi siswa-siswinya.
Sebagai seorang pelajar, kita selalu butuh seorang guru yang dapat menjadi guru, teman, dan inspirasi. Guru yang dapat bergaul secara luwes bersama muridnya tanpa melupakan derajat. Guru yang sadar akan posisinya sebagai guru di sekolah dan sadar dapat menjadi teman di lingkungan luar sekolah dan sadar dapat menjadi inspirasi dalam banyak hal adalah guru yang ideal.
Mungkin di masa Paud, TK, SD, dan SMP kebanyakan orang belum menyadari sosok guru seperti apa yang mereka perlukan. Tetapi masa SMA saya kira pasti kita sudah menyadari hal tersebut. Seperti yang saya alami, saya membutuhkan guru yang dapat menghargai saya. Guru yang tahu posisinya dan bisa menempatkan diri dimana dia berada bersama murid-muridnya. Sosok guru seperti ini saya temukan pada diri Pak Benediktus Berry, seorang guru di SMA Don Bosco Sanggau.
Pak Berry adalah panggilan akrabnya. Dia adalah guru bahasa Indonesia saya di kelas X dan kelas XI IPA. Pribadinya yang punya selera humor yang bagus membuat murid-muridnya tidak merasa bosan dalam pelajarannya. Dia mengerti murid-muridnya adalah remaja yang masih labil dan masih perlu di bimbing dengan sikap bijaksana.
Dalam memberikan pelajaran, ia selalu memberikan pelajaran dengan santai, seperti seorang sahabat membimbing sahabatnya belajar. Pak Berry tidak pernah mencekal suatu kesalahan yang dilakukan oleh muridnya, tetapi dia selalu berusaha memperbaiki kesalahan itu agar lebih baik. Berbeda dengan guru kebanyakan yang hanya tahu muridnya adalah seorang peserta didik di sekolah. Pak Berry benar-benar guru yang sadar bahwa muridnya punya banyak jiwa dalam satu nama. Dia tahu bagaimana sikap muridnya sebagai seorang pelajar, remaja, dan anak, serta mengerti akan kondisi muridnya.
Pak Berry adalah seorang guru yang patut diteladani. Kebijaksanaannya tak perlu diragukan lagi. Hal ini terbukti saat pelaksanaan Community Shield SMA Don Bosco 2013. Saat itu SMA Don Bosco sebagai tuan rumah berhadapan dengan MAN Sanggau dan kebetulan Pak Berry adalah wasitnya. Permainan yang ia pimpin membuat kami sebagai tuan rumah puas meskipun kalah. Dia jeli dalam memimpin pertandingan, keputusannya tak berat sebelah. Dia tak menjadikan Don Bosco sebagai lapangan kerjanya dan status SMA Don Bosco yang sekolah yayasan Khatolik sebagai alasan kemenangan mutlak tanpa kualitas. Dia juga mengedepankan keprofesionalan. Jika memang tim SMA Don Bosco punya kualitas lebih dari tim MAN Sanggau, waktu itu SMA don Bosco pasti menang.
Hal lebih yang dimiliki Pak Berry adalah berani menawarkan diri untuk menjadi teman bagi murid-muridnya. Sebagai seorang guru yang telah berusia 32 tahun ,dia sanggup menempatkan dirinya untuk bergaul dengan murid SMA seperti saya dan teman-teman yang lain. Pak Berry membuat muridnya berharga di depan setiap mata. Dari mulutnya selalu terucap kata-kata yang bermakna tetapi dapat dimengerti oleh murid SMA. (Kristina Niya/mar)
Kristina Niya adalah pewarta warga.
Mulai 18 November-29 November ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Guruku Idolaku". Dapatkan merchandise menarik dari Liputan6.com bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.